Juniartha Semara Putra
Mengetahui definisi dan tujuan praktik keperawatan
Mengetahui pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan
Untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan
Mengetahui isi Undang-Undang yang ada di Indonesia yang
berkaitan dengan praktik keperawatan
Mengetahui tujuan dan komponen regulasi dalam praktik
keperawatan
Agar perawat semakin profesional dan proporsional sesuai dengan
tanggung jawab yang harus dipenuhi.
Diharapkan tidak terjadi adanya overlap.
Menghindari terjadi malpraktik yang kemungkinan dapat terjadi.
Meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan bidang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan
diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun
1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk
perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang
perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat
bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara
tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan
tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan
kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan
dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka
miliki.
12 Mei 2008 adalah
Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut akan digunakan untuk
mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik
keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa
keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat
terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah
tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi
tenaga perawat dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari
negara-negara Asia, terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang
berdampak pada sulitnya menembus globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan
mendapat pengakuan dari negara lain, sementara mereka akan mudah masuk ke
negara kita.
Masih perlukah kita mempertanyakan lagi, apakah
harus ada Undang Undang Praktik Keperawatan di bumi pertiwi ini? Jawaban dari
pertanyaan yang amat mendasar, apakah masyarakat Indonesia mempunyai hak untuk
menerima pelayanan keperawatan yang bermutu, adalah jawaban untuk memastikan
bahwa Undang Undang Praktik Keperawatan, terlalu terlambat untuk disahkan,
apalagi untuk dipertanyakan. Sementara negara negara ASEAN seperti Philippines,
Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan
(Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.
Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih lebih lagi
siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing masuk ke negaranya dan
perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual
Recognition Arrangementdi Philippines tahun 2006, posisi Indonesia sama
dengan Vietnam, Laos dan Myanmar.., yang belum memiliki Konsil Keperawatan.
Memprihatinkan.....!!! Sangat wajar, jika PPNI pada Rakernas II di Semarang
mendeklarasikan ”Gerakan Nasional: Sukseskan Undang Undang Praktik
Keperawatan”. Gerakan Nasional ini menggunakan momentum International
Nurses Day, 12 Mei 2008, sebagaiHari Kebangkitan Perawat Indonesia.
Bangkitlah PerawatIndonesia....berikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia.
Bersama Perawat, Masyarakat Sehat...!!! ”
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari
makalah ini adalah untuk mengetahui masalah-masalah RUU praktik keperawatan.





C. METODE
Dalam pembuatan makalah ini,metode yang digunakan adalah metode
deskriftif yang mencangkup pengumpulan buku dan literature serta diskusi
kelompok.
D. SISTEMATIKA
Adapun
sistematika pada penyusunan makalah ini adalah :
BAB I Pendahuluan
BAB II Konsep
Dasar
BAB III Pembahasan
BAB III Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR ASPEK
HUKUM DAN UNDANG-UNDANG
YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEPERAWATAN
A. PENTINGNYA
UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEPERAWATAN
Ada beberapa
alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan
filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat
kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil
dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi
dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hokum (WHO,
2002).
Kedua, alasan yuridis.
UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU
Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga, alasan
sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam
pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan
pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih
holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai
fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu,
masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan
keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan
memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan .
Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga
perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat
menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu.
Berdasarkan hasil
kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat perawat yang
menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan
tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedung puskesmas (97,1%), melakukan
pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan(57,7%),
melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas administrasi
seperti bendahara,dll (63,6%).
Pada keadaan darurat
seperti ini yang disebut dengan “gray area” sering sulit dihindari. Sehingga
perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami
kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat
perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi
keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari
dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi
sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan
perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita
jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-daerah tepencil. Dengan
pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai.
Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak
dipertanggungjawabkan secara professional.
Pada tahun 1989, PPNI
sebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan
terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha
mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang
didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23,
1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa
keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP
No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi RUU Keperawatan
pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui
bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan 2 cara yakni
melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif
Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI memperjuangkan RUU Keperawtan melalui
pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak
sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU Keperawatan berada pada urutan
250-an pada program Legislasi Nasional (Prolegnas) , yang ada pada tahun 2007
berada pada urutan 160 (PPNI, 2008).
Tentunya pengetahuan
masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait
status DPR yang merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga
pembahasan-pembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di
masyarakat. Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU
Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI.
Dalam UU Tentang
praktik keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi :
“ Asuhan keperawatan
adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung
atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan
kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan
kode etik dan standar pratik keperawatan.
Dan pasal 2 berbunyi :
“ Praktik keperawatan
dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada nilai ilmiah, etika dan
etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta
keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.
B. UNDANG-UNDANG YANG
BERKAITAN DENGAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan
diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun
1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk
perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya Undang-Undang
perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat
bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara
tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus
pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran,
fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama
pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang
mereka miliki.
UU dan peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang
berkaitan dengan praktek keperawatan :
1. UU No. 9 tahun 1960,
tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (tugas
Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur
kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963
tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan
penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana
dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker.
Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan
pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan
tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan
tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan terbats
untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan
sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis
(tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum
bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum
tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan
perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung
jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU kesehatan No. 14
tahun 1964, tentang wajib keja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3)
dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wqajib
menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3
dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut
pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga
peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk
saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat
pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut
sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu
diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja
pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No.
262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis
menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic
non keperawata. Dari aspek hukum, sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa
tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga
keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/
Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat
suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.
Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan
tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan. Dokter dapat membuka
praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan
dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi
propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan membuka
praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau
mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam dipuskesmas-
puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi
perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah. Bila memang secara resmi tidak
diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif atau
pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.
6. SK Mentri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember 1989,
tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini
dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya
setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini,
tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang kesehatan, yang sudah
mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D
III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.
System ini menguntungkan
perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/
golongan atasannya
7. UU kesehatan No. 23
tahun 1992
Merupakan UU yang
banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan
professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak
pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
Beberapa pernyataan UU
kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU praaktik
keperawatan adalah :
a. Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan
dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya
dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
b. Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan
berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui dengan
profesinya.
c. Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien.
C. UNDANG-UNDANG YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN
1. Undang – Undang No.23
tahun 1992 tentang kesehatan
Pasal 32
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan keschatan
diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit,
mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.
(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan
dengan pengobatan dan atau perawatan.
(3) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan
ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Pasal 50
(1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau
melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan
tenaga kesehatan yang bcrsangkutan.
Pasal 53
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Pasal 54
(1) Terhadap tenaga keschatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
Pasal 55
(1) Setiap orang berhak
atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
2. PP no.32 tahun 1996
tentang kesehatan
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatan hanya
dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan
memiliki ijin dari Menteri.
3. KepMenKes No.1239/2001
tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan
Bab III
Pasal 8
(1) Perawat dapat
melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik
perorangan dan atau kelompok.
(2) Perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki
SIK.
(3) Perawat dalam
melaksanakan praktik perorangan / berkelompok harus memiliki SIIP.
Bab IV
Pasal 15
Perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk :
(1) Melaksanakan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,
perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
(2) Tindakan keperawatan
sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi
keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
(3) Dalam melaksanakan
asuhan keperawatan sebagaimanadimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan
standart asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Pelayanan tindakan
medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter
Pasal 17
Perawat
dalam melaksanakan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan
pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi.
Pasal 20
(1) Dalam keadaan darurat
yang mengancam jiwa seseorang / pasien, perawat berwenang untuk melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
(2) Pelayanan dalam
keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan
jiwa.
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A. MALPRAKTIK
Malpraktek merupakan
istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara
harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”,sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau
tindakan yang salah”.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan
istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi
malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
B. BEBERAPA MASALAH HUKUM
DAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah
diidentifikasi oleh para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat
disini meliputi :
· Menandatangani
Pernyataan Hukum
Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk
sebagai saksi. Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang
dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian
perawat disarankan mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari
atasan.
· Format Persetujuan (Consent)
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan
dalam bentuk yang cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format
persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan
kesanggupan pasien untuk dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan
lain adalah format persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini
biasanya berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau
perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.
· Insident Report
Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang
mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera
membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi
klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien jatuh dari kamar mandi,
jarinya terpotong oleh alat sewaktu melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan
obat dan lain-lain. Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi
tahu.
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan
ini. Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format
buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report
antara lain :
- tulis kejadian sesuai
apa adanya
- tulis tindakan yang
anda lakukan
- tulis nama dan tanda
tangan anda dengan jelas
- sebutkan waktu
kejadian ditemukan
· Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu
komponen yang penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun
mahirnya keterampilan anda dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau
dicatat tetapi tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap
selesai melakukan suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara
jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta
mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda tangan yang memberikan
tindakan.
· Pengawasan Penggunaan
Obat
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan
obat. Obat ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus
dengan resep dokter. Obat-obat tersebut misalnya narkotik disimpan
disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan hanya oprang-orang yang berwenang
yang dapat mengeluarkannya. Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam
pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik ini, perawat harus selalu
memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar.
· Abortus Dan Kehamilan
Diluar Secara Alami
Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi
sehingga fetus tidak mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan
tindakan pemusnahan yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus
manusia sebelum masa lahir secara alami.
Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai
pendapat telah diajukan baik yang menyetujui maupun yang menentang.
Factor-faktor yang mendorong abortus antara lain karena :
- Pemerkosaan
- Pria tidak bertanggung jawab
- Demi kesehatan mental
- Kesehatan tubuh
- Tidak mampu merawat bayi
- Usia remaja
- Masih sekolah
- Ekonomi
(KR, 1994)
Yang dimaksud dengan kelahiran yang diluar secara alami meliputi
kelahiran yang diperoleh dengan tidak melalui hubungan intim suami istri
sebagai mana mestinya. Misalnya melalui fertilisasi invirto (bayi tabung).
Di Indonesia setiap tahun terdapat 2,6 juta kasus aborsi.
Sebanyak 700.000 pelaku aborsi itu adalah remaja atau perempuan berusia di
bawah 20 tahun. Penyebab utamanya adalah kurangnya perlindungan terhadap
perempuan. ”Survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2006 menyebutkan, aborsi
mengakibatkan 68.000 kematian. Aborsi menyebabkan jutaan perempuan terluka dan
menderita cacat permanen,” (Atwirlany). Menurut Deputi III Perlindungan
Perempuan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Endang Susilowati
Poerjoto mengatakan, sebagian besar pelaku melakukan aborsi lantaran
kehamilan tidak diinginkan. Hal itu menunjukkan salah satu faktor utama aborsi
adalah kurangnya perlindungan terhadap perempuan.
Kerap kali perempuan, terutama remaja putri, mendapat perlakuan
tak senonoh dari teman lelaki. Tak jarang mereka mengalami kekerasan seksual
dari saudara, tetangga, atau bahkan ayah kandung. Menurut Susilowati, minimnya
perlindungan perempuan mengakibatkan remaja putri kecanduan narkoba. Pada 2007,
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan mencatat angka kematian
penyalahgunaan narkoba 15.000 orang per tahun. ”Kementerian telah memfasilitasi
135 kabupaten dan kota di Indonesia mendirikan badan
perlindungan perempuan guna mencegah agar kasus itu tidak bertambah dan
merambah ke desa-desa,” katanya. Setiap pemerintah daerah, lanjutnya, perlu
membuat kebijakan berbasis kesetaraan jender. Mereka harus menerapkan zero
tolerance policy untuk tindak kekerasan terhadap perempuan.
“Dari penelitian who,
diperkirakan 20-60 persen aborsi di indonesia adalah aborsi disengaja
(induced abortion). penelitian di 10 kota besar dan enam kabupaten di indonesia memperkirakan
sekitar 2 juta kasus aborsi, 50 persennya terjadi di perkotaan. kasus
aborsi di perkotaan dilakukan secara diam-diam oleh tenaga kesehatan (70%), sedangkan
di pedesaan dilakukan oleh dukun (84%). klien aborsi terbanyak berada pada
kisaran usia 20-29 tahun.
Aborsi di indonesia
dilarang lewat undang-undang (UU) ri nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan
juga untuk kalangan muslim lewat fatwa majelis ulama indonesia (MUI) nomor 4
tahun 2005. (tetapi fatwa membolehkan aborsi dalam keadaan darurat di mana
nyawa ibu terancam).
Kontroversi Aborsi
Aborsi di Indonesia
masih merupakan perbuatan yang secara jelas dilarang, terkecuali jika ada
indikasi medis tertentu yang mengakibatkan terancamnya hidup dari sang Ibu. Di
dunia Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang
menentang aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi) berikut dengan
berbagai argumentasi yang melatarbelakanginya.DiIndonesia sendiri,
meski aborsi dilarang, namun tetap banyak perempuan-perempuan yang melakukan
aborsi. Baik dilakukan berdasarkan indikasi medis tertentu maupun indikasi non
medis.
Dalam
aborsi, kami cenderung melihatnya dari sisi non moral, karena problem moral
haruslah diletakkan dalam koridor moral semata dan tentu bukan dalam koridor
moral yang dimasukkan unsur-unsur hukum. Beberapa contoh bagaimana terkadang
moral dan hukum, dalam pandangannya, tidak mampu untuk menjawab persoalan
persoalan ini.
Contoh
A: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak
dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam terminologi adanya
kekuatan yang melakukan pembersihan etnis dimana dia adalah salah satu etnis
yang hendak disapu bersih.
Contoh
B: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak
dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan
dalam keluarga.
Contoh
C: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak
dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan
di lingkungan kerja. Dia sendiri sudah bersuami dan memiliki anak-anak yang
baik dan lucu-lucu
Contoh
D: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang tidak
dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks kejahatan
biasa. Dia diperkosa karena ada perampok yang memasuki rumahnya.
Contoh
E: Seorang perempuan yang hendak melangsungkan perkawinan, ternyata telah hamil
sebelum perkawinannya berlangsung. Sementara calon suaminya sendiri kabur entah
kemana dan tak dapat dilacak kembali
Jika
perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia akan
menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak
diinginkan akan merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan
bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh
dirinya maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang
tak ada habisnya
Dari
titik ini, terkadang saya berpikir, haruskah aborsi merupakan jalan keluar? dan
kalau dia hendak melakukan aborsi, dan bila aborsi tersebut illegal, justru
malah akan mengancam kehidupannya sendiri, karena dia akan pergi ke
klinik-klinik kelas tiga atau malah ke dukun, seperti beberapa kasus yang
terjadi belakangan ini.
· Kematian Dan masalah
Yang Terkait
Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain
meliputi pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian
dinyatakan oleh dokter dan ditulis secara sah dalam surat pernyataan
kematian. Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan
keluarga mendapat satu lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan
kepada kerabat serta keperluan ansuransi. Pada keadaan tertentu misalnya untuk
keperluan keperluan peradilan, dapat dilakukan bedah mayat pada orang yang
telah meninggal.
C. PELINDUNGAN HUKUM UNTUK
KEPERAWATAN
Perawat sebagai tenaga professional memiliki akuntabilitas
terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat membuat kesalahan dan kelalaian baik yang disengaja
maupun yang tidak sengaja.
Untuk menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus
dilindungi terutama dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan
darurat. Sebagai contoh, misalnya di amerika serikat terdapat UU yang bernama
Good Samaritan Acts yang melindungi tenaga kesehatan dalam memberikan
pertolongan pada keadaan darurat. Di Kanada, terdapat UU lalu lintas yang
membolehkan setiap orang untuk menolong korban pada setiap situasi kecelakaan,
yang bernama Traffic Acts.
Di Indonesia, dengan telah terbitnya UU kesehatan No.23 tahun 1992
memberikan suatu jalan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah termasuk disini
UU yang mengatur praktik keperawatan dan perlindungan dari tuntunan malpraktik.
Diberbagai Negara maju dimana tuntutan malpraktik terhadap tenaga professional
semakin meningkat jumlahnya, maka berbagai area pelayanan kesehatan telah
melindungi para tenaga kesehatan termasuk perawat dengan asuransi liabilitas
atau asuransi malpraktik. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak menutup
kemungkinan dimasa mendatang asuransi malpraktik juga perlu
dipertimbangkan bagi semua tenaga kesehatan termasuk perawat di Indonesia.
D. MENCEGAH MASALAH HUKUM
Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai
praktik kesehatan termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk mencegah
terjadinya malpraktik. Berbagai UU praktik kesehatan telah mulai diupayakan
untuk memberikan arahan bagi praktik professional dan perlindungan bagi praktik
kesehatan. Peradilan profesi semakin banyak dibicarakan bagi pemikir hukum
kesehatan (misalnya PERHUKI dan pemerintah) yang nantinya dapat memberikan
pengayoman hukum bagi tenaga kesehatan dan bagi masyarakat.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena
menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama
“mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih
baik dari pada memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus
mengetahui prinsip-prinsip dalam mencegah hukum.
Dibawah ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan
perawat yang merupakan nurse defender terhadap masalah hukum :
1. Ketahui hukum atau UU yang mengatur praktik
anda.
2. Jangan melakuakn apapun yang anda tidak tahu
bagaimana melakukannya (bila perlu, pelajarilah caranya).
3. Pertahankan kompetisi praktik anda, penting
mengikuti pendidikan keperawatan berkelanjutan.
4. Sebagai penuntut untuk meningkatkan praktik,
mendapatkan kritik, dan kesenjangan pengetahuan/keterampilan, lakukan
pengkajian diri, evaluasi kelompok, audit dan evaluasi dari supervisor.
5. Jangan ceroboh dalam melakukan praktik
keperawatan.
6. Tetap perhatian pada pasien dan keluarganya.
7. Sering berkomunikasi dengan orang lain, jangan
menutup diri.
8. Catat secara akurat, objektif dan lengkap,
jangan dihapus.
9. Delegasikan secara aman dan absah, ketahui
persiapan dan kemampuan orang-orang dibawah pengawasan anda.
10. Bantu pengembangan kebijakan dan prosedur
(dalam badan hukum).
11. Ikuti asuransi malpraktik, jika saat ini
tersedia.
(Jones, 1993)
E. REGULASI DALAM PRATIK
KEPERAWATAN
1. Yang Mendasari
Pentingnya Regulasi
Agar
melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil
KeperawatanIndonesia yang kelak ditetapkan dalam UU praktik keperawatan
akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan
membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi
perawat yan mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa
perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang
diperlukan untuk bekerja sesuai standar. Masyarakat membutuhkan pelayanan
keperawatan yang bermutu sebagai bagian integrar dari pelayanan kesehatan, dan
memperoleh kepastianhukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan.
2. TUJUAN REGULASI
Adapun tujuan dari regulasi adalah sebagai berikut :




3. KOMPONEN REGULASI
Pertama,
keperawatan sebagai profesi memiliki karakteristik yaitu adanya kelompok
pengetahuan (body of Knowledge) yang melandasi keperampilan untuk menyelesaikan
masalahg dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standard
an diselenggarakan diperguruan tinggi; pengendalian terhadap stndar praktik;
bertanggung jawab dan bertangguang gugat terhadap tindakan yang dilakukan;
memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup; dan memperoleh
pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan
pelayanan dan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan system klien
(individu, keluarga, kelompok dan komunitas).
Kedua, kewenangan penuh
untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu
system pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menurut perawat untuk
akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang
dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak
bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur system
registarasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan denga nperaturan dan
perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat
yang tidak kompeten, karena konsil keperawatan Indonesia yang kelak
ditetapkan dalam UU praktik keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil
Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenagan
melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan
yang dipersyaratakan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi
ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan
mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah
memberikan konstibusi besar dalam meningkatkan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari layanan pemerintah dan
swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberioan
perlindungan hukum, bahkan cendrung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki
kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan professional, semangat pengabdian
yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur, dan dapat memegang
teguh etika profesi. Disamping itu, UU ini memiliki tujuan lingkup profesi yang
jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat,
profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang,
optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal,
keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesioan (WHO, 2002).
Keempat,
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigm dalam pemberian
pelayanan kesehatan, dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada
diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigm sehat yang lebih holistic
yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan
(Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang
mudah dijangkau, pelayanan keperaweatan yang bermutu sebagai bagian yang
integrar dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada
pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah yang telah dibahas pada bab
sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Perawat telah memberikan konstribusi besar
dalam peningkatan derajat kesehatan.
2. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat.
3. 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia.
Di Indonesia, memontum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak
mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan.
4. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum
bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat.
5. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah
tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi
tenaga perawat dalam jumlah besar.
6. Perawat Indonesia dinilai belum bisa
bersaing ditingkat global.
7. Undang Undang Praktik Keperawatan, terlalu
terlambat untuk disahkan, apalagi untuk dipertanyakan. Sementara negara negara
ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki
Undang- Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun
yang lalu.
8. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi
perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap
pelayanan yang mereka lakukan.
9. Konsil keperawatan bertujuan untuk melindungi
masyarakat, menentukan siapa yang boleh menjadi anggota komunitas profesi
(mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas
anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan).
10. UU Praktik Perawat, selain mengatur
kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan profesi perawat, kesejahteraan
perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin perlindungan kepada pemberi dan
penerima layanan kesehatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Rahajo J.Setiajadji.
2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan Edisi 1. Jakarta:EGC
_______://my.opera.com/ramzkesrawan/blog/show.dml/3792781
_______://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/04/12/prn,20040412-06,id.html
No comments:
Post a Comment