WHO AM I?

I PUTU JUNIARTHA SEMARA PUTRA POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN

Saturday, September 22, 2012

MEWUJUDKAN LAYANAN PRIMA

Juniartha Semara Putra

MEWUJUDKAN LAYANAN PRIMA

1.    Dimensi Kualitas Layanan
Menurut Zeithaml, Parasuraman, Berry (A Conseptual Model of Service Quality, Jurnal of Marketing, Vol: 49, Fall 1985, p 47) dimensi dari kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
a.       Reliability menyangkut konsistensi dari performance dan dapat dipercaya.
b.      Responsiveness menyangkut kemauan atau kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan. Hal ini juga menyangkut ketepatan waktu dari pelayanan.
c.       Competence yang bermakna memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.
d.      Access menyangkut kemudahan untuk dihubungi.
e.       Courtesy menyangkut etika kesopanan, rasa hormat, kesungguhan, kerama-tamahan dari penyedia jasa.
f.       Communication berarti menjaga agar tiap pelanggan mendapat informasi sesuai dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keinginan mereka. Hal ini berarti perusahaan jasa transportasi tersebut harus menyesuaikan bahasa mereka dengan konsumen yang berbeda--meningkatkan level bahasa pada pelanggan yang berpendidikan baik serta berbicara secara mudah dan sederhana kepada orang yang baru.
g.      Credibility menyangkut dapat dipercaya, kejujuran penyedia jasa. Hal ini bermakna konsumen memiliki ketertarikan di hati.
h.      Security adalah bebas dari bahaya, resiko, ataupun keraguan.
i.        Understanding/knowing the customer menyangkut berusaha untuk memahami apa yang konsumen butuhkan.
j.        Tangibles menyangkut lingkungan fisik dan gambaran fisik dari suatu jasa.
Dimensi-dimensi dari kualitas pelayanan diatas kemudian dibentuk ulang oleh Zeithmal dan Bitner (2006:116-119) dan mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas pelayanan, yaitu:
a.    Reliability (reliabilitas), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b.    Responsivenes (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani tranksaksi, dan penanganan keluhan pelanggan atau pasien.
c.    Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi: Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. Kesopanan (Coursty), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
d.   Emphaty (empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: Akses (Access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan. Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. Pemahaman pada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e.    Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.

2.    Faktor-Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan
Service Quality (Servqual) secara luas dikenal dengan nama Model Analisis Gap. Model ini dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (2000) sebagai suatu alat survei penelitian yang disebut servqual. Hal ini berdasar pada pikiran bahwa konsumen dapat mengevaluasi kualitas layanan perusahaan dengan membandingkan persepsi dan ekspektasi mereka mengenai servis. Servqual dipandang sebagai alat pengukuran umum yang dapat dipergunakan untuk menganalisa penyebab dari permasalahan servis, dan mengerti bagaimana kualitas layanan dapat diperbaiki dan diperhalus (Han,1997).
Berdasarkan Gaps Model of Service Quality, ketidaksesuaian muncul dari lima macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok (Rangkuti,2003), yaitu :
a.       Satu kesenjangan, yaitu kesenjangan kelima yang bersumber dari sisi pelayanan (pelanggan); dan
b.      Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan pertama sampai dengan keempat, bersumber dari sisi penyedia jasa (manajemen)
Penyebab Utama dari buruknya Servqual
Kesenjangan ini diakibatkan oleh ketidaktahuan manajemen atas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan (Parasuraman et.,al,1990). Hal ini disebabkan oleh:
a.    Kesenjangan 1 (Gap 1)
Kesenjangan antara ekspektasi konsumen dan persepsi manajemen mengenai ekspektasi konsumen. Kesenjangan ini terjadi karena ketidakpahaman manajemen terhadap keinginan pelanggan secara tepat, sehingga tidak diketahui bentuk jasa yang diinginkan konsumen.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 1:
·      Tidak cukupnya analisa pasar
Analisa pasar merupakan kunci utama untuk dapat memahami keinginan customer. Kesalahan dalam menggunakan atau tidak menggunakan hasil riset pemasaran dapat mengakibatkan kesenjangan semakin besar.
·      Hubungan yang kurang baik antara manajemen dengan konsumen
Para manajer kurang berinteraksi langsung dengan pelanggan.
·      Jenjang antara kontak personal dan manajemen
Jenjang yang terlalu banyak dapat mengakibatkan semakin banyak informasi yang hilang atau bahkan salah tafsir antara keinginan pelanggan dan manajemen.
b.   Kesenjangan 2 (Gap 2)
Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai ekspektasi konsumen dengan spesifikasi kualitas jasa. Pihak manajemen mungkin mampu memahami keinginan pelanggan, namun tidak menetapkan standar kinerja tertentu.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 2:
·      Kurangnya komitmen manajemen pada kualitas pelayanan Tidak adanya kepemimpinan dan komitmen pelayanan yang berkualitas menyebabkan karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan kehilangan arah.
·      Persepsi ketidakmampuan/ketidakmungkinan
Manajemen mungkin menganggap tingkat kepentingan dan kebutuhan pelanggan tersebut belum layak dipenuhi berkaitan dengan kemampuan perusahaan.
·      Kurangnya penetapan standar
Standarisasi tugas sulit dilakukan karena tidak dilakukan secara rutin.
·      Tidak adanya penetapan tujuan
Penentuan sasaran sangat diperlukan sebagai pengarah sehingga pegawai menyampaikan pelayanan berkualitas tinggi secara konsisten.
c.    Kesenjangan 3 (Gap 3)
Kesenjangan antara spesifikasi standar kualitas jasa dan pelaksanaan penyampaian jasa. Penyebab kesenjangan ini karena para pelaksana jasa belum memahami tugas, kurang trampil dan tidak memenuhi standar kinerja. Karyawan perusahaan mungkin kurang mendapatkan pelatihan atau mereka bekerja melampaui batas kemampuan mereka serta mereka kurang mau untuk memenuhi standar yang ada.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 3:
·      Kebimbangan para karyawan
Kebimbangan peran karyawan merupakan situasi dimana karyawan merasa bimbang dalam melaksanakan tuntutan perannya.
·      Terjadinya konflik dalam melaksanakan peran
Konflik peran dapat terjadi apabila karyawan menganggap bahwa mereka tidak dapat menyenangkan permintaan atasan dan pelanggan.
·      Ketidakcocokan antara karyawan dan pekerjaannya
Jabatan karyawan dalam melaksanakan kewajibannya dianggap remeh oleh manajemen.
·      Ketidaksesuaian teknologi dengan pekerjaan
Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan dukungan peralatan/teknologi yang tepat.
·      Pengawasan sistem kontrol yang tidak sesuai
Mengadakan pengukuran kinerja karyawan berdasarkan proses penyampaian jasa dan output pelayanan.
·      Kurangnya nilai atau semangat kerja tim
Tim kerja merupakan inti dari kualitas layanan dalam memberikan pelayanan secara optimal pada pelanggan.


d.   Kesenjangan 4 (Gap 4)
Kesenjangan antara pelaksanaan penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (janji perusahaan). Hal ini bisa terjadi karena pelanggan sering dipengaruhi oleh pernyataan janji perusahaan dan iklan perusahaan, sehingga menimbulkan adanya ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dan pelayanan yang disampaikan.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 4:
·      Komunikasi horisontal yang tidak memadai
Kurang lancarnya komunikasi di dalam atau antardepartemen sehingga mengakibatkan konflik antarbagian atau fungsi, sehingga menimbulkan salah pengertian dan rasa saling tidak percaya.
·      Perbedaan kebijakan dan prosedur antarcabang atau departemen
Apabila perusahaan menerapkan kebijakan bahwa setiap cabang dapat membuat kebijakan dan prosedur sendiri-sendiri, maka kualitas pelayanan masing-masing cabang akan berbeda. Sedangkan pelanggan berharap memperoleh kualitas pelayanan yang sama di setiap cabang.
·      Kecenderungan untuk memberi janji secara berlebihan
Tingginya intensitas persaingan yang semakin tinggi menyebabkan perusahaan mengalami tekanan yang lebih kuat. Kondisi inilah yang menyebabkan perusahaan terpaksa membuat janji yang berlebihan.
e.    Kesenjangan 5 (Gap 5)
Kesenjangan ini merupakan kesenjangan antara persepsi konsumen dengan ekspektasi konsumen. Kesenjangan ini terjadi karena pihak perusahaan tidak dapat memberikan apa yang diinginkan konsumen. Kesenjangan ini dapat pula terjadi karena konsumen mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda serta salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Supaya dapat memberikan servis kualitas yang terbaik pada konsumen maka tiap perusahaan harus mau dan mampu untuk memperbaiki servis kualitas mereka masing-masing.

3.    Strategi Mewujudkan Layanan Prima
Kajian mengenai pentingnya pelayanan yang baik terhadap pelanggan di perusahaan-perusahaan dikembangkan Total Quality Service (TQS), yaitu sistem manajemen strategi dan integratif yang melibatkan semua manajer dan pegawai serta menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan (stamatis, 1996).
Stategi          :    Cara atau pendekatan yang efektif diterapkan guna mencapai sasaran organisasi melalui pelayanan yang baik kepada pelanggan.
Sistem           :    Program dan prosedur yang baik dirancang guna mendorong penyampaian pelayanan yang nyaman dan berkualitas terhadap pelanggan.
SDM             :    Pegawai di semua posisi yang memiliki kapasita yang bersifat  responsif terhadap keinginan pelanggan.
       Tujuan TQS adalah mewujudkan tercapainya pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan. Sistem TQS berfokus kepada empat bidang sebagai berikut :
a.      Berfokus kepada pelanggan
Prioritas utama adalah identifikasi pelanggan (interna-eksternal). Setelah pelanggan diidentifikasi, kemudian mengidentifikasi keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan. Selanjutnya dirancang sistem yang dapat memberikan jasa tertentu yang memenuhi keinginan pelanggan tersebut. Dengan demikian, perhatian diarahkan kepada pelanggan.
b.      Keterlibatan pegawai secara menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan harus dilibatkan secara menyeluruh. Karena itu, manajemen harus dapat memberikan peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada dalam organisasi, serta memberdayakan pegawai atau karyawan dalam merncang dan memperbaiki barang, jasa, sistem , dan organisasi.
c.       Sistem pengukuran
Komponen dalam sistem pengukuran terdiri :
Ø  Menyusun standar proses dan produk (barang dan jasa)
Ø  Mengidentifikasi ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya dengan keinginan pelanggan.
Ø  Mengoreksi pennyimpangan dan peningkatan kerja.
d.      Perbaikan berkesinambungan
Ø  Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses
Ø  Mengantisipasikan perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para pelanggan.
Ø  Mengurangi waktu siklus suatu proses produksi dan distribusi
Ø  Dengan senang hati menerima umpan balik dari pelanggan
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan TQS menawarkan model yang disebut Siklus Deming, yang terdiri dari empat komponen utama, disingkat PDCA (Plan, Do, Check and Act).
a.    Plan (Perencanaan)
1)      Langkah pertama,

4.    Mengukur Kualitas Layanan
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan di dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan peternakan di lokasi proyek.
1        Data yang dikumpulkan
ü  Jenis Pelayanan. Tanyakan kepada Pemberi pelayanan (baca: Petugas Dinas), yang akan diukur tingkat kepuasan pemberian pelayanannya, tentang jenis-jenis pelayanan yang biasa diberikan, siapa yang memberikan pelayanan dan kepada siapa pelayanan tersebut diberikan.
ü  Tuliskan setiap jenis pelayanan tersebut karena pelayanan inilah yang akan diukur kinerjanya di dalam memberikan kepuasan terhadap pelanggan
ü  Kinerja Pelayan dan Tingkat Kepentingan Pelayanan. Diskusikan dengan pelanggan tentang:
Ø  faktor-faktor yang akan dipergunakan di dalam mengukur kinerja pelayanan, misalnya: tingkat keahlian, ketepatan waktu, kemudahan dihubungi, kemampuan menyelesaikan masalah dan fasilitas yang dimiliki di dalam memberikan pelayanan.
Ø  tingkat kepentingan pelayanan.
ü  Minta Pelanggan agar memberikan nilai terhadap kinerja dan tingkat kepentingan pelayanan




2        Bagaimana mengumpulkan data
a.      Responden
ü  Respondent dipilih secara acak.
ü  Identifikasi pelanggan yang akan menjadi responden
ü  Lakukan wawancara perorangan menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat kepentingan pelayanan dan kinerja pemberi pelayanan.
b.      Waktu
ü  Pilih waktu yang tepat bagi pelanggan. Ketahui saat saat sibuk kegiatan usaha tani (saat tanam atau saat panen), sibuk adat dan agama.
ü  Jangan menentukan waktu sendiri, tetapi rundingkan dengan pelanggan kapan waktu luang mereka, sehingga ada kesepakatan. Apakah siang atau malam hari?
ü  Jawaban yang akurat hanya dapat diperoleh bila pelanggan dengan senang hati memberikan informasi.
c.       Lokasi
ü  Penentuan lokasi pengukuran kepuasan pelanggan sangat tergantung dari cakupan kajian. Bisa di tingkat kelompok tani, atau desa atau kabupaten.
ü  Untuk cakupan lokasi yang luas lakukan sampling pemilihan lokasi. Pilih lokasi yang representatif. Banyak cara untuk melakukan sampling ini, tetapi itu bukan maksud dari penyusunan manual ini.
3.      Metoda analisis
ü  Kompilasikan angka-angka penilaian kepuasan pelanggan terhadap:
v  tingkat kepentingan pelayanan menurut petani,
v  kinerja Pelayan di dalam memberikan pelayanan, menurut faktor-faktor yang disepakati untuk diukur, ke dalam sel-sel di dalam Matriks Kepuasan Pelanggan

4.      Survey Baseline dan Survey Lanjutan
v  Apabila dibutuhkan untuk membandingkan data sebelum dan sesudah proyek – untuk mengukur perubahan di dalam tingkat kepuasan p[elanggan – lakukan beberapa kali survey yang sama. Biasanya, lakukan survey dasar dan survey lanjutan.
v  Selang waktu antara dua survey tergantung dari tujuan survey dan juga masa proyek. Ini dapat dilakukan terus menerus, secara periodik, atau pada awai dan akhir proyek.
5.      Interpretasi
Tingkat kepuasan pelangan didefinisikan dengan parameter-parameter sebagai berikut:
v  Kepuasan pelanggan tinggi: persentase responden yang melaporkan tingkat kepentingan pelayanan lebih besar dari 3 (4 atau 5) dan menilai tingkat kinerja pelayanan lebih besar dari 3 (4 atau 5). Pada kondisi ini pelanggan menemukan bahwa kinerja pemberi pelayanan adalah baik didalam memberikan pelayanan yang penting bagi keputusan mereka didalam menentukan produksi.
v  Kepuasan pelanggan sedang: persentase responden yang menilai kepentingan pelayanan adalah sedang sampai tinggi (3, 4 atau 5) tetapi menilai kinerja pemberi pelayanan hanya sedang (3); atau sebaliknya menilai kinerja pelayanan sedang sampai tinggi (3,4 atau 5) tetapi menilai kepentingan hanya sedang (3).
v  Kepuasan pelanggan rendah: persentase responden yang menilai kepentingan pelayanan sedang sampai tinggi (3, 4 or 5) tetapi kinerja pelayanan rendah dan sangat rendah (2 or 1).
v  Pelayanan tidak efisien: area kunci dari matriks kepuasan pelanggan dari responden yang menilai pelayanan tidak penting (2 atau 1) tetapi kinerja pemberi pelayanannya dinilai sedang sampai sangat baik (3, 4 atau 5). Kategori ini menunjukkan dua kemungkinan skenario yaitu sumberdaya pemerintah dibuang-buang (karena pelayanan yang tidak penting diberikan secara baik) atau program dimana terjadi eksternaliti positif yang tidak dikenal petani.
v  Pelayanan ‘tidak berguna’: persentase responden yang melaporkan tingkat kepentingan pelayanan rendah atau sangat rendah (2 atau 1) dan kinerja pemberi pelayanannya juga rendah dan sangat rendah (2 atau 1). Pada kondisi seperti ini, lupakan dan tinggalkan saja pelayanan tersebut
6.      Analisa Perbandingan
v  Data kepuasan pelanggan dapat dianalisa berdasarkan setiap pelayanan atau lokasi geografis (kabupaten atau propinsi) atau tingkat kesejahteraan, tergantung dari tingkat kepentingan dan keinginan tim evaluasi.
v  Matriks dapat diaplikasikan untuk data dari pelayanan khusus, misalnya pelayanan khusus lintas area geografis atau antar tingkat kesejahteraan. Juga data dapat diagregasi untuk mengindikasikan keseluruhan kepuasan dari kelompok yang diberikan pelayanan.
v  Dengan demikian analisis dapat dilakukan untuk membandingkan tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan:
a.       Pelayanan ke pelayanan;
b.      Baseline dan kajian lanjutan;
c.       Sebelum dan sesudah proyek;
d.      Kabupaten dengan kabupaten lain;
e.       Tahun pertama agregasi dengan tahun berikutnya agregasi

Mengukur kualitas sebuah jasa merupakan sesuatu yang cukup sulit, karena sifa jasa itu sendiri yang abstrak dan tidak berwujud. Untuk menampilkan dimensi-dimensi pengukuran dalam service quality dapat digunakan metode Servqual, dimana dimensi yang diukur adalah reliability, tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty. Servqual merupakan salah satu instrument yang diperkenalkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
            Metode Servqual menggunakan user based–approach, yang mengukur kualitas jasa secara kuantitatif dalam bentuk kuisioner dan mngandung dimensi-dimensi kualitas jasa seperti reliability, tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty.  Definisi ke 5 dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Reliability
Kemampuan perusahaan atau service provider untuk memenuhi janjinya kepada pelanggan. Kehandalan atau performansi terhadap service yang diberikan sangatlah penting dalam reliability ini. Hal ini menunjukkan bahwa service dapat diselesaikan tepat waktu, dengan cara yang sama, dan tanpa kesalahan tiap waktu. Contohnya, menerima surat kira-kira pada saat yang sama setiap hari adalah hal penting untuk kebanyakan orang. Reliabilitas juga cenderung terjadi di kantor, dimana keakuratan pembayaran dan penyimpanan salinan data sangat diharapkan
2.      Responsiveness
Keinginan provider untuk membantu customer dengan penyediaan layanan secara tepat. Jika kegagalan sebuah service terjadi, kemampuan untuk memperbaikinya secara cepat dan dengan keprofesionalisan dapat menciptakan persepsi positif tentang kualitas. Contohnya, yaitu service berupa minuman dari penerbangan yang tertunda dapat menhilangkan pengalaman pelanggan yang tidak menyenangkan menjadi momen yang sangat mengasyikan.
3.      Assurance
Pengetahuan dan keramahan dari para karyawan haruslah sebaik kemampuan mereka untuk menanamkan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi asuransi meliputi : Kompetensi atau jaminan untuk memberikan service terbaik, kesopanan dan respek kepada pelanggan, komunikasi yang efektif degnan pelanggan, dan anggapan dari operator bahwa pelanggan adalah segalanya bagi mereka.
4.      Empati.
Perhatian individu terhadap pelanggan. Empati meliputi: approachbilitas, sensitivitas, dan usaha untuk memahami keinginan pelanggan. Salah satu contoh empati adalah kasus pelayanan perusahaan pesawat terbang yang mana customernya mengalami miskomunikasi dan perusahaan berusaha membantu untuk bisa memecahkan masalahnya.
5.      Tangibles.
Tampilan atau fasilitas fisik yang dimiliki oleh service provider. Bisa berupa perlengkapan, personel, dan material komunikasi. Kondisi tampilan fisik yang mendukung bisa berupa fakta-fakta yang dapat dilihat. Perkiraan dimensi ini juga dapat di hubungkan dengan service terhadap pelanggan. Contoh dari tangibles ini bisa berupa fasilitas kebersihan yang ada di suatu bank.

Sumber:

-          http://triatmojo.wordpress.com/2006/09/24/mengukur-kepuasan-pelanggan/


No comments: