Juniartha Semara Putra
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN APPENDIKSITIS AKUT
A.
PENGERTIAN
a. Apendisitis merupakan suatu peradangan
appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut (Price, 1994 :
401).
b. Appendiksitis adalah
peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Mansjoer,2000).
c. Appendiksitis adalah
radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak
pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
d. Appendiksitis adalah
kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur
B.
ETIOLOGI
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
v Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit dan cacing.
v Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis
primer pada apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli,
Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus.
v Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya
malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
v Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan
pola makanan
sehari-hari.
Sedangkan penyebab
appendiksitis menurut para ahli adalah:
1. Menurut Syamsyuhidayat,2004:
a.
Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet
rendah serat.
b.
Tumor apendiks.
c.
Cacing ascaris.
d.
Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e.
Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
a.
Hiperflasia folikel limfoid.
b.
Fekalit.
c.
Benda asing.
d.
Striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya.
e.
Neoplasma.
3. Menurut Markum,1996:
a.
Fekolit
b.
Parasit
c.
Hiperplasia limfoid
d.
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
e.
Tumor karsinoid
C.
PATOFISIOLOGI
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat.
Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon
mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis
komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat
yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal
apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik
karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak
faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami
eksaserbasi akut.
D.
TANDA
DAN GEJALA
Menurut
Betz, Cecily, 2000:
a.
Sakit,
kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah
b.
Anoreksia
c.
Mual
d.
Muntah,(tanda
awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
e.
Demam
ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
f.
Nyeri
lepas.
g.
Bising
usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h.
Konstipasi.
i.
Diare.
j.
Disuria.
k.
Iritabilitas.
l.
Gejala
berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
Manifestasi
klinis menurut Mansjoer,2000:
Keluhan apendiks
biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual,
dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif,
dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu
menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila
tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa
klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang
terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar,
lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri
berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita
merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah
tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di
semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu
berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu
pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
E.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Laboratorium
a.
Pemeriksaan darah
v leukositosis
pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
v pada
appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b.
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya
eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu
ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a.
Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang
terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
v scoliosis
ke kanan
v psoas
shadow tak tampak
v bayangan
gas usus kanan bawah tak tampak
v garis
retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
v 5% dari
penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b.
USG
Bila hasil pemeriksaan fisik
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila
dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.
Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray
dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya
dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
d.
CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda
dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari
appendicitis seperti bila terjadi abses.
e.
Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan
menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh
anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).
F.
PENALAKSANAAN
Penatalaksanaan
apendiksitis menurur Mansjoer,2000:
1. Sebelum operasi
ü Pemasangan sonde lambung
untuk dekompresi
ü Pemasangan kateter untuk
control produksi urin.
ü Rehidrasi
ü Antibiotic dengan
spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
ü Obat-obatan penurun
panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh –
pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
ü Bila demam, harus
diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
ü Apendiktomi.
ü Apendiks dibuang, jika
apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis
dan antibiotika.
ü Abses apendiks diobati
dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses
dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
ü Observasi TTV.
ü Angkat sonde lambung bila
pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
ü Baringkan pasien dalam
posisi semi fowler.
ü Pasien dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
ü Bila tindakan
operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi
usus kembali normal.
ü Berikan minum
mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya
berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
ü Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
ü Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
ü Hari ke-7 jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKSITIS AKUT
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian menurut Wong
(2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain:
1.
Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
khususnya mengenai :
a. Keluhan utama klien akan
mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di
pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan
nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang
lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah,
panas.
b. Riwayat kesehatan masa
lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan
kepada orang tua.
c. Diet,kebiasaan makan
makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
2.
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan
umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe,
pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat :
Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi
pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri
tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
h. Demam lebih dari 380C.
i.
Data psikologis klien nampak gelisah.
j.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal
toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah
prolitotomi.
l.
Berat badan sebagai indicator untuk menentukan
pemberian obat.
3.
Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran
kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus”
(gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk
melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit,
neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium
apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit
nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada
anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
1. Pre Operasi
v Nyeri akut berhubungan
dengan proses penyakit.
v Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
v Hipertermi berhubungan
dengan proses peradangan.
v Konstipasi berhubungan
dengan distensi abdomen.
v Resiko infeksi
berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
2. Post Operasi
v Nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan.
v Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
v Resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif.
v Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik.
C.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Intervensi menurut
Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang
diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) ,
antara lain:
1. Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses
penyakit.
Ø
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Ø
NOC :
Level nyeri, kriteria hasil:
1
Nyeri berkurang
2
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3
Kegelisahan atau keteganganotot
4
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
Ø NIC : Penatalaksanaan nyeri
1.
Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif
meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap
pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4.
Kendalikan factor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6.
Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada
anak.
7.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Ø
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
pasien adekuat.
Ø
NOC: Status Gizi, kriteria hasil:
1
Mempertahankan berat badan.
2
Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3
Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4
Turgor kulit baik.
Ø
NIC: Pengelolaan Nutrisi
1.
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
2.
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan
asupan.
3.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
4.
Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan
muntah.
5.
pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah
makan.
DxIII. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Ø
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan suhu tubuh kembali normal 370 C
Ø
NOC : Thermoregulation,kriteria
hasil:
1.
Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3.
Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
Ø NIC : Fever Treatment
1.
Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan
kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
4.
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi
pasien dengan hanya selembar pakaian.
5.
Berikan cairan intravena
Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang
buruk.
Ø
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi
teratasi.
Ø
NOC: Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1.
Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2.
Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3.
Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
Ø
NIC: Penatalaksanaan defekasi
1.
Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi,
konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.
2.
Perhatikan masalah defekasi yang telah ada
sebelumnya, rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.
3.
Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang
diet, asupan cairan,aktivitas dan latihan.
4.
Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan
pasien dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5.
Beri umpan balik positif untuk pasien saat
terjadi perubahan tingkah laku.
Dx V. Resiko infeksi
berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Ø
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas
dari gejala peritonitis.
Ø
NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1.
Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2.
Mengindikasikan status gastrointestinal,
pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.
3.
Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti
prosedur dan pemantauan.
Ø
NIC: Pengendalian Infeksi
1.
Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya
peningkatan frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal
untuk mendeteksi rupturnya apendiks.
2.
Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis (
misal hilangnya nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti
dengan peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen,
kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk
menentukan tindakan yang tepat.
3.
Hindari pemberian laksatif,karena dapat
merangsang motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.
4.
Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5.
Lindungi pasien dari kontaminasi silang.
2. Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan.
Ø Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Ø NOC : Level nyeri,
kriteria hasil:
1.
Nyeri berkurang
2.
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3.
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4.
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
Ø NIC: Penatalaksanaan nyeri
1.
Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif
meliputi lokasi, keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap
pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4.
Kendalikan factor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan
tenkik relaksai saat nyeri.
6.
Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada
anak.
7.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Ø
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi
yang adekuat.
Ø
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas, turgor
kulit, membran mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang
berlebihan
Ø NIC : Fluid Management
1.
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2.
Monitor vital sign dan status hidrasi
3.
Monitor status nutrisi
4.
Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+
albumin dan waktu pembekuan.
5.
Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai
terapi.
6.
Atur kemungkinan transfusi darah.
Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif.
Ø Tujuan: Setelah
dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka
bedah.
Ø NOC: Pengendalian Resiko,
kriteria hasil:
1.
Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2.
Higiene pribadi yang adekuat.
3.
Mengikuti prosedur dan pemantauan.
Ø
NIC: Pengendalian Infeksi
1.
Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut
jantung, penampilan luka).
2.
Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk
perlindungan terhadap infeksi.
3.
Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk
melindungi tubuh terhadap infeksi.
4.
Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang
dengan pemakaian set ganti balut yang steril.
5.
Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.
Dx. IV. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Ø
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan
pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.
Ø
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1.
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
2.
Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Ø
NIC : Management Energi
1.
Tirah baring pada pasien dan bantu segala
aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas
2.
Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas,
hindari aktivitas yang berlebihan
3.
Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4.
Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji
kemampuan aktivitas
5.
Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan
posisi.
6.
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.
E. EVALUASI
Evaluasi
dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri.
Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome
Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Markum.1991.Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention
Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu
Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku
Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan
Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC