Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN ARTRITIS
DEFINISI ARTRITIS
Artritis
merupakan suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi
bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda. (Robbbin & Kumar,1995).
JENIS-JENIS ARTRITIS
Dilihat
dari faktor penyebab timbulnya arthtitis, arthritis dapat dibagi dalam 4 jenis,
yaitu:
1. Artritis
Infektif (bakterialis)
2. Artritis
Lyme
3. Osteoartritis
4. Artritis
rhematoid
Artritis infektif dan artritis
rhematoid disebabkan oleh proses peradangan yang sebenarnya, sementara
osteoartritis terutama merupakan penyakit degeneratif dengan sedikit
peradangan. Akan tetapi nama tersebut
digunakan selama bertahun-tahun, meskipun telah diusahakan nama baru untuk kelainan tersebut yaitu “penyakit degeneratif sendi” (degeneratif joint disease). Artritis
Lyme disebabkab oleh spirochaeta yang baru diidentifikasi, disebut Borellia burgdorferi, yang ditularkan
oleh kutu Ixodes dammini. Selanjutnya
dalam makalah ini akan dibahas tentang Artritis rhematoid sesuai dengan kasus
yang dikelola oleh kelompok penyusun.
ARTRITIS RHEMATOID DEFINISI
Rhematoid
artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak
terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun. PATOFISIOLOGI Inflamasi
mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat
febrin dan infiltrasi selular.
Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada
sendi artikular kartilago dari sendi.
Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang
menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang
sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan
pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan
tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,
karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub
chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat. Lamanya
arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan.
Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya
tidak terserang lagi. Yang lain.
terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid)
gangguan akan menjadi kronis yang progresif. ETIOLOGIPenyebab dari
artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi
dalam 3 bagian, yaitu:1.
Mekanisme imunitas
(antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid
faktor
2.
Faktor metabolik
3.
Infeksi dengan
kecenderungan virus
TANDA DAN GEJALA1.
Tanda dan gejala
setempat
·
Sakit persendian
disertai kaku dan gerakan terbatas
·
Lambat laun
membengkak, panas merah, lemah
·
Semua sendi bisa
terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu
2.
Tanda dan gejala
sistemik
·
Lemah, demam
tachikardi, berat badan turun, anemia
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1.
Tes serologi
·
BSE positif
·
Darah, bisa terjadi
anemia dan leukositosis
·
Rhematoid faktor,
terjadi 50-90% penderita
2.
Pemerikasaan radiologi
·
Periartricular
osteoporosis, permulaan persendian erosi
·
Kelanjutan penyakit:
ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3.
Aspirasi sendi
·
Cairan sinovial
menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa
diperiksa secara makroskopik.
PENATALAKSANAANBila Rhematoid
artritis progresif dan ,menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya
sebagai berikut:1.
Sinovektomi, untuk
mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan
untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2.
Arthrotomi, yaitu
dengan membuka persendian.
3.
Arthrodesis, sering
dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4.
Arthroplasty,
pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.
DIAGNOSA KEPERAWATANBerdasarkan
tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya
data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul
yaitu:1.
Gangguan body image
berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
2.
Nyeri berhubungan
dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
3.
Risiko cedera
berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4.
Gangguan aktifitas
sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
5.
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
BAB
IIANALISA
KASUS 1.
RIWAYAT PENYAKIT
Tn R, 54 tahun
dengan keluhan utama badan terasa pegal-pegal sehabis olahraga sejak 1 bulan
lalu. Klien berkonsultasi dengan ahli
syaraf, lalu dianjurkan ke orthopedi dan dipasang traksi servikal. Setelah pemakaian traksi, ada benjolan di
bagian kanan atas (dada). Klien tidak
bisa menggerakkan tangan kanan, lalu dilakukan operasi pengangkatan tumor. Rasa nyeri muncul kembali setelah 2 hari post
operasi. Klien kemudian menjalani
pemeriksaan diagnosa dengan hasil yaitu Chronis artritis sternoclavicular joint
dextra. 2.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Radiologi (scan)
Ditemukan
adanya soft tissue swelling di daerah sternoclavicular joint parasternal
dextra.2.
Histopatologi
Makroskopik : - jaringan sebesar biji jagung, putih. Pada pemotongan merupakan kista berisi massa kuning seperti
mentega.Mikroskopik : - sediaan menunjukkan jaringan dermis dan
lemak dengan sebukan ringan sel
radang yang tidak spesifik. - sediaan terdapat sarang-sarang abses,
jaringan granulasi, vaskuler, jaringan
fibrokolagen, syaraf tepi dan jaringan otot
lurik dengan sel-sel radang.3.
Hematologi
Hb 12,8 gr%; Ht 37%; Eritrosit 4,1 juta/ul; Leukosit 13700/ul; Trombosit 436000/ul. 3.
PENATALAKSANAAN
Saat dilakukan
pembedahan, ditemukan adanya artritis sternoclavicular dextra dan dislokasi. Selanjutnya dilakukan debridemen untuk
membuang jaringan-jaringan granulasi pada daerah sendi, sinovektomi dan oblique
insisi medial clavicula untuk membuang bagian yang telah meradang. 4.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pre operatif.
Sebelum
dilakukan operasi, klien telah dipuasakan dan menjalani pengosongan saluran
cerna dengan klisma dan diberikan Dulcolak 4 tablet. Premedikasi diberikan yaitu Valium tablet 10
mg. Dari hasil pengkajian ditemukan
bahwa klien mengatakan merasa cemas dengan operasi yang di jalani. Berdasarkan data ini, perawat mengangkat
diagnosa yaitu cemas berhubungan dengan krisis situasi, yang ditandai dengan
peningkatan ketegangan dan peningkatan tekanan darah serta adanya pernyataan
cemas dari klien. Adapun tujuan dari
intervensi ini adalah agar klien tidak mengalami kecemasan menjalani operasi,
dengan kriteria hasil klien nampak relaks dan mau mendiskusikan
kecemasannya. Intervensi yang dilakukan
adalah mengkaji tingkat kecemasan klien dan menggunakan support sistem yang ada
berupa orang yang terdekat dengan klien untuk menemani klien. Setelah dilakukan intervensi akhirnya
kecemasan klien menurun terlihat dengan klien dapat bercakap-cakap santai
dengan kakak klien. Setelah itu klien menjalani operasi. B.
Intra operatif.
Selama
dilakukan operasi, perawat berperan membantu kelancaran operasi dan bekerja
dalam suatu tim dengan dokter bedah dan anestesi. Peran perawat mulai dari persiapan alat-alat
operasi (sebagai instrumentator maupun perawat keliling), pembersihan bagian
tubuh yang akan di operasi dan membersihkan kembali ruangan setelah operasi,
serta mengecek alat-alat pada pasien, berupa infus RL, Dextrose 5%, drain,
kateter, dan Fiksasi dengan figure of 8 memakai mitella 3 mgg. C.
Post operatif.
Pada
post operatif, (di Recovery room), yang paling banyak berperan adalah
bagian anestesi untuk menilai tingkat kesadaran klien yang selanjutnya akan
dibawa kembali ke ruangan. Perawat
berperan dalam mengobservasi keadaan klien khususnya perdarahan pada daerah
operasi. Pada pasien ini tidak ditemukan
perdarahan lanjut, dan setelah kurang lebih 30 menit di ruang pulih sadar,
klien kembali ke ruangan..
DAFTAR
PUSTAKA
Barbara C.
Long, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996.
Robins &
Kumar, Buku Ajar Patologi II, EGC, Jakarta, 1995
No comments:
Post a Comment