Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIRSPRUNG / MEGA COLON
A. Pengertian
Hirschsprung
atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid Colon dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
Penyakit
Hirschsprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir £
3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
B. Etiologi
Adapun
yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan
Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C.
Patofisiologi
Istilah
congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta
spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (
Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua
ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal.
Isi
usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu
karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S &
Wilson, 1995 : 141 ).
D.
Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam
24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah
bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus
letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis
sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen
dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti
obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi
ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang
menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson,
2002 : 317 ).
1.
Anak – anak
a
Konstipasi
b
Tinja seperti pita dan berbau busuk
c
Distenssi abdomen
d
Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e
Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily
& sowden, 2002 : 197 ).
2.
Komplikasi
a
Obstruksi usus
b
Konstipasi
c
Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d
Enterokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos
operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan
pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a
Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur
di bagian usus yang menyempit
c
Entrokolitis padasegmen yang melebar
d
Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan
K, 2004 : 17 )
2.
Biopsi isap
Yaitu
mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion
pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3.
Biopsi otot rektum
Yaitu
pengambilan lapisan otot rektum
4.
Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari
hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas
enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari
jaringan biopsi usus
(
Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6.
Pemeriksaan colok anus
Pada
pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F.
Penatalaksanaan
1.
Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik
di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus
besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan
medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap
segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau
dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds )
atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (
Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada
beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley
& Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering
dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2.
Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
a
Membantu
orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b
Membantu
perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c
Mempersiapkan
orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d
Mendampingi
orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada
perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein
serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
2.
Fokus Intervensi
a.
Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan
Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa
adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan
beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih
baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan
Fisiologis NaCl 0,9 %
2.
Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam
sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal –
bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan
konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah
dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan
tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien
menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2.
Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di
anjurkan
Intervensi
1.
Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet
yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi
( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai
merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan
dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat
mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1.
Turgor kulit lembab.
2.
Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada
pasien
2.
Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi
turgor, intake – output
3.
Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi
devisit cairan tubuh dengan segera
d.
Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley &
Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1.
Pengetahuan
pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi
penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya
kembali
Intervensi
1.
Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal –
hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2.
Kaji
pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3.
Kaji latar belakang keluarga
4.
Jelaskan
tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga
pasien
5.
Jelaskan
semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien, menggunakan
liflet atau gambar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani,2001:60).
DAFTAR
PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3, Jakarta
: Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku
Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung.
Jakarta :
sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu
Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson,
W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta :
EGC
Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I.
Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman.
( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi
dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong,
Donna ( 2004 ). Keperawatan
Pediatrik. Alih
Bahasa Monica Ester. Jakarta :
EGC
Yupi,
S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment