Juniartha Semara Putra
LAPORAN
PENDAHULUAN
STEMI
(ST ELEVASI MIOKARD INFARK)
A. DEFINISI
ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi
aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak
faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi
tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
B. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada
sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang
tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard
yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut
infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat
terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis
miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan
daerah non infark mengalami dilatasi.
C. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
v Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
v Penyempitan aterorosklerotik
v Trombus
v Plak aterosklerotik
v Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
v Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
v Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
v Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
v Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat,
gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan
lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
ü
Pada manula:
bisa kolaps atau bingung.
ü
Pada pasien
diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa
disertai nyeri dada.
E.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a.
Disfungsi
ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri
akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen
yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler
dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara
akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot,
disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan
elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada
apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata,
lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas
dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE
dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat
ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b.
Gangguan
hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure )
merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c.
Gagal jantung
d.
Syok kardiogenik
e.
Perluasan IM
f.
Emboli sitemik/pilmonal
g.
Perikardiatis
h.
Ruptur
i.
Ventrikrel
j.
Otot papilar
k.
Kelainan septal ventrikel
l.
Disfungsi katup
m.
Aneurisma ventrikel
n.
Sindroma infark pascamiokardias
F.
PENATALAKSANAAN
a.
Syok kardiogenetik
Penatalaksana
syok kardiogenetik:
ü Terapi
O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
ü Jika
tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin
dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
ü Jika
tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan
dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
ü Revaskularisasi
arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75
tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan
ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali
jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
ü Terapi
trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak
ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
ü Intra
aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila
sarana tersedia.
b. Infark
Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan
tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda
kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel
kanan:
ü Pertahankan
preload ventrikel kanan.
ü Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter
cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
ü Hindari
penggunaan nitrat atau diuretik.
ü Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial
harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi
simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
ü Diberikan inotropik jika curah jantung tidak
meningkat setelah loading volume.
ü Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai
dengan disfungsi ventrikel kiri.
ü Pompa
balon intra-aortik.
ü Vasolidator
arteri (nitropospid, hidralazin)
ü Penghambat ACE
ü Reporfusi
ü Obat
trombolitik
ü Percutaneous coronari intervention (PCI)
primer
ü Coronary
arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).
c. Takikardia
dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi
ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
ü Takikardia
vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock
kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
ü Takikardia
vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema
paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock
synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal
gagal.
ü Takikardia
vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi
(tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
·
Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius
tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3
mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50
ug/lg/menit).
·
Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10
menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
·
Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit
atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
·
Kardioversi elektrik
synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).
d. Penatalaksana
fibrilasi Ventrikel
ü Fibrilasi
ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan
shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
ü Fibrilasi
ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock
elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan
pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
- PENGKAJIAN
1. Identitas
pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Perkerjaan:
e. Tanggal
masuk:
f. Status:
2. Riwayat
kesehatan
ü Riwayat
masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam
ü Riwayat
kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
v Sesak
v Udema
v Nyeri dada
ü Riwayat
kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota keluarganya
yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:
v Darah
tinggi
v Diabetes
v Penyakit
jantung
ü Riwayat
kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang
sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:
v Riwayat
asma
v Diabetes
v Stroke
v Gastritis
v Alergi
3. Pemeriksaan
fisik
v Keadaan
umum:
v Kesadaran:
4. Pemeriksaan
penunjang:
a. Pemeriksaan
Laboratorium
v Hematologi:
Terjadi peningkatan leukosit
v Cardiac
enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
a. Detak jantung ...........
b. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan
pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.
b. Nyeri
berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan keluhan
nyeri dada.
c. Gangguan
keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan
edema.
d. Perubahan
pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi masukan
nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan berat badan.
e. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .
f. Ansietas
berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan ketakutan,
gelisah dan perilaku takut.
- INTERVENSI
1. Intervensi
untuk diagnose gangguan nyeri.
Ø Tujuan:
Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
Ø Kriteria
hasil:
v Menyatakan
nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.
v Mendemonstrasikan
penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.
v Menunjukkan
menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3 hari.
Ø Intervensi:
ü Kaji
lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan skala
nyeri 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti
mual dan diaporesis.
ü Kaji
dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat karena
randsang simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
ü Berikan
obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas
pengurangan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu
danri pemberian sampai penghilangan nyeri.
ü Tenangkan
pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.
ü Observasi
dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
ü Berikan
O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.
ü Siapkan
pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)
2. Intervensi
untuk diagnosa gangguan keseimbangan
elektrolit.
Ø Tujuan:
Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan TD dalam
batas normal.
Ø Kriteria
hasil:
v Tidak
ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen
v Paru
bersih dan berat badan stabil.
Ø Intervensi:
ü Auskultasi
bunyi nafas untuk adanya krekels.
ü Catat
DVJ, adanya edema dependen.
ü Ukur
masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung
keseimbangan cairan.
ü Timbang
berat badan tiap hari.
ü Pertahankan
pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
ü Berikan
diet natrium rendah/minuman.
ü Berikan
diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline): spironolakton
dengan hidronolakton (Aldactone).
ü Pantau
kalium sesuai indikasi.
3. Intervensi
dari perubahan pola nutrisi:
Ø Tujuan:
Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.
Ø Kriteria
hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu 1 minggu.
Ø Intervensi:
ü Kaji
nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat
energy; kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk
makan/anoreksia.
ü Timbang
berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.
ü Dokumentasikan
masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
ü Jamin
penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk pemeriksaan
keseimbangan nitrogen.
ü Berikan
larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse
sesuai kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan
meningkatkan kecepatan untuk “mencapai”.
ü Ketahui
kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.
ü Jadwalkan
aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.
4. Intervensi
dari intoleransi aktivitas:
Ø Tujuan:
mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Ø Kriteria
hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat.
Ø Intervensi:
ü Pantau
pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk merentang
aktivitas dan yang diprogramkan.
ü Mati
dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD
menurun, ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.
ü Pantau
M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru
setiap dua jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan
gagal jantung.
ü Palpasi
nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan penurunan
amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.
ü Berikan
O2 dan obat-obatan sesuai program.
ü Selama
periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam
mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi
dalam jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung untuk
memastikan periode istirahat tanpa gangguan.
ü Bantu
pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.
ü Bantu
pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan
oleh toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter
tentang tipe dan jumlah latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila
kondisi pasien membaik
ü Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri
untuk mengukur toleransi latihan.
ü Pastikan
pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan aktivitas yang
sesuai.
5. Intervensi
untuk diagnosa ansietas:
Ø Tujuan:
mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Ø Kriteria
hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Ø Intervensi:
ü Identifikasi
dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan
dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.
ü Catat
adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.
ü Mempertahankan
kepercayaan.
ü Kaji
tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan tindakan
bila pasien menunjukkan perilaku merusak.
ü Terima
tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari
konfrontasi.
ü Orientasikan
pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di
harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara
nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
ü Anjurkan
pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.
ü Berikan
periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang, dengan
tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
ü Dukung kenormalan proses kehilangan,
melibatkan waktu yang perlu untuk penyelesaian.
ü Berikan
privasi untuk pasien dan orang terdekat.
ü dukung kemandirian, perawatan sendiri dan
pembuatan keputusan dalam rencana pengobatan.
ü dukung
keputusan tentang harapan setelah pulang.
- IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
keperawatan oleh perawat terhadap pasien
- EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Pola nafas pasien teratur
c. Cairan dalam tubuh pasien dalam keadaan normal
d. Nutrisi pasien terpenuhi
e. Aktifitas pasien meningkat (normal)
f. Ansietas berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA
ü Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard
Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki
ü Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2.
Jakarta: EGC
ü Carpenito,
Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta:EGC
ü Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
ü Kowalak,
Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC
ü Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
ü Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
ü (http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+Laki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, (diakses 24 Oktober 2012)
ü (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), (diakses 24 Oktober 2012)
No comments:
Post a Comment