WHO AM I?

I PUTU JUNIARTHA SEMARA PUTRA POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN

Friday, November 9, 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA

Juniartha Semara Putra
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA

A.    PENGERTIAN
a.       Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
b.      Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
c.       Sectio Cesarea adalah suatu cara untuk melahirkan janin melalui sayatan pada dinding uterus yang ancangannya dilakukan melalui dinding depan abdomen (Rustam Mochtar, 1992).
d.      Pakar Ilmu Penyakit Kandungan dan Kebidanan lainnya (Sarwono, 1991), mendefinisikan SC sebagai suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
e.       Seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut atau laparatomi dan dinding uterus atau histerectomy (prichord Mc. Donald, Gand, 1991 : 1007)
f.       Section caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). (cuningham, F garry, 2005 ; 592)
g.      Operasi Caesar atau sectio caesarea adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara mengiris perut hingga rahim seorang ibu untuk mengeluarkan bayi. (www.mikoraharja.wordpress.com)
Jadi operasi Seksio Sesaria ( sectio caesarea ) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin ( persalinan buatan ), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat

B.     ETIOLOGI
Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea adalah :
a.       Kelainan dalam bentuk janin
v  Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.
v  Ancaman gawat janin
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
v  Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetic, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan operasi.
v  Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
b.      Kelainan panggul
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan. Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang (terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan sehingga terjadi kerusakan atau patah panggul.
c.       Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

C.     PATOPISIOLOGI
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh).
Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.

D.    KLASIFIKASI
Seksio sesaria diklasifikasikan menjadi :
1        Seksio sesaria abdominalis (abdomen)
a.       Seksio sesarea transperitonealis profunda
Pembedahan yang sering dilakukan dewasa ini adalah seksio transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
Keunggulan pembedahan ini adalah :
v  Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
v  Bahaya peritonitis tidak besar
v  Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri ini di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b.      Seksio sesarea klasik / seksio sesarea corporal
Pada seksio sesarea klasik insisi dibuat pada korpus uteri. Pembedahan ini agak lebih mudah untuk dilakukan, hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan seksio sesarea transperiotenealis profunda. Tetapi pembedahan jenis ini kurang disukai disebabkan oleh lebih besarnya bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih besar bahaya ruptura uteri pada kehamilan yang akan datang. Oleh karena itu sesudah seksio sesarea klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi.
c.       Seksio sesarea ekstraperitoneal
Pada pembedahan jenis ini dahulu digunakan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal akan tetapi dengan kemajuan pengetahuan terhadap infeksi, pembedahan ini sekarang tidak banyak dilakukan (Lukito Husodo, 2007 : 864)



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKSITIS AKUT

Juniartha Semara Putra
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKSITIS AKUT
A.    PENGERTIAN
a.       Apendisitis merupakan suatu peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut (Price, 1994 : 401).
b.      Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
c.       Appendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
d.      Appendiksitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
B.     ETIOLOGI
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
v  Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia       jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda             asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
v  Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
v  Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

v  Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.
Sedangkan penyebab appendiksitis menurut para ahli adalah:
1.      Menurut Syamsyuhidayat,2004:
a.       Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
b.      Tumor apendiks.
c.       Cacing ascaris.
d.      Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
e.       Hiperplasia jaringan limfe.
2.      Menurut Mansjoer , 2000 :
a.       Hiperflasia folikel limfoid.
b.      Fekalit.
c.       Benda asing.
d.      Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
e.       Neoplasma.
3.      Menurut Markum,1996:
a.       Fekolit
b.       Parasit
c.       Hiperplasia limfoid
d.      Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
e.       Tumor karsinoid

C.    PATOFISIOLOGI
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi           apendisitis komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi         oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

D.    TANDA DAN GEJALA
Menurut Betz, Cecily, 2000:
a.       Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah
b.      Anoreksia
c.       Mual
d.      Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
e.       Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
f.       Nyeri lepas.
g.      Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h.      Konstipasi.
i.        Diare.
j.        Disuria.
k.      Iritabilitas.
l.        Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama. 
Manifestasi klinis menurut Mansjoer,2000:
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium
a.       Pemeriksaan darah
v  leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
v  pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b.      Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2.      Radiologis
a.       Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi             komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
v  scoliosis ke kanan
v  psoas shadow tak tampak
v  bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
v  garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
v  5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b.      USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.       Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
d.      CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e.       Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).

F.     PENALAKSANAAN
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer,2000:
1.      Sebelum operasi
ü  Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
ü  Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
ü  Rehidrasi
ü  Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
ü  Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
ü  Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2.      Operasi
ü  Apendiktomi.
ü  Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
ü  Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan  operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3.      Pasca operasi
ü  Observasi TTV.
ü  Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
ü  Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
ü  Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
ü  Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
ü  Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
ü  Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
ü  Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
ü  Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKSITIS AKUT

A.    PENGKAJIAN
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain:
1.    Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a.       Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b.      Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c.       Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d.      Kebiasaan eliminasi.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b.      Sirkulasi : Takikardia.
c.       Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d.      Aktivitas/istirahat : Malaise.
e.       Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f.       Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
g.      Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h.      Demam lebih dari 380C.
i.        Data psikologis klien nampak gelisah.
j.        Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k.      Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l.        Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
b.      Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c.       Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d.      Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e.       Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f.       Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan  menurut NANDA (2006) antara lain:
1.      Pre Operasi
v  Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
v  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
v  Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
v  Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
v  Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
2.      Post Operasi
v  Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
v  Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
v  Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
v  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C.    INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
1.      Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Ø  NOC   : Level nyeri, kriteria hasil:
1        Nyeri berkurang
2        Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3        Kegelisahan atau keteganganotot
4        Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5        Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Ø  NIC : Penatalaksanaan nyeri
1.      Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya
2.      Observasi ketidaknyamanan non verbal
3.      Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4.      Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5.      Anjurkan pasien untuk istirahat
6.      Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7.      Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Ø  Tujuan :Setelah dilakukan  tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Ø  NOC: Status Gizi, kriteria hasil:
1        Mempertahankan berat badan.
2        Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3        Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4        Turgor kulit baik.
Ø  NIC: Pengelolaan Nutrisi
1.      Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2.      Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3.      Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
4.      Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5.      pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
DxIII. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal 370 C
Ø  NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1.      Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2.      Suhu tubuh dalam batas normal
3.      Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4.      Perubahan warna kulit tidak ada
Ø  NIC : Fever Treatment
1.      Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2.      Pantau warna kulit dan suhu
3.      Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
4.      Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian.
5.      Berikan cairan intravena
Dx IV.  Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan  tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi.
Ø  NOC: Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1.      Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2.      Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3.      Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.

Ø  NIC: Penatalaksanaan defekasi
1.      Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.
2.      Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.
3.      Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,aktivitas dan latihan.
4.      Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5.      Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.
Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan  tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari gejala peritonitis.
Ø  NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1.      Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2.      Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.
3.      Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan pemantauan.
Ø  NIC: Pengendalian Infeksi
1.      Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi rupturnya apendiks.
2.      Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.
3.      Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.
4.      Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5.      Lindungi pasien dari kontaminasi silang.
2.      Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Ø  NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1.      Nyeri berkurang
2.      Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3.      Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4.      Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Ø  NIC: Penatalaksanaan nyeri
1.      Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2.      Observasi ketidaknyamanan non verbal
3.      Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4.      Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5.      Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
6.      Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7.      Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Ø  NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1.      Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
2.      Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3.      Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,
4.      Tidak ada rasa haus yang berlebihan
Ø  NIC : Fluid Management
1.      Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2.      Monitor vital sign dan status hidrasi
3.      Monitor status nutrisi 
4.      Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
5.      Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6.      Atur kemungkinan transfusi darah.
Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Ø  Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka bedah.
Ø  NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1.      Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2.      Higiene pribadi yang adekuat.
3.      Mengikuti prosedur dan pemantauan.
Ø  NIC: Pengendalian Infeksi
1.      Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).
2.      Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi.
3.      Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.
4.      Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set ganti balut yang steril.
5.      Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.
Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Ø  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.
Ø  NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1.      Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
2.      Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Ø  NIC : Management Energi
1.      Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas
2.      Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan
3.      Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4.      Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5.      Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6.      Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

D.    IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.

E.     EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
            Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi  3. Jakarta : Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC