Juniartha Semara Putra
Kegagalan ginjal
dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital menimbulkan keadaan yang disebut uremia
atau penyakit ginjal stadium akhir (PGSA). Perkembangan terus berlanjut sejak
tahun 1960 dari teknik dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan
PGSA merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti. PGSA adalah
sebab utama dari morbiditas dan mortalitas di luar negara Indonesia. Hampir
sepuluh ribu orang pertahun mengalami PGSA. ( Price, S.A., dkk, alih bahasa
Peter, A., 1995 : 769)
BAB II
“Gagal ginjal kronik adalah penyakit
renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah)”. (Smeltzer, S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y.,
dkk, 2001:1448)
Menurut Price, S.A., dkk, alih
bahasa Peter, A., (1995:773) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis
(vasomotor), syaraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke
dalam ginjal, syaraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal“.



Fungsi renal Gangguan
fungsi
menurun Fungsi glomerulus ginjal
Rencana keperawatan
yang telah ditetapkan disesuaikan dengan kemampuan, kondisi, sarana dan
kebutuhan klien serta melibatkan klien dan keluarga untuk mengatasi masalah
keperawatan yang aktual maupun potensial. Perencanaan ditujukan untuk pemenuhan
rasa nyaman : nyeri, memenuhi kebutuhan nutrisi, mengurangi kelelahan,
mengatasi masalah keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah terjadinya
perluasan infeksi, mengatasi gangguan integritas kulit dan mengatasi kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Denison ,
R.D., 1996, PASS CCRN, Missouri , Mosby-Year
Book.
Moore , K.L, Anne, M, R. Agur, 2002, Anatomi
Klinis Dasar, Alih bahasa Hendra Laksman., Jakarta , Hipokrates.
Tujuan
Diet Pada Gagal ginjal

Bahan
Makanan Yang Boleh Diberikan




ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL KRONIK e.c NEFROLITHIASIS BILATERAL DAN POST
NEFROLITOTOMI KIRI DI RUANG 2
PERJAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem
perkemihan merupakan salah satu sistem yang penting dalam tubuh manusia. Sistem
perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra yang
menyelenggarakan serangkaian proses untuk tujuan mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit, asam basa, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti
urea, kreatinin, asam urat dan urine.
Gangguan
pada sistem perkemihan dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius dan
kompleks, salah satunya yaitu adanya
obstruksi karena adanya batu pada ginjal (nefrolithiasis) yang dapat
mengakibatkan Gagal Ginjal Kronik (GGK).
Penyakit
ginjal adalah salah satu penyebab utama dari kematian dan cacat tubuh di banyak
negara di seluruh dunia. Sebagai contoh, pada tahun 1994, lebih dari 15 juta
manusia di Amerika Serikat diperkirakan mengidap penyakit ginjal, yang
tampaknya menjadi penyebab utama hilangnya waktu kerja. (Purnomo, Basuki.B.,
2003 : 57)
|
Indonesia
termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal cukup tinggi. Saat ini,
jumlah penderita gagal ginjal mencapai 4.500 orang. Kecenderungan kenaikan
penderita gagal ginjal itu antara lain terlihat dari meningkatnya jumlah pasien
cuci darah, yang jumlahnya rata-rata 250 orang/tahun. Menurut Dr. Rully M.A
Roesly, PhD, SpPD-KGH, (internist-nephrologist RSKG Ny. R.A.Habibie), menyebutkan
gagal ginjal merupakan penyakit yang cukup memprihatinkan di Indonesia, karena
biaya pengobatannya mahal dan banyak penderita akhirnya meninggal karena tidak
mampu. (http://www.pikiran-rakyat.com/
tanggal 24 Agustus 2005).
Batu ginjal
(nefrolithiasis) merupakan salah satu sebab utama terjadinya gagal ginjal
kronik (GGK) di Indonesia. Data ini memang cukup unik mengingat data di negara
lain umumnya tidak menempatkan penyakit ini sebagai penyebab utama gagal ginjal
kronik (http://www.mail-archive.com/
tanggal 24 Agustus 2005). Pakar penyakit ginjal dan hipertensi, almarhum
Prof.R.P. Sidabutar mengatakan, infeksi batu ginjal kronik merupakan faktor
penyebab kedua terjadinya gagal ginjal di Indonesia. Pada kasus ini pembentukan
batu terjadi pada buli-buli (kandung kemih) atas atau bawah serta pada piala
ginjal (calyx), tidak pada salurannya. Namun yang menjadi penyebab utama
gagal ginjal pada umumnya adalah infeksi batu pada ginjal atau kandung kemih
atas. Saat ini pasien batu kemih atau ginjal di RS PGI Cikini sekitar 530 orang
pertahun dengan usianya bervariasi.
(http://www.indomedia.com/ tanggal
24 Agustus 2005).
Menurut sumber
pencatatan dan pelaporan di Di Ruang 2 Bedah Wanita Perjan Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1 Januari sampai dengan pertengahan Agustus
2005 penyakit saluran perkemihan, gagal ginjal kronis dan penyebabnya adalah
seperti yang tergambar dalam tabel 1.1 dan
1.2
Tabel 1.1
Distribusi Gangguan Sistem Perkemihan
Di Ruang 2 Perjan Rumah
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus 2005
No
|
Jenis Kasus
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1
|
Nefrolithiasis
|
6
|
26.09 %
|
2
|
Batu pyelum
|
4
|
17.39 %
|
3
|
Gagal ginjal kronis
|
3
|
13.04 %
|
4
|
Piohidronefrosis
|
2
|
8.7 %
|
5
|
Tumor buli
|
2
|
8.7 %
|
6
|
Hidronefrosis
|
2
|
8.7 %
|
7
|
Ureterolithiasis
|
2
|
8.7 %
|
8
|
Abses ginjal
|
1
|
4.35 %
|
9
|
Infeksi Saluran Kencing
|
1
|
4.35 %
|
Jumlah
|
23
|
100 %
|
Sumber : Rekam Medik Ruang 2 Bedah Wanita Periode Januari 2005 –
pertengahan Agustus 2005
Tabel 1.2
Distribusi Gangguan Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal Kronik dan Penyebabnya
Di Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus 2005
No
|
Jenis Kasus
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1
|
Gagal ginjal kronis e.c Nefrolithiasis
|
2
|
66.67 %
|
2
|
Gagal ginjal kronis
|
1
|
33.33 %
|
Jumlah
|
3
|
100 %
|
Sumber :
Rekam Medik Ruang 2 Bedah Wanita Periode Januari 2005 – pertengahan Agustus
2005
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa gangguan sistem perkemihan : Gagal
Ginjal Kronik menunjukkan angka 13.04 % pada urutan ketiga dan gagal ginjal kronik
yang disebabkan oleh batu ginjal (nefrolithiasis) menunjukkan presentase
yang besar yaitu 66.67 %. Ginjal
merupakan organ vital dimana bila terjadi kegagalan fungsi dapat mempengaruhi
metabolisme tubuh yang berkaitan dengan fungsinya. Sehingga bila tidak
ditangani secara cepat dan kompherensif dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit, perubahan eliminasi BAK dan dampak lain yang ditimbulkan
oleh gagal ginjal kronik antara lain : edema, anemia, peningkatan tekanan darah,
kelemahan, mual dan pruritus serta terjadinya tahap penyakit yang lebih lanjut
bahkan resiko kematian. Penyakit gagal ginjal kronik membutuhkan biaya yang
sangat besar dalam penanganannya seperti untuk tindakan dialisa, juga
pemeriksaan laboratorium rutin. Pengetahuan tentang perawatan secara mandiri di
rumah setelah perawatan di rumah sakit harus dimiliki oleh klien dengan gagal
ginjal kronik seperti, pengetahuan tentang diet, pola aktivitas di rumah,
pemeriksaan kesehatan secara rutin dan pelaksanaan tindakan hemodialisa bila
diperlukan.
Hal tersebut
diatas melatarbelakangi penulis untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Ny. W
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal Kronik e.c Nefrolithiasis
Bilateral dan Post Nefrolitotomi Kiri Di Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung.”
B.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien gangguan sistem perkemihan: gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri secara komprehensif meliputi aspek
bio-psiko-sosial dan spiritual dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan khusus
Penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien gangguan
sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri.
b. Membuat perencanaan yang akan dilakukan
pada klien gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri.
c. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
rencana keperawatan pada klien gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik
e.c nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri.
d. Melakukan evaluasi pada klien gangguan
sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dan
membahas kesenjangan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan cara membandingakan
teori dan pelaksanaan di lapangan dan mencari alternatif pemecahan masalahnya.
C.
Metoda Penulisan Dan Teknik Pengumpulan
Data
1. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam
penulisan karya tulis ini adalah menggunakan metode deskriptif analitik yaitu
menggambarkan dan menganalisa kasus, yang jenisnya studi kasus dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan
2. Teknik pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
oleh penulis yaitu :
a. Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara mengamati secara langsung perilaku, kondisi klien mengenai masalah
kesehatan dan keperawatan klien
b. Wawancara
Yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara tanya jawab pada klien, keluarga dan tenaga kesehatan secara
langsung untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah kesehatan
klien dan keluarga
c. Studi dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara melihat dan mempelajari status klien untuk dijadikan dasar dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
d. Pemeriksaan fisik
Yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
e. Studi kepustakaan
Yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan kasus sebagai
dasar acuan penulisan.
D.
Sistematika Penulisan
Karya tulis ini tersusun
menjadi 4 bab yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN
TEORITIS, yang
menguraikan konsep dasar penyakit gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri mencakup pengertian, anatomi fisisologi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan
diagnostik serta dampak penyakit terhadap sistem tubuh lain. Sedangkan konsep
dasar asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
BAB III TINJAUAN
KASUS DAN PEMBAHASAN,
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sedangkan
pembahasan yaitu menganalisa kesenjangan
antara konsep secara teoritis dengan kasus yang terjadi dilapangan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta penyebab
terjadinya kesenjangan tersebut.
BAB IV KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI, meliputi
kesimpulan akhir dari seluruh kegiatan asuhan keperawatan yang dilengkapi
rekomendasi dari penulis yang berkaitan dengan hambatan selama melaksanakan asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
Pengertian
a.
Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Pengertian mengenai gagal ginjal kronik
banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, walaupun cara pandang para ahli berbeda
tetapi mengandung arti yang sama, diantaranya :
“Chronic Renal Faillure (CRF) is a permanent, irreversible condition
in which the kidneys case to remove metabolic waste and excessive water from
the blood”. (Ignatavicius, D., et all, 1995:2112)
Pengertian diatas dapat diterjemahkan sebagai berikut “Gagal ginjal
kronis adalah suatu kondisi yang permanen dan irreversible dimana ginjal
tidak dapat membuang sampah metabolik dan air yang berlebihan dari darah”.
“Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut”.
(Suyono, S., dkk, 2001:427)
|
Tiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah suatu kondisi yang permanen yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk membuang
sampah metabolik (ureum dan sampah nitrogen lain) serta gagal untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Pengertian Nefrolithiasis
“Nefrolithiasis adalah batu yang terbentuk
pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan
bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah
atas”. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
“Nefrolithiasis merupakan kristal yang
terlihat seperti batu dan terbentuk di ginjal, kristal-kristal tersebut akan
berkumpul dan saling berlekatan untuk membentuk formasi batu. (http://www.mail-archive.com) tanggal 24 Agustus
2005)
Berdasarkan pengertian diatas bahwa
Nefrolithiasis adalah batu yang terbentuk dari pengkristalan pada tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang mampu menimbulkan obstruksi saluran
kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
c.
Pengertian Nefrolitotomi
“Nefrolitotomi
yaitu salah satu teknik bedah urologi dengan melakukan insisi pada ginjal untuk
mengangkat batu”. (Smeltzer,
S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, 2001:1466)
“Nefrolitotomi adalah pembedahan terbuka
untuk mengambil batu pada saluran ginjal”. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 65)
Dua pengertian diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa Nefrolitotomi adalah tindakan bedah urologi dengan
melakukan insisi pada ginjal untuk mengeluarkan batu pada saluran ginjal.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas
bahwa gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan
post nefrolitotomi kiri adalah suatu
kondisi dimana terjadi penurunan fungsi ginjal diakibatkan oleh batu
yang terbentuk pada tubuli ginjal atau berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi seluruh pelvis serta kaliks ginjal yang menyebabkan obstruksi pada saluran
kemih. Tindakan untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan nefrolitotomi yaitu mengangkat batu yang berada pada saluran
ginjal.
2.
Anatomi
dan Fisiologi
a.
Anatomi
1) Ginjal
a). Makroskopis
Menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa
Peter, A., (1995:773), dan Syaifuddin, (1995:107) menyebutkan bahwa ginjal
terletak di bagian belakang abdomen
atas, di belakang peritonium, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot
besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada
orang dewasa panjangnya 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal
kurang dari 1 % berat seluruh tubuh atau antara 120-150 gram.
Ginjal berbentuk seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah yaitu kiri dan
kanan. Ginjal kanan lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena
tertekan kebawah oleh hati. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantalan lemak yang tebal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua
daerah yang berbeda yaitu korteks dan medulla.
Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal
dari banyak duktus pengumpul dan selanjutnya urine dialirkan ke ureter.
b). Mikroskopis
Tiap tubulus
ginjal dan glomerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron).
Nefron adalah
unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron.
Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul.
(Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A.,
1995:773)
c). Vaskularisasi Ginjal
Menurut
Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995:771) ginjal diperdarahi oleh
arteri renalis yang merupakan cabang aorta abdominalis dan memasuki ginjal pada
hilum, diantara pelvis renalis dan vena renalis. Karena aorta terletak di sebelah
kiri garis tengah maka arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis
kiri.
Vena
renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebelah
kanan garis tengah, sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang
dari vena renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hillus, kemudian
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid,
selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung melintasi basis
piramid-piramid tersebut. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola-arteriola
interlobularis yang tersusun pararel dalam korteks. Arteriola interlobularis
ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir pada
rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus.
d). Persyarafan pada Ginjal

Gambar 2.1
Garis Besar struktur Ginjal


Sumber : Moore,
K.L, Anne, M, R. Agur, 2002 : 126
Gambar 2.2
Struktur Nefron

Guyton & Hall (1997 : 400)
b.
Fisiologi
1)
Fisiologi Ginjal
Menurut Syaifuddin, (1995:108), fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat
toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan
garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil
akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Tahap- tahap pembentukan urine :
a) Filtrasi Glomerular
Fungsi primer ginjal dicapai oleh nefron
yang terdiri dari glomerulus, tubulus dan duktus koligentes. Filtrasi
glomerulus dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik, tekanan osmotik koloid yang
bersifat pasif. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan
fisik diatas, namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler, sehingga sel-sel
darah dan molekul-molekul besar seperti protein secara efektif tertahan oleh
pori-pori membran filtrasi. Sedangkan air dan kristaloid (solut dan
molekul-molekul yang lebih kecil) dapat tersaring dengan mudah.
Zat-zat yang
difiltrasi oleh ginjal dibagi dalam tiga kelas, yakni : elektrolit, non
elektrolit dan air. Beberapa jenis elektrolit yang paling penting adalah Na+,
K+, Ca2+, Mg2+, bikarbonat (HCO-3),
klorida (Cl-), dan posfat (HPO42-). Sedangkan
non elektrolit yang penting antara lain glukosa, asam amino dan metabolit yang
merupakan produk akhir dari proses metabolisme protein, urea, asam urat dan
kreatinin
b) Reabsorpsi dan Sekresi
Setelah
filtrasi langkah kedua dalam pembentukan kemih adalah reabsorpsi. Proses
reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung baik melalui mekanisme transpor
aktif maupun pasif. Glukosa dan asam
amino direabsorpsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal dengan mekanisme
transpor aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara
aktif dan keduanya disekresi ke bagian distal. Karena filtrasi berlanjut
melalui ansa henle, maka natrium dan ion penyerta direabsorpsi. Dalam tubulus
distalis, penyesuaian terjadi dalam pH dan osmolalitas serta ada mekanisme
pasif bagi reabsorpsi kalsium, posfat, sulfat inorganik dan protein ginjal.
Beberapa
hormon berfungsi mengatur proses reabsorpsi dan sekresi solute dan air.
Reabsorpsi air tergantung dari adanya hormon anti diuretik (ADH). Aldosteron
mempengaruhi reabsorpsi Na+ dan sekresi K+. Peningkatan
aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan peningkatan
sekresi K+, begitupun sebaliknya. Hormon paratiroid (PTH) mengatur
reabsorpsi Ca2+ dan HPO42- disepanjang
tubulus. Peingkatan PTH menyebabkan peningkatan Ca2+ dan ekskresi
HPO42-, penurunan PTH mempunyai pengaruh sebaliknya.
Ginjal
memainkan peranan penting dalam regulasi asam basa, terutama dalam ekskresi ion
hidrogen dan produksi bikarbonat. Setelah duktus koligen mengosongkan isinya
kedalam kaliks, maka urine berjalan melalui pelvis renalis dan ureter kedalam
vesika urinaria.
3.
Etiologi
a.
Etiologi Nefrolithiasis
Menurut
Purnomo, Basuki.B., 2003 :
57, terbentuknya batu ginjal diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap. Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor
yang mempermudah terjadinya batu ginjal (nefrolithiasis) pada seseorang, yaitu
:
1) Faktor Intrinsik :
a) Herediter
Penyakit ini diduga
diturunkan dari orang tuanya
b) Umur
Penyakit ini
paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c) Jenis kelamin
Jumlah pasien
laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
2) Faktor Ekstrinsik :
a) Geografi
Pada beberapa
daerah menunjukkan angka kejadian batu ginjal lebih tinggi daripada daerah lain
sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan
daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai.
b) Iklim dan temperatur
c) Asupan air
Kurangnya asupan
air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu ginjal.
d) Diet
Diet banyak purin,
oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu ginjal
e) Pekerjaan
Penyakit ini
sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas
atau sedentary life.
b.
Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Penyebab dari gagal ginjal kronis
menurut Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995 : 817), Ignatavicius,
D., et all,(1995 : 2113) adalah :
1) Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (SIK) sering
terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang usia, terutama wanita. Infeksi
saluran kemih umumnya dibagi dalam dua kategori besar : Infeksi saluran kemih
bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian
atas (pielonepritis akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah
penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak.
2) Penyakit peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal
ginjal umumnya disebabkan oleh glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis
kronik, akan terjadi kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya
akan menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3) Penyakit vaskular hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik
memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal,
sebaliknya penyakit gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut
berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, serta
pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin.
4) Gangguan jaringan penyambung
Penyakit jaringan penyambung (penyakit
kolagen) adalah penyakit sistemik yang manifestasinya terutama mengenai
jaringan lunak tubuh, dan yang sering terserang adalah ginjal. Penyakit
jaringan penyambung yang dapat menyebabkan gagal ginjal diantaranya adalah
lupus eritematosus sistemik (SLE) dan sklerosis sistemik progresif
(skleroderma).
5) Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit
polikistik ginjal merupakan penyakit herediter yang terutama mengenai tubulus
ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal meskipun lebih sering
dijumpai pada penyakit polikistik.
6) Penyakit metabolik
Penyakit metabolik yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronik antara lain diabetes mellitus, gout,
hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
7) Nefropati toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek
toksik, obat-obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut :
a)
Ginjal
menerima 25 % dari curah jantung, sehingga sering
dan mudah kontak dengan zat
kimia dalam jumlah yang besar.
b)
Interstitium
yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah yang
relatif hipovaskular.
c)
Ginjal
merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi
ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan
tubulus.
d)
Gagal
ginjal kronik dapat diakibatkan penyalahgunaan analgesi dan paparan timbal.
8) Nefropati obstruktif
Obstruksi pada saluran kemih dapat
menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Adapun
obstruksi
saluran kemih yang dapat
menyebabkan gagal ginjal diantaranya :
a)
Saluran
kemih bagian atas
(1) Kalkuli
(2) Neoplasma
(3) Fibrosis
(4) Retroperitoneal
b)
Saluran
kemih bagian bawah
(1) Hipertrofi prostat
(2) Karsinoma prostat
(3) Striktur uretra
(4) Anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra
4.
Patofisiologi
Gagal ginjal kronis disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti yang telah tertera diatas, namun pada karya tulis ini
penulis hanya akan membahas mengenai mekanisme penyakit gagal ginjal yang
disebabkan oleh adanya obstruksi saluran kemih bagian atas yaitu nefrolithiasis. Batu yang terletak pada
sistem pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi di pielum ataupun kaliks mayor
dapat menyebabkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan ataupun dapat
menjadi hidronefrosis. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik
ataupun pielonefritis. Bila salah satu bagian saluran kemih tersumbat, yang
dalam kasus ini adalah obstruksi pada renal maka batu akan menyebabkan
peningkatan tekanan pada struktur ginjal termasuk arteri renalis yang berada
diantara korteks renalis dan medula sehingga aliran darah yang membawa nutrisi
dan oksigen ke ginjal menurun. Jika hal ini berlangsung lama akan berakibat
iskemik pada sebagian jaringan ginjal /
nefron. Sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal karena harus
mempertahankan homeostatis. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai
respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pertama
sisa nefron yang utuh mengalami hipertrofi dalam usahanya melaksanakan seluruh
beban kerja ginjal. Kedua terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban
solut, reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa
nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawah nilai normal. Namun bila hal
ini berlangsung lama, akan terjadi penambahan kerusakan nefron dan jika 75 %
massa nefron sudah hancur, kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap
nefron menjadi demikian tinggi, sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus tidak
dapat dipertahankan lagi. Akhirnya terjadi kegagalan fungsi ginjal /nefron
secara keseluruhan. Kegagalan fungsi
ginjal akan mengakibatkan penurunan GFR (Glomerulus
Filtration Rate), selanjutnya kemampuan tubulus untuk pengaturan ekskresi
dan reabsorpsi menurun yang pada gilirannya asam dan sisa metabolisme akan
meningkat, sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit akan terganggu. Patofisiologi
dampak penyakit dari gagal ginjal kronik tergambar dalam skema 2.1 dibawah ini
:
Nephrolithiasis
¯
Penekanan pada struktur
ginjal dan arteri renalis
¯
Penurunan aliran darah yang
membawa nutrien dan oksigen ke jaringan ginjal
¯
Kerusakan struktur ginjal
(Glomerulus dan tubulus)
¯
Penurunan dan kegagalan
fungsi ginjal
¯
Gagal ginjal akut (post
renal)
¯
Iskemik tubulus (bila tidak
tertangani)
¯
Gagal Ginjal Kronis
¯

Fungsi renal Gangguan
fungsi
menurun Fungsi glomerulus ginjal
↓ Menurun ↓
GFR Peningkatan
Vasokontriksi ↓ Menurunnya
menurun sekresi Renin pembuluh darah Reasbsorpsi Protein produksi
Angiotensin I dan II terganggu eritopoetin
↓ ↓ ↓
↓
↓
Ginjal tidak Terjadi retensi Tekanan darah Protein Uri Haemoglobin
mampu me-
Aldosteron meningkat menurun
ngeluarkan ↓
sisa
metabolik ↓ Anemia
↓
Adanya retensi
Peningkatan volume Oksigen tidak
Na dan H2O darah
diikat dengan
adequat
↓ ↓
Transudasi cairan
Transportasi
interstitial O2 Kejaringan
↓ menurun
Edema
Albumin menurun
↓
↓ ADP tidak bisa
Daya tahan tubuh berkurang
di rubah
menjadi
Meningkat-
ATP
nya ureum Iritasi membran Mengiritasi membran ↓
↓ mukosa
lambung mukosa mulut Energi yang
Penumpukan ↓ ↓
dihasilkan
kristal
urea Merangsang sekresi Perubahan membran Menurun
di kulit
asam lambung mukosa mulut ↓
↓
↓ ↓ Kelemahan
Pruritus Mual Stomatitis
Sumber
: Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., (1995), De Jong, W., Long, B.C., Alih
bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung,(1996), Sjamsuhidajat, R.,(1997) dan Smeltzer, S.C.,
dan Bare, B.G., alih bahasa Kuncara,
H.Y., (2001)
5.
Penatalaksanaan
Pada klien dengan gagal ginjal kronik
yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada ginjal akibat nefrolithiasis dan
post nefrolitotomi, penatalaksanaanya meliputi penatalaksanaan nefrolithiasis,
penatalaksanaan nefrolitotomi serta penatalaksanaan untuk gagal ginjal
kronisnya itu sendiri.
a.
Penatalaksanaan Nefrolithiasis
Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57) dan Smeltzer,
S.C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk, (2001:1464) nefrolithiasis harus dikeluarkan segera
mungkin agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan
endourologi, pelarutan batu, atau pengangkatan
bedah.
1)
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
ESWL (Extracorporeal
Shockwave Lithotripsy) adalah prosedur non invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di kaliks ginjal menggunakan amplitudo tekanan energi tinggi
dari gelombang kejut yang dibangkitkan melalui pelepasan energi yang kemudian
disalurkan ke air atau jaringan lunak. Setelah batu tersebut pecah menjadi
bagian kecil seperti pasir, sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
Tidak jarang pecahan-pecahan batu sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria. Alat ini dapat memecah batu ginjal tanpa
melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.
2)
Tindakan Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidralik, energi gelombang suara atau dengan
energi laser. Beberapa tindakan eudourologi itu adalah :
a)
PNL (Percutaneous Nephro Lithopaxy)
Mengeluarkan batu yang berada pada saluran ginjal dengan cara memasukkan
alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b)
Litotripsi
Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah
batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan Evakuator
Ellik.
c)
Ureteroskopi atau Uretero-renoskopi
Memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau
sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di
dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteoskopi-ureterorenoskopi.
3)
Pelarutan Batu
Menggunakan infus cairan kemolitik misalnya agen pembuat basa (alkylating)
atau pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu, digunakan sebagai
alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain atau
jenis batu yang mudah larut (struvit). Nefrostomi perkutan terus
dilakukan dan cairan peririgasi yang hangat dialirkan terus-menerus melalui
ureter. Tekanan di dalam piala ginjal dipantau selama prosedur.
4)
Pengangkatan Bedah
Diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon
pada tindakan lain. Dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik
dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Bila batu terletak dalam ginjal, pembedahan dilakukan
dengan nefrolitotomi yaitu insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau
nefrektomi jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu
dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi.
b.
Penatalaksanaan Nefrolitotomi
Pada klien dengan gagal ginjal kronik
yang disebabkan oleh adanya obstruksi renal akibat Nefrolithiasis dapat
dilakukan tindakan Nefrolitotomi. Pembedahan ginjal (Nefrolitotomi) biasanya
dilakukan pemasangan drainase nefrostomi untuk mengeluarkan urine, batu atau cairan
yang tertumpuk di dalam pelvis ginjal setelah pembedahan. (Smeltzer, S.C., dan
Bare, B.G., alih bahasa Kuncara, H.Y., 2001:1415)
Penatalaksanaan pada klien dengan
Nefrolitotomi, yaitu :
1)
Mempertahankan bersihan jalan nafas dan pola
pernafasan
2)
Meredakan rasa nyeri dengan penggunaan obat
analgetik yang adekuat
3)
Memperlancar eliminasi urine dan drainage
(nefrostomi) sebagai berikut :
a)
Kaji kemungkinan timbulnya komplikasi seperti
perdarahan pada lokasi nefrostomi, pembentukan fistula dan infeksi.
b)
Pastikan drainase tidak tersumbat pada selang nefrostomi
atau kateter. (Obstruksi akan menimbulkan rasa nyeri, trauma, tekanan, infeksi
serta regangan pada garis jahitan)
c)
Jika selang tercabut, laporkan segera kepada dokter.
(Dokter bedah harus segera mengembalikan selang tersebut pada tempatnya agar
luka nefrostomi tidak berkontraksi)
d)
Selang nefrostomi tidak boleh diklem, karena
perbuatan ini dapat menimbulkan pielonefritis.
e)
Selang nefrostomi tidak boleh diirigasi (irigasi
akan dilakukan oleh dokter bedah jika diperlukan).
f)
Anjurkan asupan cairan jika untuk meningkatkan
pembilasan ginjal dan selang secara alami jika tidak ada kontra indikasi.
g)
Ukur volume urine yang mengalir keluar dari selang.
Jika pada kedua ginjal dipasang selang drainase, volume urine yang keluar
masing-masing selang harus diukur secara terpisah
4)
Memantau dan menangani kemungkinan komplikasi
a)
Perdarahan
Mengamati
adanya komplikasi, memberikan cairan infus dan komponen darah sesuai resep
medik, memantau tanda vital dan tingkat kesadaran, keadaan kulit dan sistem
drainase urine serta luka insisi operatif.
b)
Pneumonia
Mengamati
tanda-tanda dini pneumonia yaitu febris, peningkatan frekuensi jantung serta
pernafasan. Cegah pneumonia dengan penggunaan spirometer insentif, kontrol
nyeri yang adekuat dan ambulasi dini.
c)
Pencegahan infeksi
Menggunakan
prosedur aseptik pada saat mengganti balutan, merawat kateter , selang drainase
lainnya. Mendeteksi adanya tanda-tanda inflamasi yang berupa kemerahan,
drainase sekret, panas dan nyeri. Memberikan antibiotik untuk mencegah infeksi
sesuai program terapi.
d)
Pencegahan gangguan keseimbangan cairan
Kehilangan
cairan dan kelebihan cairan diatasi dengan pemberian cairan yang adekuat.
c.
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan
faktor yang dapat dipulihkan diidentifikasi dan ditangani. Dalam
penatalaksanaan dapat dikelompokkan menjadi :
1) Penatalaksanaan Konservatif
a). Pengaturan diet protein, kalium, natrium
dan cairan
Menurut Moore, C.M., alih bahasa :
Oswari, L.D., (1997:212), pengaturan diet penting sekali pada pengobatan gagal
ginjal kronik. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk menurunkan
produksi sampah yang harus dieksresikan oleh ginjal dan menghindari
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemasukan cairan pada klien dengan gagal
ginjal terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari 0,45
kg/hari. Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml
(untuk menghitung kehilangan rutin) ditambah volume yang hilang lainnya seperti
urine, diare, dan muntah selama 24 jam terakhir.
Klien dengan gagal ginjal harus
membatasi pemasukan protein menjadi 0,6 gr/kg BB dari berat yang diinginkan
setiap harinya. Protein sedikitnya harus mengandung 75 % nilai biologi tinggi,
karena protein nilai biologi tinggi mengandung lebih banyk asam amino essensial
daripada non essensial. Protein nilai biologi tinggi terutama dijumpai pada
telur, daging, ayam dan ikan. Dengan membatasi jumlah protein total dan asam
amino non essensial dapat menurunkan jumlah nitrogen yang harus diekskresikan
sebagai urea. Tambahan karbohidrat dapat diberikan juga untuk mencegah
pemecahan protein tubuh. Diet seperti ini harus diberi tambahan vitamin B
kompleks, piridoksin dan asam askorbat.
Jumlah natrium yang dianjurkan adalah 40
sampai 90 mEq/hari(1 sampai 2 g natrium), tetapi asupan natrium maksimum harus
ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat
dipertahankan. (Price, S.A., dkk, alih bahasa Peter, A., 1995:863)
b). Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Menurut Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G.,
alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, (2001:1450) komplikasi potensial gagal ginjal
kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
(1). Hiperkalemia
Biasanya dicegah dengan penanganan
dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat
terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
diharuskan diet rendah kalium.
(2). Hipertensi
Biasanya hipertensi dapat dikontrol
secara efektif dengan pembatasan natrium dan cairan, serta melalui
ultrafiltrasi bila penderita menjalani hemodialisis.
Hipertensi dapat ditangani juga dengan
berbagai medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan penanganan pembatasan cairan, diet
rendah natrium, diuretik, agen inotropik, seperti digitalis atau dobutamine,
dan dialisis.
(3). Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik pada gagal ginjal
kronik biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian,
suplemen natrium karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Bentuk pengobatan yang paling
logis adalah dialisis.
(4). Anemia
Oleh karena penyebab utama pada gagal
ginjal
kronik (GGK) tampaknya berupa
penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan yang
ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga dilakukan pengobatan untuk
anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin,
androgen, dan transfusi darah.
Biasanya multivitamin dan asam folat
diberikan setiap hari oleh karena vitamin yang larut dalam air habis selama
proses dialisis. Besi peroral atau komplek besi dapat diberikan parenteral,
oleh karena dapat terjadi kekurangan besi akibat kehilangan darah dan besi yang
berikatan dengan antasid. Transfusi darah dapat diberikan pada pasien dialisis
baik untuk alasan pengobatan maupun persiapan sebelum transplantasi.
Anemia pada GGK dapat ditangani dengan
epogen (eritropoetin manusia rekombinan). Terapi epogen diberikan untuk
memperoleh nilai hematokrit sebesar 33 % sampai 38 % yang biasanya memulihkan
gejala anemia. Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak mampu
mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif.
(5). Abnormalitas neurologi
Pasien dilindungi dari cedera dengan
menempatkan pembatas tempat tidur. Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi
dan efek umum terhadap pasien. Diazepam intravena atau penitoin diberikan untuk
mengendalikan kejang.
(6). Osteodistrofi ginjal
Salah satu tindakan terpenting untuk
mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah
diet rendah posfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat posfat dalam usus.
Diet rendah protein biasanya mengandung rendah posfat. Obat yang sering
digunakan sebagai pengikat posfat adalah gel antasida alumunium (amphojel dan
basojel). Diberikan dalam bentuk tablet atau cairan. Antasid yang mengandung
magnesium jangan diberikan.
Demineralisasi tulang yang berat,
hiperkalsemia atau pruritus yang sulit
diatasi merupakan indikasi paratiroidektomi. Bila lesi yang menyolok adalah
osteomalasia, maka ahli nefrologi akan mulai menjalankan terapi vitamin D
dengan hati-hati. Pengobatan ini dapat membahayakan, bukan saja absorpsi
kalsium akan semakin meningkat, tetapi juga dapat mengakibatkan kalsifikasi progresif
jaringan lunak apabila resorpsi tulang dan hiperposfatemia terus berlangsung
tanpa ditanggulangi.
Metode lain yang digunakan untuk
mencegah osteodistrofi ginjal antara lain meningkatkan asupan kalsium 1,2 –1,5
gram per hari dalam diet atau dengan kalsium tambahan (hanya setelah kadar
posfat serum diturunkan sampai keadaan normal), dan mempertahankan konsentrasi
kalsium dalam dialisat antara 6,5-7,0 mEq/L.
2) Dialisis dan transplantasi ginjal
Dialisis dan transplantasi ginjal
dilakukan pada gagal ginjal stadium akhir. Dialisis digunakan untuk
mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia
donor ginjal. Dialisis ini dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu
tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari 2 kompartemen yang terpisah.
Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh
selaput semi permiabel buatan dengan
dekompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas
pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan
tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan
konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi tertinggi ke arah
konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua
kompartemen (difusi).
Transpantasi ginjal merupakan pilihan
terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis. Transplantasi ini menanamkan
ginjal dari donor hidup atau kadaver manusia ke resipien yang mengalami gagal
ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuai dan cocok
bagi pasien akan lebih baik daripada transplan dari donor kadaver. Nefrektomi
terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transplan
diletakkan di fosa iliaka anterior sampai krista iliaka. Ureter dari ginjal
transplan ditanamkan ke kandung kemih atau di anastomosiskan ke ureter
resipien.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono, S., dkk, (2001:430) untuk memperkuat diagnosis
diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya :
a.
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan
untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan,
menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem, dan membantu
menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak
semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Glomerulo Filtration Rate
(GFR).
b.
Pemeriksaan
Elektrokardiografi (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi
ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia,
dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia).
c.
Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor,
juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini
sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan
persiapan khusus.
d.
Foto
Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi
dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada
batu atau obstruksi lain.
e.
Pemeriksaan
Pielografi Retrogad
Dilakukan bila dicurigai ada
obstruksi yang reversible.
f.
Pemeriksaan
Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan
paru akibat penumpukan
cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
7.
Dampak Terhadap Sistem Tubuh
a.
Sistem
Pernafasan
1) Nyeri dada dan sesak nafas akibat adanya
penimbunan cairan di paru-paru (edema paru).
2) Pada klien dengan Gagal Ginjal Kronis ec Nefrolithiasis Bilateral dan Post
Nefrolitotomi Kiri akan mengalami asidosis metabolik ditandai dengan menurunnya
HCO3 dan pH sebagai akibat dari ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan, akibatnya
pernafasan menjadi cepat dan dangkal (kusmaul)
sebagai kompensasi tubuh mengeluarkan kelebihan ion H+ .
b.
Sistem
Kardiovaskuler
1) Anemia, dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain :
a)
Berkurangnya
produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang
menurun.
b)
Hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksik.
c)
Defisiensi
besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
d)
Adanya
perdarahan. Perdarahan yang paling sering adalah pada saluran cerna dan kulit
serta akibat adanya hematuri.
2)
Gangguan
fungsi leukosit
Gangguan ini mengakibatkan fagositosis dan
kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas tubuh menurun .
3) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan
garam atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron
4) Gangguan irama jantung akibat
arterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik
c.
Sistem
Endokrin
Pada klien
dengan gagal ginjal kronis ec
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami
gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan
spermatogenesis yang menurun. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi sampai amenorhea.
d.
Sistem
Gastrointestinal
1) Anoreksia,
nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein di dalam
usus. Keadaan gagal ginjal kronik mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam
hal mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang salah satunya adalah ureum.
Peningkatan kadar ureum dalam darah akan akan mengiritasi mukosa lambung dan
merangsang peningkatan asam lambung (HCL) akibatnya akan terjadi mual.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang
berlebihan dalam tubuh. Ureum yang meningkat pada air liur diubah oleh bakteri
di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia dan perubahan membran
mukosa mulut berupa lidah menjadi kotor atau timbulnya lesi pada mukosa mulut.
Sedangkan ureum yang meningkat dalam usus dapat menyebabkan perubahan mukosa
usus yang menimbulkan kembung pada perut.
3) Gagal ginjal akan menyebabkan gangguan
pada metabolisme vitamin D, sehingga akan terjadi gangguan pada absorpsi kalsium
di usus.
e.
Sistem
Integumen
1) Kulit berwarna pucat akibat adanya anemia
dan kekuning-kuningan akibat urokrom.
2) Adanya rasa gatal yang parah (pruritus)
akibat dari butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit (urea
fross).
3) Adanya gatal-gatal di kulit menyebabkan
klien ingin menggaruk dan akibatnya akan timbul bekas-bekas garukan di kulit.
f.
Sistem
Persarafan
Pada klien
dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami peningkatan status
uremik yang bisa mengakibatkan perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi dan adanya kedutan otot dan kejang disebabkan karena kadar
kalsium yang menurun. Pada tahap lanjut bisa terjadi nepropati perifer. Dengan
dilakukannya nefrolitotomi, mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan
sehingga akan merangsang pengeluaran vasoaktif amin (bradikinin, serotonin dan
histamine) yang akan ditangkap oleh nocyreceptor disampaikan ke dorsal horn di
medulla spinalis melalui serabut saraf delta A dan C, dilanjutkan ke traktus
spinothalamikus, thalamus dan ke kortek serebri dipersepsikan menjadi nyeri.
g.
Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual
berupa penurunan libido.
h.
Sistem
Muskuloskeletal
Pada klien
dengan gagal ginjal kronis ec
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri dapat mengakibatkan penyakit tulang uremik yang
sering disebut sebagai osteodistrofi ginjal, disebabkan karena adanya perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
Gagal ginjal kronik bisa menyebabkan adanya gangguan pada metabolisme
Vitamin D. Ginjal berfungsi untuk mengubah vitamin D prohormon menjadi bentuk
aktif, vitamin D bentuk aktif bukan hanya mengatur absorpsi kalsium oleh alat
pencernaan tetapi juga penyimpanan pada matriks tulang. Sehingga pada klien
gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami penurunan kadar kalsium dalam tulang
yang bisa mengakibatkan osteoporosis.
i.
Sistem Perkemihan
1)
Gangguan klirens renal akibat penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi sehingga kadar urea darah meningkat.
2)
Ketidakmampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal menyebabkan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit serta retensi cairan dan natrium sehingga terjadi edema.
(Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara,
H.Y., dkk, 2001:1449 dan Suyono, S., dkk, 2001:428)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
“Proses keperawatan merupakan suatu
modalitas pemecahan masalah yang didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan
pemeriksaan secara sistematis
serta
identifikasi masalah dengan pengembangan strategi untuk memberikan hasil yang
diinginkan”. (Hidayat, A. Azis., 2001:8)
1.
Pengkajian
“Pengkajian merupakan proses pendekatan
sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui
masalah dan kebutuhan perawatan pada seorang klien”. (Hidayat, A. Azis.,
2001:12).
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan pada
klien dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah
sebagai berikut :
a.
Pengumpulan Data
1)
Data Biografi
Gagal ginjal kronik e.c Neprolithiasis
merupakan penyakit saluran perkemihan yang umumnya terjadi pada laki-laki
walaupun tidak menutup kemungkinan wanita dapat mengalaminya karena
kecenderungan diet ketat untuk menjaga berat badan ditunjang dengan asupan air yang kurang. Usia
30-50 tahun menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya neprolithiasis.
Penyakit ini ditemukan juga pada pekerja-pekerja yang mempunyai pekerjaannya
banyak duduk dan kurang aktifitas. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
2)
Riwayat Kesehatan
a)
Riwayat Kesehatan Sekarang
(1).
Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul gejala
yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit, tindakan yang dilakukan pada
keluhan tersebut sampai klien datang ke rumah sakit serta pengobatan yang telah
dilakukan.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c
neprolithiasis pada awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih
seperti kelemahan atau penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan
mengakhiri proses berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri terbakar
saat berkemih, darah dalam urine, tidak mampu berkemih, dan disertai dengan
keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut kembung. (Gale,
Danielle, 1999:153)
(2).
Keluhan Utama saat pengkajian
Menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh
klien pada saat dikaji yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri pada umumnya mengeluh nyeri pada daerah yang
diinsisi jika dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri
tersebut dirasakan bertambah apabila drain atau luka tertekan. Terdapat pula
keluhan merasa mual akibat dari peningkatan status uremi klien, mual dirasakan
klien secara terus menerus, bertambah jika klien makan ataupun minum, dan
berkurang jika klien dalam keadaan istirahat.
b)
Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada saat ini termasuk
faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien. Pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronis e.c neprolithiasis perlu
ditanyakan riwayat penyakit ginjal sebelumnya seperti infeksi dan obstruksi
saluran kemih, BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan nefrotoksik, dan
riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57),
bahwa angka kejadian neprolithiasis dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin,
oksalat dan kalsium serta asupan air yang kurang dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi.
c)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit gagal ginjal kronik dan
neprolithiasis seperti hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes
mellitus.
3)
Pola Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, seperti :
a)
Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual dan
stomatitis, asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet yang
dibutuhkan oleh klien tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b)
Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas dimana
menyebabkan menurunnya peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai
dengan adanya perubahan pola berkemih bila terpasang drainase nefrostomi.
c)
Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c
neprolithiasis bilateral dan
post nefrolitotomi kiri cenderung
mengalami ganguan istirahat tidur sehubungan dengan adanya kecemasan terhadap
penyakitnya, peningkatan status uremik yang menyebabkan pruritus, ataupun
karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi
atau tindakan bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti kebersihan kulit,
gigi, rambut dan kuku terganggu karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan
atau karena rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
e)
Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari
- hari
mengakibatkan
klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari keluarga.
4)
Pemeriksaan Fisik
Menurut Denison, R.D., (1996:480) dan Doengoes, M., alih bahasa :
Karyasa, L.M., (1999:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal
ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a).
Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema
anasarka dan keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba
pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan
pola BAK, oliguri atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya
bunyi bruits sign pada percabangan
arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
b).
Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat
dan dangkal (kussmaul), irama nafas
yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal, adanya
retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk mengeluarkan ion H+
akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris,
vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar
suara dullness saat perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan
pada auskultasi paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut
akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari
ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya edema paru.
c).
Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada
konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari adanya edema
anasarka, tekanan darah meningkat, CRT (Cafilari
Refilling Time) menurun, terdapat pelebaran pulsasi jantung, dan irama
jantung cenderung terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG (Elektro Kardiografi).
d).
Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat
kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma darah,
dan pada tahap lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat
ditemukan adanya penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit
serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient
Ischemic Attack).
e).
Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah, kembung dan
diare serta perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari tingginya kadar ureum
dan kreatinin dalam darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke
saluran cerna yang akan merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam
lambung (HCL), atau bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas,
motilitas usus akan menurun. Penurunan berat badan (malnutrisi) atau
peningkatan berat badan dengan cepat (edema)
f).
Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai
akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun,
turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut
cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral teraba
dingin.
g).
Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual
berupa penurunan libido dan impotensi.
5)
Data Psikologis
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung ditemukan kecemasan yang meningkat
hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan
tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6)
Data Sosial
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis cenderung menarik
diri dari interaksi sosial dalam hubungan dengan keluarga, perawat, dokter
serta tim kesehatan lain sehubungan dengan adanya penurunan fungsi seksual,
proses penyakit yang lama, perasaan negatif tentang tubuh dan jika sudah
terjadi komplikasi pada tahap lanjut.
7)
Data Spiritual
Keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan lamanya penyakit
dan persepsi klien tentang penyakitnya serta ketaatan pada agama yang dianut
klien. Aktivitas spiritual klien selama menjalani perawatan di rumah sakit
tergantung dari pendorong yang memotivasi bagi kesembuhan klien.
8)
Data Seksual
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami penurunan fungsi seksual
seperti penurunan libido.
9)
Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Urine
(a) Volume biasanya oliguri dan anuri
(b) Warna urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, partikel koloid dan fosfat, sedimen kotor atau kecoklatan
menunjukkan adanya darah
(c) Berat jenis menurun, kurang dari 1,015 (menetap
pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
(d) Osmolalitas menurun kurang dari 350
mOsm/kg, menunjukkan kerusakan tubular.
(e) Klirens kreatinin menurun
(f) Natrium meningkat karena ginjal tidak
mampu mereabsorpsi natrium.
(g) Protein meningkat
(2) Darah
(a) Serum kreatinin meningkat.
(b) Blood
Urea Nitrogen meningkat.
(c) Kadar kalium meningkat sehubungan dengan
adanya retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah).
(d) Hematokrit dan Hemoglobin menurun
(e) Natrium, kalsium menurun
(f) Magnesium / posfat meningkat
(g) Protein (khususnya albumin menurun)
(h) pH menurun pada keadaan asidosis metabolik
(kurang dari 7,2).
(i) Asam posfatase akan meningkat.
b) Nilai GFR menurun kurang dari 50 lt/menit
c) Pyelogram
Retrograd menunjukan
abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
d) Arteriogram mengidentifikasi adanya massa.
e) Ultrasonogarafi ginjal dan vesika urinaria menentukan
ukuran ginjal, adanya massa, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f) EKG mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. Yaitu :
(1) Hyperkalemia : gelombang T naik, kompleks
QRS terbuka, PR diperpanjang.
(2) Hypokalemia : Gelombang T
mendatar/terbalik, ST turun dan QT diperpanjang.
(3) Hiperkalsemia : gelombang QT pendek, dan
ST pendek.
(4) Hipokalsemia : gelombang QT di perpanjang,
ST diperpanjang.
(5) Alkalosis : gelombang T mendatar.
(6) Asidosis : gelombang T naik.
b.
Analisa Data
Menurut Hidayat, A. Azis., (2001:8) analisa data merupakan suatu proses
dalam pengkajian dimana data yang menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisa dan
diinterpretasikan sehingga diperoleh masalah-masalah keperawatan yang klien
perlukan.
c.
Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa
keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual atau potensial” (NANDA,1990).
“Diagnosa Keperawatan adalah keputusan
klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial “(Hidayat,
A. Azis., 2001:12).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri menurut Carpenito, L. J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale,Danielle, (1999:154)
serta Smeltzer, S. C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara H.Y., dkk,
(2001:1451), meliputi :
1)
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi),
dan adanya obstruksi.
2)
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, stomatitis, Peruba-
han sensasi rasa, dan
pembatasan diet.
3)
Penurunan
kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium,
kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan cairan.
4)
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine,
diet berlebih dan retensi cairan serta
natrium.
5)
Perubahan
pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido.
6)
Resiko
infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada
daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
7)
Resiko
gangguan integritas kulit : pruritus yang berhubungan dengan fosfat kalsium
atau penumpukan ureum pada kulit.
8)
Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, anemia
9)
Resiko
terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan.
10) Kecemasan berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep
diri.
11) Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan
dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
2.
Perencanaan
“Perencanaan adalah bagian dari fase
pengorganisasian dan proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan,
penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi
masalah pasien” . (Hidayat, A. Azis., 2001:12)
Menurut Carpenito, L.J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale,
Danielle, (1999:154), serta
Smeltzer, S,C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk, (2001:1451), perencanaan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri adalah sebagai
berikut :
a.
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi),
dan adanya obstruksi.
Tujuan
: rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1)
Keluhan nyeri berkurang.
2)
Klien tidak meringis
3)
Skala nyeri berkurang atau hilang.
4)
Klien mampu memilih koping yang konstruktif untuk
mengatasi nyerinya.
Intervensi
|
Rasional
|
1) Observasi tanda-tanda
vital dan intensitas nyeri setiap 8 jam.
2) Berikan penjelasan
tentang penyebab nyeri
3) Bantu klien untuk
mendapatkan posisi yang nyaman.
4) Pertahankan kepatenan
posisi drain
5) Anjurkan dan bimbing klien
untuk melakukan teknik relaksasi yaitu nafas dalam.
6) Lakukan teknik
distraksi saat nyeri dirasakan klien.
7) Ciptakan lingkungan
yang nyaman.
8) Berikan kesempatan pada
klien untuk berinteraksi.
9) Kolaborasi untuk
pemberian obat analgetik.
|
1) Untuk mengontrol kemajuan
atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2) Menghindari persepsi
yang salah dari penyebab nyeri
3) Posisi yang nyaman akan
menimbulkan perasaan relaks.
4)
Posisi yang tidak tepat menimbulkan gesekan pada luka
yang akan menstimulasi reseptor nyeri
5) Dengan teknik
relaksasi/nafas dalam akan mengurangi ketegangan otot sehingga stimulus nyeri
berkurang.
6) Teknik distraksi dapat
mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri.
7) Lingkungan yang nyaman
dapat mengurangi stressor terhadap nyeri.
8) Mengurangi dan
mengalihkan stressor nyeri
9) Analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien (memblokade reseptor saraf nyeri)
|
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, perubahan
sensasi rasa, dan pembatasan diet.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1)
Peningkatan
nafsu makan
2)
Klien
mengungkapkan secara verbal mual berkurang atau hilang
3)
Berat
badan ideal sesuai umur dan tinggi badan
4)
Klien
mengerti tentang pentingnya nutrisi
Intervensi
|
Rasional
|
1)
Kaji dan catat pemasukan diet
2)
Kaji adanya masukan protein yang tidak adekuat
3)
Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas
diet
4)
Anjurkan klien makan-makanan tinggi kalori, rendah
protein, rendah natrium diantara waktu makan
5)
Berikan makanan sedikit tapi sering.
6)
Tawarkan perawatan mulut
7)
Jelaskan pada keluarga dan pasien mengenai pembatasan
diet dalam hubungan dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea, kreatinin
8)
Timbang berat badan klien setiap hari
9)
Kolaborasi untuk pemberian diet yang sesuai
10) Kolaborasi untuk terapi
pemberian multivitamin dan penghilang mual
|
1)
Membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
2)
Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan
penyembuhan
3)
Mendorong peningkatan masukan diet
4)
Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan
penyembuhan jaringan
5)
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan
status uremik dan menurunnya peristaltik
6)
Perawatan mulut membantu menyegarkan rasa mulut yang
sering tidak nyaman pada uremia
7)
Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang
hubungan antara diet ureum, kreatinin dengan penyakit ginjal
8)
Untuk memantau status cairan dan nutrisi
9)
Memberikan nutrien yang cukup untuk memperbaiki energi
dan mengurangi katabolisme protein yang memperberat kerja ginjal
10) Mengggantikan
kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia dan mengurangi rasa mual.
|
c. Penurunan kardiak output berhubungan
dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot
jantung, kelebihan cairan.
Tujuan: Mempertahankan kardiak output adekuat
Kriteria Hasil :
1)
Tekanan
darah dalam batas normal
2)
Nadi
perifer kuat
3)
Denyut
jantung dan irama dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
1)
Monitor tanda-tanda vital.
2)
Observasi EKG untuk perubahan irama.
3)
Pantau terjadinya nadi lambat, kemerahan, mual, muntah,
dan penurunan tingkat kesadaran.
4)
Selidiki adanya kram otot, kebas/kesemutan pada jari,
kejang otot, dan hiperefleksia.
5)
Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat.
6)
Awasi pemeriksaan laboratorium (kalium, kalsium,
magnesium).
7)
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
8)
Siapkan atau bantu dengan dialisis sesuai keperluan.
|
1) Tacikardi dan
hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal mengeluarkan urin, pengawasan
diperlukan untuk mengkaji volume intravaskuler khususnya pada pasien dengan
fungi jantung buruk
2) Perubahan pada fungsi
elektromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap berlanjutnya gagal
ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit.
3) Penggunaan obat (contoh
antasida) mengandung magnesium dapat mengakibatkan hipermagnesemia, potensial
disfungsi neuromuskular dan resiko henti nafas/jantung.
4) Neuromuskular indikator
hipokalemia yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.
5) Menurunkan konsumsi
oksigen/kerja jantung.
6) Selama fase oliguri,
hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia selama fase diuretik,
defisit kalium dapat berefek pada jantung.
7) Digunakan untuk memperbaiki
curah jantung dengan meningkatkan kontraktilitas miokardia dan volume
sekuncup.
8) Diindikasikan untuk
disritmia menetap, gagal jantung progresif yang tidak responsif terhadap
terapi lain.
|
d. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.
Tujuan:
Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil
:
1) Haluaran urine tepat dengan berat jenis
dan laboratorium mendekati normal
2)
Berat
badan stabil
3)
Tanda
vital dalam batas normal
4)
Tidak
ada edema
Intervensi
|
Rasional
|
1) Kaji tanda-tanda vital
2) Monitor dan catat
pemasukan dan pengeluaran secara akurat
3) Monitor berat jenis
urine
4) Evaluasi derajat edema
(skala +1 s.d +4)
5) Timbang berat badan
setiap hari
6) Berikan dan batasi cairan
sesuai indikasi
7) Perhatikan distensi
abdomen: penurunan Bising usus, perubahan, konsistensi faeces
8) Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam pemeriksaan kimia darah (ureum, kreatinin, kalium dan
natrium)
|
1) Tachikardi dan
hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine
2) Untuk menentukan fungsi
ginjal dan kebutuhan penggantian cairan serta penurunan resiko kelebihan
cairan
3) Mengukur kemampuan
ginjal untuk mengkonsentrasikan urine
4) Edema terjadi karena
adanya perpindahan cairan serta jaringan rapuh dan terdistensi oleh akumulasi
cairan
5) Peningkatan BB > 0,5
Kg/hari diduga adanya retensi cairan
6) Manajemen cairan diukur
untuk menggantikan cairan dari semua sumber ditambah perkiraan kehilangan
yang tak tampak
7) Distensi abdomen /
konstipasi dapat mempe-ngaruhi kelancaran aliran
8) Pemeriksaan
laboratorium kimia darah dapat mengetahui perkembangan kondisi klien terutama
status keseimbangan elektrolit
|
e. Perubahan pola seksualitas yang
berhubungan dengan penurunan libido
Tujuan : Klien
dapat beradaptasi dengan perubahan seksualnya.
Kriteria Hasil
:
1) Klien dapat menyebutkan penyebab penurunan
libido dan kerusakan fungsi seksual.
2) Klien dapat mendiskusikan perasaan dan
keprihatinan pasangan mengenai fungsi seksual.
3) Klien dapat mengungkapkan maksud untuk mendiskusikan
masalah dengan pasangan.
4) Klien dapat mengungkapkan pemahaman
terhadap perubahan seksualitas dan metode ekspresi seksual alternatif.
Intervensi
|
Rasional
|
1) Ciptakan hubungan
teurapeutik berdasarkan saling percaya dan saling menghormati.
2) Beri jaminan mengenai
privasi dan percaya diri klien.
3) Diskusikan pengetahuan
umum klien mengenai seksualitas.
4) Diskusikan efek
pembedahan dan terapi hormonal dan fungsi seksual.
5) Anjurkan klien untuk
mengutarakan rasa takutnya.
6) Diskusikan modifikasi
yang perlu dalam aktivitas seksual.
7) Anjurkan klien untuk
mengekspresikan rasa berduka atau rasa marahnya mengenai perubahan tersebut.
8) Diskusikan bentuk
alternatif dari ekspresi seksual.
9) Gunakan humor sesuai
kebutuhan untuk menghilangkan ansietas dan/atau rasa malu.
|
1) Mengembangkan suasana
yang memungkinkan klien mengekspresikan perasaannya.
2) Memberikan lingkungan
teurapeutik.
3) Memberikan informasi
pada apa rencana tersebut didasarkan.
4) Meningkatkan pemahaman
terhadap alasan terjadinya penurunan fungsi seksual.
5) Memberikan ventilasi
perasaan.
6) Memberikan alternatif
terhadap munculnya tingkah laku seksual.
7) Meningkatkan ventilasi
perasaan.
8) Mencegah persepsi bahwa
ekspresi seksual tersebut telah berakhir.
9) Meningkatkan koping
dengan topik yang tidak mengenakkan.
|
f. Resiko infeksi yang berhubungan dengan
prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan
statis urine.
Tujuan : infeksi tidak
terjadi.
Kriteria Hasil :
1)
Luka
dalam keadaan bersih.
2)
Tidak
adanya tanda maupun gejala infeksi.
3)
Leukosit
dalam batas normal (3800-10.600/mm‑3)
4)
Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1) Lakukan perawatan luka
dengan menggunakan teknik aseptik dan antiseptik.
2) Hindari lingkungan dan
luka dalam keadaan basah / kotor
3) Informasikan kepada
klien dan keluarga tentang tanda dan
gejala terjadinya infeksi.
4) Pantau suhu tiap 8 jam
sekali.
5) Pantau hasil
pemeriksaan laboratorium terutama leukosit.
6) Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik.
7) Kolaborasi untuk
pemeriksaan urine (urine kultur).
|
1) Untuk meminimalkan
invasi dari mikroorganisme.
2) Kondisi yang lembab,
kotor dan basah memungkinkan menjadi perkembangbiakan mikroorganisme
3) Memberikan pengetahuan
pada klien dan keluarga sehingga klien dan keluarga dapat mengetahui apabila
terjadi infeksi.
4) Peningkatan suhu
merupakan salah satu indikator terjadinya infeksi.
5) Merupakan salah satu
tanda terjadinya infeksi.
6) Antibiotik dapat
membunuh mikroorganisme secara farmakologik.
7) Untuk mendeteksi
kandungan urine yang terinfeksi.
|
g. Resiko terjadinya gangguan integritas
kulit : pruritus berhubungan dengan fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada
kulit
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1)
Mempetahankan
kulit utuh.
2) Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah
kerusakan/cedera kulit.
3)
Tidak
terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Intervensi
|
Rasional
|
1) Pantau masukan
cairan dan hidrasi kulit serta membran
mukosa, perhatikan perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan kemerahan,
ekskoriasi, ekimosis, purpura.
2) Ubah posisi dengan
sering; gerakan pasien dengan perlahan; beri bantalan pada tonjolan tulang .
3) Beri perawatan kulit.
Batasi penggunaan sabun.
4) Berikan salep atau
krim.
5) Pertahankan linen
kering, bebas keriput.
6) Anjurkan pasien
menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (daripada garukan)
pada area pruritus.
7) Pertahankan kuku
pendek.
8) Anjurkan menggunakan
pakaian katun longgar.
|
1) Mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan pada tingkat seluler.
2) Menurunkan tekanan pada
edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemi. Peninggian
meningkatkan aliran balik stasis vena terbatas/ pembentukan edema.
3) Soda kue, mandi dengan
tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun.
4) Lotion dan salep dapat
menghilangkan kulit kering, robekan kulit.
5) Menurunkan iritasi
dermal dan resiko kerusakan kulit.
6) Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera dermal.
7) Mencegah agresifitas
menggaruk yang dapat menyebabkan kerusakan kulit.
8) Mencegah iritasi dermal
langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
|
h. Kelelahan berhubungan dengan penurunan
produksi energi metabolik, anemia.
Tujuan : Klien dapat berpartisipasi terhadap aktivitas yang diinginkan.
Kriteria
Hasil :
1)
Melaporkan
perbaikan rasa berenergi.
Intervensi
|
Rasional
|
1) Evaluasi laporan
kelelahan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan kemampuan
tidur/istirahat dengan tepat
2) Kaji kemampuan untuk
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan/dibutuhkan
3) Identifikasi faktor
stress/psikologis yang dapat memperberat
4) Rencanankan periode
istirahat adekuat
5) Berikan bantuan dalam
aktivitas sehari-hari dan ambulasi
6) Tingkatkan tingkat
partisipasi sesuai toleransi pasien
7) Kolaborasi : awasi
kadar elektrolit termasuk kalsium, magnesium dan kalium serta haemoglobin
|
1) Menentukan derajat
(berlanjutnya/perbaikan) dari efek ketidakmampuan
2) Mengidentifikasi
kebutuhan indi-vidual dan membantu pemilihan intervensi
3) Mungkin mempunyai efek
akumulatif (sepanjang faktor psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah
dan takut diakui/diketahui
4) Mencegah kelelahan
berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan
5) Mengubah energi
memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan/normal, memberikan
keamanan pada pasien
6) Meningkatkan rasa
membaik/meningkatkan kesehatan membatasi frustasi
7) Ketidakseimbangan dpaat
mengganggu fungsi neuromoskular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi
untuk menyelesaikan tugas dan potensial perasaan lelah
|
i.
Resiko
terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan,
Tujuan : Konstipasi tidak
terjadi.
Kriteria Hasil :
1)
Meningkatkan
keinginan defekasi
2) Feaces lunak.
Intervensi
|
Rasional
|
1)
Dorong klien untuk tidak menahan BAB jika klien merasa
ingin BAB
2)
Berikan privacy yang adekuat selama klien berusaha
untuk BAB.
3)
Anjurkan klien untuk minum air hangat saat klien bangun
tidur.
4)
Tingkatkan aktivitas tubuh sesuai dengan toleransi
klien.
5)
Latih klien untuk melakukan latihan otot abdomen dan
latihan usus (bowel training) jika
tidak ada kontraindikasi.
6)
Kolaborasi pemberian
supositoria rektal sesuai kebutuhan.
|
1)
Bila BAB ditahan sfingter ani eksterna berkontraksi
sehingga refleks defekasi berhenti dan terjadi penumpukan feses yang masuk ke
rektum sehingga feses mengeras.
2)
Privacy yang tidak adekuat akan meningkatkan stress
bagi klien dan meningkatkan rangsangan sistem saraf simpatis sehingga
peristaltik usus terhambat.
3)
Untuk merangsang refleks gastrokolon dan refleks
duodenum sehingga akan meningkatkan peristaltik usus.
4)
Merangsang gerak peristaltic sehingga feses akan
bergerak menuju rektum.
5)
Proses defekasi normal tergantung pada adekuatnya tonus
otot abdominal dan kekuatan otot tersebut.
6)
Meningkatkan evakuasi feses.
|
j.
Kecemasan
berhubungan dengan perubahan status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support
sistem dan konsep diri.
Tujuan : Klien mampu menerima perubahan status kesehatan yang terjadi.
Kriteria Hasil
:
1) Klien menyatakan perasaan waspada dan
penurunan ansietas/takut sampai pada tingkat dapat diatasi.
2) Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
dan pengguanaan sumber secara efektif.
3) Tampak rileks, dapat tidur/istirahat yang
tepat.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan klien/orang
terdekat salinan ‘hak-hak klien’ dan tinjau bersama mereka. Diskusikan
kebijakan fasilitas misalnya jadwal kunjungan
2. Tentukan sikap
klien/orang terdekat kearah penerimaan pada fasilitas dan harapan masa depan
3. Kaji tingkat ansietas
dan diskusikan penyebabnya bila mungkin
4. Berikan waktu untuk
mendengarkan klien mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan yang bebas
misalnya ; marah, ragu, takut dan sendiri
5. Akui realita situasi
dan perasaan klien
6. Kembangkan hubungan
klien/perawat
7. Orientasikan pada
aspek-aspek fisik dari fasilitas, jadwal dan aktivitas. Perkenalkan pada
teman sekamar dan staf
8. Berikan pemikiran yang
cermat untuk penempatan ruang. Berikan bantuan dan dorongan dalam penempatan
benda-benda pribadi disekitar ruangan
|
1. Memberikan informasi
yang dapat membantu perkembangan kera-hasiaan klien di-mana hak klien dapat
terus dijaga dan klien tetap men-jadi ‘dirinya sendiri’ dan memiliki kontrol
terhadap apa yang terjadi
2. Diharapkan perhatian
klien atau orang terdekat akan berbeda jika penem-patannya bersifat permanen
dan menghilangkan munculnya perasaan tidak berdaya, kehilangan dan berduka
3. Identifikasi masalah
spesifik akan me-ningkatkan kemam-puan individu untuk menghadapinya dengan
lebih realistis
4. Membuat klien merasa
diterima, mulai mengakui dan berhadpan dengan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan penerimaan
5. Memungkinkan ekspresi
perasaan membantu dimulainya resolusi. Penerimaan akan meningkatkan harga
diri
6. Hubungan saling percaya
akan me-ningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal
7. Pengenalan adalah
bagian penting dari penerimaan, penge-tahuan dimana benda-benda berada dan
siapa yang di-harapkan klien untuk memberikan bantuan dapat mengurangi
ansietas
8. Lokasi, kecocokan teman
sekamar dan tempat untuk benda-benda pribadi adalah pertimbangan yang tepat
untuk membantu klien merasa seperti dirumah
|
k. Perubahan pola eliminasi BAK, berhubungan
dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
Tujuan : Pola
berkemih klien normal
Kriteria
hasil :
1) Kateter nefrostomi tidak terlipat
2) Aliran urine lancar.
3) Klien dan keluarga memahami maksud dan
tujuan pemasangan nefrostomi.
Intervensi
|
Rasional
|
1)
Informasikan pada klien dan keluarga tentang perubahan
pola berkemih klien yang dipasang nefrostomi.
2)
Informasikan pada klien dan keluarga untuk menjaga
selang nefrostomi supaya tidak tertekuk atau terlipat.
3)
Observasi ketepatan dan kedudukan nefrostomi.
4)
Observasi keluaran urine pada urine bag.
|
1)
Agar klien dan keluarga dapat memahami kenapa klien
harus dipasang nefrostomi.
2)
Mencegah penghambatan aliran urune oleh lipatan.
3)
Untuk mengetahui apabila terjadi penekukan kateter
nefrostomi atau plesternya terlepas sehingga kedudukannya tidak benar dan
pengaliran urine terganggu.
4)
Untuk mengetahui apakah aliran urine lancar atau tidak.
|
3.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Iyer et al, 1996 dalam Nursalam, 2000 : 51). Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. (Nursalam, 2001 : 51)
4.
Evaluasi
”Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapai proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai,
melelui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi
secara tahap pengkajian, analisa, perencanaan
dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne, 1994 dalam Nursalam, 2001:
71)
Menurut Hidayat,
A. Azis (2001: 13) Evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien
terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan
perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan
keperawatan. Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif
yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera dan evaluasi sumatif yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien,
tergambar dalam catatan perkembangan dengan komponennya SOAPIER :
S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa
yang dirasakan dikeluhkan dan dikemukakan oleh klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur
oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisa data
Data subjektif maupun objektif dinilai dan
dianalisis apakah berkembang ke arah kebaikan atau kemunduran. Hasil analisis
menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah
perkembangan masalah baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan klien didasarkan pada
hasil analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya bila masalah
belum teratasi.
I : Implementasi/pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan
rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauhmana rencana tindakan dan
evaluasi telah dilaksanakan dan sejauhmana masalah klien teratasi.
R : Reassesment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah
belum teratasi pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif, objektif dan analisis.
SOAPIER dilakukan
saat ada masalah baru, resiko tidak terjadi, masalah tidak teratasi sesuai
kriteria waktu (tupen).
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas Klien
Nama : Ny. W
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia
Tanggal masuk RS : 30 Juni 2005 jam 16.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 10 Agustus 2005 jam 08.00 WIB
Alamat : Kp. Bojong
Loa Rt 03 / 03
Cipangkor Cimahi
Diagnosa medis : CRF e.c
Nephrolithiasis Bilateral
dan
Post Nefrolitotomi Kiri
Nomor medrec : 394286
|
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. E
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan Klien : Suami
Alamat : Kp. Bojong Loa Rt 03 / 03
Cipangkor
Cimahi
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Keluhan Saat Masuk Rumah Sakit
Pada tanggal 28 Juni 2005 jam
21.00 klien merasakan sakit pada pinggang
sebelah kiri dan keluar cairan yang merembes pada daerah pasca operasi
pengangkatan batu ginjal. Klien berobat ke RS Soreang dan dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung.
(2) Keluhan Utama Saat Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian
tanggal 10 Agustus 2005 jam 08.00 WIB, klien mengeluh nyeri pada luka post
operasi nefrolitotomi kiri dan nefrostomi yaitu di pinggang sebelah kiri. Nyeri
dirasakan seperti di iris-iris dan tidak menyebar. Nyeri timbul dan semakin
dirasakan bertambah bila bergerak atau pada saat luka tersentuh dan tertekan,
nyeri dirasakan berkurang pada saat klien berada pada posisi berbaring
terlentang atau miring ke sebelah kiri. Skala nyeri 3 (0-5) menurut Mc.Gill.
b) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mengatakan dirinya telah
beberapa kali menjalani operasi. Pada tahun 1983 klien mengatakan menjalani
operasi pengangkatan batu ginjal sebelah kanan di RS Dustira. Pada tahun 1999
klien menjalani operasi pengangkatan batu kandung kemih di RS Bina Sakti. Klien
mengatakan dirinya mempunyai kebiasaan minum garam inggris seminggu 5-6
kali + 1 sendok makan tiap 1 kali
makan dan diit ketat sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1983 untuk menjaga
berat badannya. Menurut klien, dirinya tidak pernah menderita penyakit
Hipertensi dan Diabetes Mellitus.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dan keluarga mengatakan
dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita hal yang sama
dengan klien dan tidak ada riwayat mempunyai hipertensi atau DM serta penyakit
ginjal lainnya dalam keluarganya.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
No
|
Aktivitas
|
Sebelum Sakit
|
Setelah Sakit
|
1
|
Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi
- Jenis
b. Minum
-
Frekuensi
-
Jenis
|
3 x sehari habis 1 porsi
Nasi, daging, tahu, tempe, sayur.
Semenjak operasi pengangkatan batu tahun 1983
klien tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Vitamin C misalnya
buah-buahan jeruk, mangga.
4-6 gelas (+ 1000 – 1500 cc) /hari
air putih, teh manis
|
3xsehari habis ¼ porsi
Nasi, bubur daging / ikan, buah-buahan
klien mengatakan kurang nafsu makan karena mual
dan ada luka pada mulut.
6-7 gelas (+1500-1750cc) /hari
air putih
|
2
|
Eliminasi
a. BAK
- Frekuensi
- Warna
b. BAB
- Frekuensi
- Warna
- konsistensi
|
7-8 x/hari (+ 500-750 cc)
kuning jernih
1x / hari
kuning
padat
|
· Melalui Uretra 7-8 x/hari (+700-800
cc), kuning keruh
· Melalui Nefrostomi +
500-700 cc/hari, kuning keruh
1x / hari
kuning
padat
|
3
|
Personal Hygiene
a. Mandi
b. Gosok Gigi
c.
Keramas
d. Potong Kuku
|
2x/hari memakai sabun
2x/hari memakai pasta
2x/minggu memakai shampo
Bila panjang
|
1x/hari memakai sabun, dibantu keluarga
2x/hari memakai pasta
1x/minggu memakai shampoo
Bila panjang
|
4
|
Istirahat Tidur
a. Siang
b. Malam
|
1-2 jam/hari
7-8 jam/hari tidur nyenyak
|
1-2 jam / hari
7-8 jam/hari tetapi sering terbangun dan kadang
tidak bisa tidur
|
5
|
Kegiatan / Aktivitas Sehari-hari
|
Klien seorang ibu rumah tangga, sehari-harinya
hanya mengurus pekerjaan rumah.
|
Berbaring ditempat tidur.
Klien mengeluh lemah dan lelah saat
beraktivitas.
|
4) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak
terdapat deviasi septum nasi, tidak terdapat sianosis pada bibir, jari tangan
ataupun jari kaki, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, mukosa hidung
lembab, tidak terdapat sekret, tidak terdapat penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya retraksi dada dan nyeri
tekan pada daerah dada, ekspansi paru simetris, pengembangan paru maksimal,
suara perkusi paru terdengar resonan, pada auskultasi terdengar vesikuler tidak terdengar rales pada saat
auskultasi, frekuensi nafas 22 x/menit.
b) Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva palpebra tampak
pucat, Jugular Venous Pressure (JVP) tidak meninggi nilai 5 mmHg, tidak
ditemukan adanya clubbing finger, CRT (Capilarry Refilling Time) kembali
dalam 4 detik, akral teraba dingin, iktus kordis teraba pada ICS V garis
midklavikula kiri. Pulsasi denyut nadi teraba kuat, irama denyut nadi teratur,
denyut nadi 82 x/menit. Tekanan darah 100/70 mmHg. Suara perkusi jantung
terdengar dullness, S1 dan S2 terdengar murni reguler.
c) Sistem Perkemihan
Tidak tampak adanya oedem pada
daerah ekstremitas atas dan bawah, tidak terdengar adanya bruits sign pada
percabangan aorta abdominalis, terdapat luka bekas operasi pada area ginjal
kanan, tampak luka post operasi nefrolitotomi kiri pada area pinggang sebelah
kiri + 12 cm berwarna kemerahan dan tampak basah disertai Pus dan tampak
drain nefrostomi di bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh. Nefrolitotomi
kiri dan nefrostomi dilakukan pada tanggal 20 Juli 2005 dan Hemodialisa pada
tanggal 25 Juli 2005. Klien mengatakan nyeri pada luka dan drain tersebut
terutama bila luka dan drain tersebut tertekan, klien tampak meringis saat luka
dan drain tersebut tersentuh atau tertekan. Terdapat nyeri tekan pada palpasi
ginjal kanan sedangkan palpasi ginjal kiri tidak terkaji karena adanya luka
operasi. Tidak terdapat adanya nyeri ketuk pada saat perkusi ginjal pada daerah
Costae Vertebral Angel, tidak terdapat distensi kandung kemih dan suara
perkusi kandung kemih terdengar timpani. Klien mengatakan tidak ada keluhan
pada saat BAK. Intake cairan peroral 1500 cc, Output : urine 1250 cc/24 jam,
drain 550 cc/24 jam, IWL=340 cc/24 jam, balance=1500-1800 cc/24 jam= - 300
cc/24 jam.
d) Sistem Endokrin
Tidak terdapat eksofthalmus,
tidak tampak adanya hipopigmentasi kulit, tidak tampak adanya keringat yang
berlebihan (diaforesis) tidak teraba adanya massa, nyeri tekan, dan
pembesaran saat palpasi kelenjar tiroid dan paratiroid.
e) Sistem Pencernaan
Mukosa bibir kering, gigi
tanggal 2 buah jumlah gigi 30 buah, tidak terdapat pembesaran tonsil, klien
mengatakan nyeri pada saat menelan dan pada area lidah yang terdapat luka,
lidah tampak kotor, tampak lesi pada lidah anterior, sklera tampak putih,
abdomen datar teraba lembut, Bising usus 12 x/menit, tidak teraba pembesaran
hati dan limpa, tidak terdapat adanya nyeri tekan dan nyeri lepas pada daerah
abdomen. Pada anus tidak terdapat hemoroid. Berat badan sebelum sakit 44 Kg dan
saat dilakukan pengkajian 34 Kg.
f) Sistem Integumen
Rambut dan kulit kepala
bersih, terdapat bercak-bercak putih pada lengan kanan, klien mengatakan gatal
dan tampak klien menggaruk lengannya, turgor kulit kembali dalam waktu 3 detik,
kulit kaki dan tangan teraba dingin, Suhu 36,1oC.
g) Sistem Persyarafan
(1) Test Fungsi Serebral
(a) Status Mental
(i) Orientasi : klien dapat menyebutkan bahwa
sekarang ia berada di rumah sakit, ditunggui oleh suaminya, dan berada pada
pagi hari.
(ii) Daya Ingat : klien dapat mengingat tahun
kelahirannya, klien dapat menyebutkan 3 buah benda yang ditunjukkan 5 menit
yang lalu.
(iii) Perhatian dan perhitungan : klien dapat
meghitung dengan penjumlahan serial lima yaitu : 5+5=10, 10+5=15, 15+5=20,
20+5=25, 25+5=30
(iv) Fungsi Bahasa : klien dapat mngulangi
kata-kata “akan tetapi atau jika tidak” dan klien mengerti perinah saat
menyebutkan benda yang ada didekatnya yaitu, gelas dan sendok
(b) Tingkat kesadaran
(i)
Kualitas : Compos Mentis
(ii)
Kuantitas : Nilai GCS 15 (E4, V5, M6)
(c) Pengkajian Bicara : Proses bicara klien
lancar
(2) Test Nervus kranial
(a) Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman baik,
terbukti klien dapat membedakan bau-bauan familier seperti bau kopi dan kayu
putih.
(b) Nervus II (Optikus)
Fungsi ketajaman penglihatan
baik yang ditandai dengan klien dapat membaca papan nama perawat pada jarak 30
cm.
(c) Nervus III (Okulomotorius), IV
(Trochlearis), VI (Abducen)
Klien mampu menggerakkan bola
mata kesegala arah, pupil berkontraksi saat diberi cahaya, bentuk pupil isokor,
klien dapat membuka dan menutup matanya, lapang pandang klien tidak menyempit.
(d) Nervus V (Trigeminus)
Fungsi mengunyah baik,
pergerakan otot masetter dan temporalis saat mengunyah simetris. Klien dapat
merasakan sentuhan pilinan kapas pada wajah, klien mengedip spontan saat diberi
rangsangan dengan pilinan kapas pada kedua kelopak mata.
(e) Nervus VII (Facialis)
Klien dapat mengerutkan
dahi dan tersenyum dengan
kedua bibir simetris. Klien
dapat membedakan rasa manis, asam dan asin.
(f) Nervus VIII (Auditorius)
Fungsi pendengaran tidak
terganggu, terbukti klien dapat menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan
secara spontan
(g) Nervus IX (Glossofaringeus)
Terdapat reflek muntah pada
saat pangkal lidah ditekan dnegan menggunakan tongue spatel dan klein dapat
merasakan sensasi pahit.
(h) Nervus X (Vagus)
Reflek menelan baik, uvula
terletak ditengah antara palatum mole dengan arkus faring, dan bergerak saat
klien bilang “ah”.
(i) Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat mengangkat bahu
kanan dan kiri, serta dapat melawan tahanan pada kedua bahu.
(j) Nervus XII (Hipogolosus)
Klien dapat menggerakkan lidah
dan menjulurkannya ke segala arah.
(3) Test Fungsi Sensoris
(a) Rasa sakit
Klien dapat merasakan sakit
saat ditusuk dengan ujung reflek hammer di daerah lengan dan kaki.
(b) Sentuhan
Klien dapat merasakan sentuhan
kapas pada lengannya dengan kedua mata tertutup.
(c) Diskriminasi
- Stereognosis
Klien dapat menebak benda yang
dipegangnya yaitu sendok dengan kedua mata tertutup.
- Graphestesia
Klien dapat menebak huruf S
yang dituliskan ditelapak tangannya dengan kedua mata tertutup
- Two Point Stimulation
Klien dapat 2 buah titik yang
dibuat di lengannya.
h) Sistem Reproduksi
Struktur utuh, keadaan vulva
bersih, klien tidak merasakan adanya keluhan.
i)
Sistem
Muskuloskeletal
(1) Ekstremitas Atas
Bentuk dan ukuran kedua
ekstremitas atas simetris, pergerakan (ROM) kedua ekstremitas atas bebas ke
segala arah, tidak terdapat nyeri pada daerah persendian dan tulang, tidak
terdapat adanya deformitas tulang atau sendi, tidak terdapat kontraktur sendi,
tidak terdapat adanya atrofi otot, tidak terdapat oedema pada kedua ekstremitas
atas, kekuatan otot 5/5, reflek biceps ++/++, Triceps ++/++.
(2) Ekstremitas Bawah
Bentuk dan ukuran kedua
ekstremitas bawah simetris, pergerakan (ROM) kedua ekstremitas bawah bebas ke
segala arah, tidak terdapat nyeri pada daerah persendian dan tulang, tidak
terdapat adanya deformitas tulang atau sendi, tidak terdapat kontraktur sendi,
tidak terdapat adanya atrofi otot, tidak terdapat oedema pada kedua ekstremitas
bawah, kekuatan otot 5/5, reflek patella ++/++, achiles ++/++.
5) Data Psikologis
a) Status Emosi
Saat dilakukan pengkajian emosi klien stabil,
klien tampak
tenang saat dilakukan
wawancara oleh perawat.
b) Konsep Diri
(1) Body Image
Klien mengatakan menyukai
seluruh anggota tubuhnya walaupun saat ini sedang sakit dan dirawat di rumah
sakit, klien mengatakan bahwa anggota tubuhnya merupakan pemberian dari Allah
SWT yang patut disyukuri
(2) Identitas
Klien adalah seorang wanita
dan klien merasa puas dengan jenis kelaminnya, karena dapat memberikan
keturunan.
(3) Ideal diri
Harapan klien terhadap penyakitnya
adalah ingin cepat
sembuh dan berkumpul kembali
dengan keluarganya dirumah.
(4) Peran diri
Klien adalah seorang ibu dari
3 anaknya dan seorang istri bagi suaminya. Klien adalah seorang ibu rumah
tangga, klien tidak terlalu memikirkan perannya sebagai seorang ibu dan istri,
klien hanya berkonsentrasi pada penyembuhan penyakitnya.
(5) Harga diri
Klien memahami keadaan dirinya
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
c) Pola Koping
Klien mengatakan jika
mempunyai masalah selalu menceritakannya pada suami dan anaknya karena menurut klien
itu lebih baik daripada
memendam masalah.
d) Gaya Komunikasi
Klien berbicara cukup jelas,
volume suara klien sedang, klien sehari-hari menggunakan bahasa Sunda, klien
mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal dan nonverbal.
e) Kecemasan
Klien tampak gelisah, klien
tampak sering bertanya tentang keadaan penyakitnya, ekspresi wajah tampak
cemas, klien mengatakan sudah 2 bulan
dirawat di rumah sakit, klien merasa menyesal dioperasi karena ia merasa tidak
ada perubahan.
6) Data Sosial
Hubungan klien dengan
keluarganya baik, terbukti klien selalu ditunggui oleh suami
dan anaknya secara bergantian. Klien sangat
kooperatif dalam proses
perawatan dan pengobatan penyakitnya.
7) Data Spiritual
a) Falsafah hidup
Klien percaya terhadap adanya
sakit dan sehat, karena itu sudah ketentuan yang telah diatur oleh Allah SWT
b) Sense of Tracendence
Klien merasa penyakitnya tidak
ada perubahan , akan
tetapi klien percaya walaupun membutuhkan waktu yang lama bila klien
berusaha dengan perawatan dan pengobatan yang baik dan sabar, serta dibarengi
dengan berdoa kepada Allah untuk kesembuhan penyakitnya maka penyakitnya akan
membaik.
c) Konsep Ketuhanan
Klien percaya adanya Tuhan dan
segala sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh dirinya. Selama dirawat klien
menjalankan ibadahnya dengan melaksanakan sholat lima waktu walaupun sambil berbaring
ditempat tidur.
8) Data Penunjang
a) Data Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium
Tanggal
|
Jenis Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Normal
|
Satuan
|
8 / 8 / 2005
|
Hematologi
· Hemoglobin
· Leukosit
· Thrombosit
· Hematokrit
|
8.2
15.600
578.000
24
|
12-16
3.8-10.6
150-440
35-47
|
gr/dl
Ribu/mm3
Ribu/mm3
%
|
8/8/2005
|
Kimia klinik
· Ureum
· Kreatinin
· Natrium
· Kalium
Albumin
· Protein total
|
82
2.4
134
3.8
2.9
8.7
|
15-50
0.5-0.9
135-145
3.6-8.5
3.5-5.0
6.6-8.7
|
Mg/dl
Meq/L
Meq/L
Meq/L
g/dl
g/dl
|
5 / 8 / 2005
|
Kimia klinik
· Albumin
· Protein total
|
2.9
7.5
|
3.5-5.0
6.6-8.7
|
g/dl
g/dl
|
b) Radiologi
(1) Ultrasonografi tanggal 30 Juni 2005
Kesan :
·
Pelvoureteroectasi
ginjal kiri
·
Pelvocaliectasi
ginjal kanan e.c nefrolithiasis USG vesika urinaria tidak tampak kelainan
(2) Glomerular Filtration Rate tanggal 4 Juli
2005
Kiri 5 ml/menit kanan 10 ml/menit
Corrected total 15 ml
Kesimpulan : fungsi kedua
ginjal minim
(3) Electro Cardiogram tanggal 4 Juli 2005
EKG dalam batas normal
c) Terapi
·
Teracef 3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
·
Rantin
250 mg 3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
·
Becomzet
3 x 1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
- Analisa
Data
No
|
Data
|
Kemungkinan Penyebab
dan Dampak
|
Masalah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
DS :
- Klien mengeluh nyeri
pada daerah luka operasi dan drain nefrostomi
- Klien mengatakan nyeri
dirasakan bertambah apabila klien bergerak dan luka tertekan
DO :
- Klien Post Op
nefrolitotomi dan nefrostomi pada
tanggal 20 Juli 2005
- Tampak luka post Op +
12 cm berwarna kemerahan dan tampak basah disertai Pus
- Tampak drain nefrostomi
di bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh.
- Klien tampak meringis
saat luka dan selang tertekan atau tersentuh.
- Skala nyeri 3 (0-5)
|
Post Op nefrolitotomi dan
nefrostomi
↓
Terputusnya kontinuitas
jaringan
↓
Merangsang pengeluaran
serotonin, bradikinin, prostaglandin
↓
Diteruskan ke substansi
gelatinosa pada kornu dorsalis medulla spinalis
↓
Traktus spinotalamicus
↓
Thalamus
↓
Cortex cerebri
↓
Nyeri dipersepsikan
|
Gangguan rasa nyaman: nyeri
|
2
|
DS :
- klien mengeluh kurang
nafsu makan
- klien mengeluh mual
- klien mengatakan nyeri
pada area lidah yang terdapat luka
DO :
- Tampak lesi pada daerah
lidah anterior
- Porsi makan habis ¼
porsi
- BB 34 kg dan sebelum
sakit 44 kg
- BU = 12 x/menit
- Data kimia klinik
tanggal 8-8-2005
Protein total : 8,7
gr/dl
Albumin : 2,9 gr/dl
Ureum : 82 mg/dl
|
Gagal ginjal kronik
↓
fungsi renal menurun
↓
GFR menurun
↓
Ginjal tidak mampu mengeluarkan
sisa metabolisme
↓
Meningkatnya ureum
↓
Iritasi membran mukosa
Lambung dan
mulut
![]() ![]() ![]() ![]()
sekresi
asam lambung
↓
HCL meningkat
↓
Mual
![]() ![]()
Klien tidak mau makan
↓
Intake nutrisi kurang
|
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan
|
3
|
DS :
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengeluh lelah saat
beraktifitas
- Klien mengatakan dingin
pada tangan dan kaki
DO :
- Konjungtiva palpebra
tampak anemis
- Akral teraba dingin
- CRT : kembali
dalam 4 detik
- Data kimia klinik
tanggal 8-8-2005
HB 8,2 gr/dl
|
Gagal ginjal kronik
↓
menurunnya produksi
eritropoitin
↓
HB menurun
↓
O2 tidak diikat
dengan adekuat
↓
Transportasi O2 ke
jaringan menurun
↓
Metabolisme sel terganggu
↓
ADP tidak bisa diubah menjadi
ATP
↓
Tidak terbentuk energi
↓
Kelelahan
|
kelelahan
|
4
|
DS :
Klien mengeluh nyeri pada luka Post op
DO :
- Klien Post Op
nefrolitotomi dan nefrostomi pada tanggal 20 Juli 2005
- Tampak luka post Op +
12 cm berwarna kemerahan dan tampak basah disertai Pus
- Tampak drain nefrostomi
di bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh.
- Data kimia klinik
tanggal 8-8-2005 Leukosit : 15.600
mm 3
|
Inkontinuitas jaringan akibat
post op nefrolithotomi
↓
Terbukanya sistem pertahanan
primer
↓
Terjadi perkembangbiakan
mikroorganisme pada jaringan yang rusak
↓
Terjadi proses infeksi pada
jaringan yang rusak
↓
Resiko terjadi perluasan
infeksi
|
Resiko terjadinya perluasan infeksi
|
5
|
DS :
- Klien mengatakan kaki dan
tangannya terasa dingin
DO :
- GFR : 15 lt/menit
- Data kimia klinik
tanggal 8-8-2005
Ureum : 82 mg/dl
Kreatinin : 2,4 meq/dl
Natrium :134 meq/dl
Kalium :3,8 meq/dl
|
Gagal ginjal kronik
↓
fungsi renal menurun
↓
GFR menurun
↓
Meningkatnya skresi renin oleh sel-sel
jukstaglomerular
↓
Angiotensin diubah menjadi
angiotensin 1
↓
Di pulmonal dirubah menjadi
angiotensin II
↓
Retensi aldosteron
↓
Meningkatnya retensi natrium
dan H2O
↓
Transudasi cairan intravaskuler
ke intersitial karena menurunnya tekanan osmotik kapiler
↓
Resiko terjadinya oedema
|
Resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan
dan elektrolit : Hiponatremia
|
6
|
DS :
Klien mengatakan gatal pada daerah lengan kanan
DO :
- Tampak bercak putih
pada kulit lengan kanan
- Klien tampak menggaruk
lengan kanannya
- Data kimia klinik
tanggal 8-8-2005
Ureum : 82 mg/dl
Kreatinin : 2,4 meq/dl
|
Gagal ginjal kronik
↓
fungsi renal menurun
↓
GFR menurun
↓
Ginjal tidak mampu mengeluarkan
sisa metabolisme
↓
Meningkatnya ureum
↓
Penumpukan kristal di kulit
↓
Pruritus
|
Resiko gangguan integritas kulit
|
7
|
DS :
§ Klien tampak sering
bertanya tentang keadaan penyakitnya
§ Klien mengatakan sudah
2 bulan dirawat di rumah sakit
§ Klien merasa menyesal
dioperasi karena merasa tidak ada perubahan
§ Klien mengatakan kurang
nafsu makan
§ Klien mengatakan sering
tidak bisa tidur
DO :
§ Klien tampak gelisah
§ Ekspresi wajah tampak
cemas
|
Gagal ginjal kronik
![]()
Hospitalisasi Perubahan status
yang lama kesehatan
Menimbulkan perasaan
frustasi
↓
Harapan untuk sembuh menurun
↓
Kecemasan meningkat
↓
Gangguan rasa aman
cemas
|
Kecemasan : sedang
|
- Diagnosa
Keperawatan Berdasarkan Prioritas
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Ditemukan
|
Dipecahkan
|
||
Tanggal
|
Paraf
|
Tanggal
|
Paraf
|
||
1
|
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan
|
11-8-2005
|
Rema
|
13-8-2005
|
Rema
|
2
|
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis
|
11-8-2005
|
Rema
|
|
|
3
|
Kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi O2
ke jaringan
|
11-8-2005
|
Rema
|
|
|
4
|
Resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan
dengan adanya luka terinfeksi
|
11-8-2005
|
Rema
|
|
|
5
|
Resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan
dan elektrolit: Hiponatremia
berhubungan dengan retensi cairan
|
11-8-2005
|
Rema
|
|
|
6
|
Resiko gangguan integritas kulit : pruritus
berhubungan dengan penumpukan kristal ureum pada lapisan kulit
|
11-8-2005
|
Rema
|
14-8-2005
|
Rema
|
7
|
Kecemasan
: sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan
status kesehatan.
|
11-8-2005
|
Rema
|
|
|
- Perencanaan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan
|
TUPAN :
Rasa nyaman terpenuhi , nyeri hilang
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
hari klien dapat beradaptasi dengan rasa nyeri dengan kriteria :
- Ekspresi wajah tenang
- Skala nyeri turun
menjadi 2 (0-5)
- Klien dapat menerapkan
teknik manajemen nyeri ketika nyeri dirasakan
|
1. Berikan penjelasan
tentang penyebab nyeri
2. Periksa tegangan
balutan
3. Atur posisi sesuai
kenyamanan klien
4. Pertahankan kepatenan
posisi drain
5. Ajarkan dan lakukan
penggunaan teknik relaksasi sesuai keinginan klien misalnya : latihan nafas
dalam, imajinasi dan visualisasi
6. Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
7. Observasi skala nyeri
8.
|
1. Menghindari persepsi
yang salah tentang penyebab nyeri
2. Menghindari gesekan
dari balutan
3. Posisi yang sesuai
menurunkan ketega-ngan area yang nyeri
4. Posisi yang tidak tepat
menimbulkan gesekan pada luka yang akan mensti-mulasi reseptor nyeri
5. Melepaskan keteg-angan
emosional dan otot, meningkatkan rasa kontrol yang mungkin dapat meningkatkan
koping
6. Menghambat kerja
biosintesis prostaglandin
7. Menentukan
keber-hasilan intervensi
|
2
|
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis
|
TUPAN :
Nutrisi terpenuhi
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
hari mual dan stomatisis berkurang dengan kriteria :
- Porsi makan habis ¾
porsi
- BB naik
- Klien mau makan sesuai
diit
- Lesi pada lidah
berkurang
|
1. Awasi konsumsi makanan
/ cairan
2. Beri penjelasan
mengenai pentingnya intake nutrisi yang sesuai dengan diit
3. Dorong klien untuk
berpartisipasi dalam perencanaan menu
4. Kolaborasi untuk
pemberian diit tinggi karbohidrat, protein yang berkualitas tinggi dan asam
amino yang essensial
5. Berikan makanan sedikit
dengan frekuensi sering, jadwalkan makan sesuai dengan kebutuhan
6. Lakukan perawatan mulut
7. Timbang Berat badan
klien setiap hari
8. Berikan multivitamin
sesuai order
Becomzet 3 x 1 tablet
peroral (8.00-16.00-24.00WIB)
9. Berikan terapi sesuai
program :
Rantin 250 mg 3X1
tablet peroral (8.00-16.00-24.00 WIB)
|
1. Mengidentifikasi
kekurangan nutrisi
2. Pengetahuan yang
adekuat akan menambah motivasi untuk berubah
3. Dapat meningkatkan
masukan oral dan meningkatkan perasaan tanggung jawab
4. Memberikan nutrien yang
cukup untuk memperbaiki energi, meningkatkan regenerasi jaringan /penyembuhan
dan me-ngurangi katabolisme protein yang memperberat kerja ginjal
5. Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan dan meng-hilangkan perasaan enek
6. Menurunkan
ketidak-nyamanan stomatitis oral dan rasa tidak enak di mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makan
7. Memantau status cairan
dan nutrisi
8. Mengggantikan
kehi-langan vitamin karena malnutrisi / anemia
9. Mengurangi produksi HCL
lambung penyebab mual
|
3
|
Kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi O2
ke jaringan
|
TUPAN :
Kelelahan hilang
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
hari klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransinya :
- konjungtiva tidak
anemis
- HB meningkat mendekati
batas normal
- CRT < dari 3 detik
- Akral hangat
|
1. Kaji kemampuan untuk
berpartisipasi pada aktifitas yang dibutuhkan / diinginkan
2. Rencanakan periode
istirahat yang adekuat
3. Berikan bantuan dalam
aktifitas sehari-hari dan ambulasi
4. Tingkatkan partisipasi
sesuai toleransi klien
5. Berikan intake nutrisi
tambahan berupa makanan selingan sesuai diit
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam
pemeriksaan kadar kalsium, magnesium dan kalium serta haemoglobin
|
1. Mengidentifikasi
kebu-tuhan individual dan mem-bantu pemilihan intervensi
2. Mencegah kelelahan yang
berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan
3. Mengubah energi
memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan dan memberikan keamanan
pada klien
4. Meningkatkan rasa
percaya diri dan membatasi prustasi
5. Nutrisi adekuat
menghasilkan energi
6. Menentukan keadaan
perfusi jaringan dan keberhasilan dari intervensi
|
4
|
Resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan
dengan adanya luka terinfeksi
|
TUPAN :
Tidak terjadi perluasan infeksi
TUPEN :
- Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 hari tanda-tanda infeksi pada luka berkurang
dengan kriteria :
- Luka bersih, tidak
kemerahan
- Tidak terdapat pus pada
luka dan drain
- Nyeri berkurang
|
1. Cuci tangan sebelum
melakukan tindakan
2. Rawat luka dan drain
dengan teknik aseptik dan antiseptik
3. Hindari luka dalam
keadaan basah
4. Monitor suhu setiap shift
5. Ganti alat tenun setiap
hari
6. Berikan antibiotik
sesuai program : teracef 3x1 tablet peroral (8.00-16.00-24.00 WIB)
7. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam pemeriksaan kadar Leukosit
|
1. Menghindari penularan
mikroorganisme dari petugas
2. Meminimalkan
perkembangbiakan mikroorganisme patogen
3. Kondisi yang lembab dan
basah memung-kinkan menjadi perkembangbiakan mikroorganisme
4. Mengetahui fluktuasi
suhu sebagai indikator/tanda bila
terjadi infeksi lebih lanjut
5. Meminimalkan terjadinya
infeksi lebih lanjut
6. Antibiotik bersifat
bacteriosid dan bakteristatik
7. Menentukan keadaan
penyembuhan luka dan proses infeksi serta keber-hasilan dari intervensi
|
5
|
Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan :
berlebihan dan elektrolit : Hiponatremia berhubungan dengan retensi cairan
|
TUPAN :
Cairan dan elektrolit seimbang
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
hari retensi cairan berkurang dengan kriteria :
- output sesuai intake
- kadar elektrolit dalam
batas normal : natrium = 135-145 meq/L
- Berat badan dalam batas
normal
- Tanda vital dalam batas
normal
|
1. Catat / observasi
intake output dalam 24 jam
2. Beri dan anjurkan klien
untuk minum sesuai output 24 jam, yaitu 1800 cc/24 jam
3. Timbang BB setiap hari
4. Perhatikan distensi
abdomen: penurunan Bising usus, perubahan, konsistensi faeces
5. Monitor tanda-tanda
vital setiap shift
6. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dalam pemeriksaan kimia darah (ureum, kreatinin, kalium dan
natrium)
|
1. Pada kebanyakan kasus
jumlah aliran harus sama atau lebih dari jumlah yang dimasukkan. Keseimbangan
positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut
2. Memenuhi kebutuhan
cairan sesuai dengan kebutuhan
3. BB merupakan indika-tor
akurat status volume cairan. Keseimbangan cairan positif dengan BB
menunjukkan retensi cairan
4. Distensi abdomen /
konstipasi dapat mempe-ngaruhi kelancaran aliran
5. Volume sirkulasi harus
dipantau untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik
6. Pemeriksaan
laboratorium kimia darah dapat menge-tahui perkembangan kondisi klien
ter-utama status kese-imbangan
elektrolit
|
6
|
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan
dengan pruritus akibat akumulasi ureum pada lapisan kulit
|
TUPAN :
Integritas kulit utuh
TUPEN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
hari klien dapat beradaptasi dengan rasa gatal dan pruritus dengan kriteria :
- klien tidak menggaruk
area yang gatal
- tidak terjadi iritasi
dermal
- klien merasa nyaman
|
1. Berikan penjelasan
mengenai penyebab dan dampak bila menggaruk kulit yang gatal
2. Lakukan perawatan
kulit: batasi peng-gunaan sabun mengan-dung Soda anjurkan sabun mengandung
lemak misalnya sabun bayi: berikan salep atau krim (lotion, aquaphor) dan
baby oil.
3. Anjurkan klien untuk
menggunakan kompres lembab / dingin untuk membe-rikan tekanan pada area yang
pruritus
4. Pertahankan kuku pendek
dan berikan sarung tangan selama tidur
5. Pertahankan linen
kering, bebas keriput
6. Inspeksi kulit dari
perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan kemerahan, ekskoriasi,
ekimosis, purpura
|
1. Pengetahuan yang
adekuat dapat memotivasi klien untuk tidak menggaruk
2. Sabun dapat menyebabkan
penge-ringan pada kulit, lotion, baby oil dan krim digunakan untuk mengurangi
pengeringan kulit
3. Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera dermal
4. Menurunkan resiko
cedera dermal
5. Menurunkan iritasi
dermal dan kerusakan lebih lanjut
6. Menandakan area
sirkulasi buruk / kerusakan yang dapat menimbulkan infeksi
|
7
|
Kecemasan
: sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan
status kesehatan.
|
Tupan :
Klien tidak merasa cemas
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2
hari klien dapat meningkatkan adaptasi dengan proses hospitalisasi dengan
kriteria :
§ Klien tidak tampak
cemas
§ Klien tidak tampak
gelisah
§ Klien mengerti dan
menyadari bahwa dirinya memerlukan perawatan yang lama
§ Klien dapat tidur
dengan nyenyak
§ Nafsu makan meningkat.
|
1. Berikan klien/orang
terdekat salinan ‘hak-hak klien’ dan tinjau bersama mereka. Diskusikan
kebijakan fasilitas misalnya jadwal kunjungan
2. Tentukan sikap
klien/orang terdekat kearah penerimaan pada fasilitas dan harapan masa depan
3. Kaji tingkat ansietas
dan diskusikan penyebabnya bila mungkin
4. Berikan waktu untuk
mendengarkan klien mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan yang bebas
misalnya ; marah, ragu, takut dan sendiri
5. Akui realita situasi
dan perasaan klien
6. Kembangkan hubungan
klien/perawat
7. Orientasikan pada
aspek-aspek fisik dari fasilitas, jadwal dan aktivitas. Perkenalkan pada
teman sekamar dan staf
8. Berikan pemikiran yang
cermat untuk penempatan ruang. Berikan bantuan dan dorongan dalam penempatan
benda-benda pribadi disekitar ruangan
|
1. Memberikan informasi
yang dapat membantu perkembangan kera-hasiaan klien di-mana hak klien dapat
terus dijaga dan klien tetap men-jadi ‘dirinya sendiri’ dan memiliki kontrol
terhadap apa yang terjadi
2. Diharapkan perhatian
klien atau orang terdekat akan berbeda jika penem-patannya bersifat permanen
dan menghilangkan munculnya perasaan tidak berdaya, kehilangan dan berduka
3. Identifikasi masalah
spesifik akan me-ningkatkan kemam-puan individu untuk menghadapinya dengan
lebih realistis
4. Membuat klien merasa
diterima, mulai mengakui dan berhadpan dengan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan penerimaan
5. Memungkinkan ekspresi
perasaan membantu dimulainya resolusi. Penerimaan akan meningkatkan harga
diri
6. Hubungan saling percaya
akan me-ningkatkan perawatan dan dukungan yang optimal
7. Pengenalan adalah
bagian penting dari penerimaan, penge-tahuan dimana benda-benda berada dan
siapa yang di-harapkan klien untuk memberikan bantuan dapat mengurangi
ansietas
8. Lokasi, kecocokan teman
sekamar dan tempat untuk benda-benda pribadi adalah pertimbangan yang tepat
untuk membantu klien merasa seperti dirumah
|
- Pelaksanaan
Tanggal
|
DP
|
Waktu
|
Pelaksanaan Dan Evaluasi
|
Paraf
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
11–08-2005
|
VI,V
|
08.00
|
Mengukur tanda-tanda vital klien
Hasil :
TD : 110/70 mmHg , Nadi : 82 x/menit, Respirasi
: 21x/menit , Suhu : 36,2oC
|
Rema
|
VI, IV
|
08.20
|
Membereskan lingkungan klien, mengganti sprei
klien yang kotor dan merapikan tempat tidur.
Hasil :
Lingkungan klien rapih dan bersih, sprei dalam
keadaan kering dan bersih
|
Rema
|
|
I
|
08.30
|
Mengatur posisi sesuai kenyamanan klien yaitu
berbaring dengan kepala memakai bantal
Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang dalam posisi
terlentang karena luka dan drain tidak tertekan. Skala nyeri 3 (0-5)
|
Rema
|
|
I
|
08.45
|
Mengajarkan teknik relaksasi sesuai kebutuhan
dan keinginan klien
Hasil :
Klien mengatakan merasa lebih tenang saat
membaca kalimat Allah SWT
|
Rema
|
|
II, IV
|
09.00
|
Memberikan obat sesuai program terapi
Teracef 1
tablet peroral
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
Hasil :
Telah diberikan obat sesuai program
|
Rema
|
|
II, III
|
09.50
|
Melakukan dan mengajarkan oral hygiene
Hasil :
Klien mengatakan mulut lebih segar dan nyaman,
klien mengatakan akan melakukan oral hygiene secara teratur
|
Rema
|
|
IV
|
10.30
|
Melakukan ganti balutan dengan teknik asepti dan
anti
septik
Hasil :
Luka tampak masih basah dan kemerahan, terdapat
pus pada luka. Posisi drain pada tempatnya, keluar cairan urine yang berwarna
kuning keruh. Klien tampak meringis kesakitan saat diganti balutan.
|
Rema
|
|
II
|
11.00
|
Melakukan pendidikan kesehatan tentang “Diit
Rendah Protein”
Hasil :
Klien mampu menyebutkan tujuan, syarat, contoh
menu Diit Rendah Protein dan makanan yang boleh diberikan
|
Rema
|
|
II
|
11.20
|
Memberikan motivasi pada klien agar makan sesuai
diet.
Hasil :
Klien mengatakan akan berusaha untuk makan
sesuai dengan diet yang dianjurkan.
|
Rema
|
|
VII
|
13.00
|
Memberikan penjelasan tentang hak-hak klien
selama dalam proses perawatan dan pengobatan misalnya : jadwal kunjungan,
penunggu klien, informasi tentang keadaan kesehatan, prosedur tindakan dll.
Hasil :
Klien dan keluarga mengerti tentang hak-haknya
|
Rema
|
|
VII
|
13.00
|
Mendiskusikan penyebab kecemasan dan
mendengarkan keluhan yang dirasakan klien.
Hasil :
Klien mengatakan penyebab kecemasannya karena
selama perawatan belum merasakan perubahan.
|
Rema
|
|
II ,V
|
13.20
|
Mengobservasi intake dan output serta BB
Hasil :
Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.20
WIB
Intake
: Oral =900 cc
Output
: BAK = 400 cc
Drain = 250 cc
BB = 34 kg
|
Rema
|
|
12-08-2005
|
VI,V
|
07.45
|
Mengukur tanda-tanda vital klien
Hasil :
TD : 100/70 mmHg , Nadi : 82 x/menit, Respirasi
: 23x/menit , Suhu : 36,3oC
|
Rema
|
VI, IV
|
08.00
|
Membereskan lingkungan klien dan merapikan
tempat tidur.
Hasil :
Lingkungan klien rapih dan bersih, sprei dalam
keadaan rapih, kering dan bersih
|
Rema
|
|
II, IV
|
08.10
|
Memberikan obat sesuai program terapi
Teracef 1
tablet peroral
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
Hasil :
Telah diberikan obat sesuai program
|
Rema
|
|
II
|
08.20
|
Memberikan penjelasan kepada klien dan
keluarga tentang pentingnya nutrisi
yang adekuat bagi klien sesuai dengan diit yang dianjurkan.
Hasil :
Klien dan keluarga mengerti tentang pentingnya
nutrisis yang adekuat bagi klien
|
Rema
|
|
II, III
|
08.40
|
Memfasilitasi untuk melakukan oral hygiene
Hasil :
Klien mengatakan mulut lebih segar dan nyaman,
klien mengatakan akan melakukan oral hygiene secara teratur
|
Rema
|
|
V
|
09.00
|
Mengobservasi intake dan output serta menghitung
balance cairan
Hasil :
- Intake dan output klien
selama 24 jam dari tanggal 11-08-2005 s/d 12-08-2005
Intake : Oral =1800 cc
Output : BAK = 1000 cc
Drain = 900 cc
IWL = 340 cc
Balance cairan 1800 – 2240 = -
440 cc
|
Rema
|
|
II
|
09.20
|
Memberikan penjelasan kepada klien tentang
penyebab rasa nyeri dan teknik yang bisa dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Hasil :
Klien mengerti tentang rasa nyeri yang harus
dirasakan adalah untuk kesembuhan dan kebaikan klien, misalnya saat ganti
balutan. Klien mengatakan saat ganti balutan akan menarik nafas dalam dan
membaca kalimat Allah SWT, supaya keadaan lukanya menjadi bersih
|
Rema
|
|
IV
|
09.35
|
Melakukan ganti balutan dengan teknik aseptik
dan anti septik
Hasil :
Luka tampak masih basah dan kemerahan, terdapat
pus. Posisi drain pada tempatnya. Klien tampak meringis kesakitan.
|
Rema
|
|
II
|
10.20
|
Memfasilitasi klien untuk makan dan minum
Hasil :
Porsi makan habis ½ porsi, klien mengatakan mual
berkurang tetapi saat mengunyah masih terasa sakit pada lidahnya yang luka.
|
Rema
|
|
I, III
|
10.50
|
Mengobservasi skala nyeri dan kemampuan klien
dalam beraktifitas
Hasil :
Skala nyeri 3 (0-5), klien mampu beraktifitas
mandiri , walaupun tampak lemah dan kelelahan.
|
Rema
|
|
VII
|
12.30
|
Memberikan motivasi pada keluarga untuk selalu
menemani klien dan memenuhi kebutuhan yang diperlukan
Hasil :
Keluarga tampak menemani klien
|
Rema
|
|
II, V
|
13.00
|
Mengobservasi intake dan output serta mengukur BB
Hasil :
Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.00
WIB
Intake
: Oral =1000 cc
Output
: BAK = 450 cc
Drain = 270 cc
BB = 34 kg
|
Rema
|
|
13-08-2005
|
VI,V
|
07.45
|
Mengukur tanda-tanda vital klien
Hasil :
TD : 100/70 mmHg , Nadi : 82 x/menit, Respirasi
: 23x/menit , Suhu : 36,3oC
|
Rema
|
|
II, V
|
07.50
|
Mengukur BB klien
Hasil :
BB = 34 Kg
|
Rema
|
|
II, IV
|
08.00
|
Memberikan obat sesuai program terapi
Teracef 1
tablet peroral
Rantin 250 mg 1 tablet peroral
Becomzet 1 tablet peroral
Hasil :
Telah diberikan obat sesuai program
|
Rema
|
|
II, III, VI
|
08.25
|
Memfasilitasi klien untuk melakukan perawatan
diri secara mandiri : mandi, keramas, oral hygiene
Hasil :
Klien mengatakan badannya menjadi segar. Klien
menagtakan lesi pada mulutnya berkurang. klien merasa lelahnya berkurang saat
beraktifitas. Kulit dan rambut tampak bersih.
|
Rema
|
|
VI, IV
|
09.00
|
Membereskan lingkungan klien dan merapikan tempat
tidur.
Hasil :
Lingkungan klien rapih dan bersih, sprei dalam
keadaan rapih, kering dan bersih
|
Rema
|
|
V
|
09.30
|
Mengobservasi intake dan output serta menghitung
balance cairan
Hasil :
- Intake dan output klien
selama 24 jam dari tanggal 12-08-2005 s/d 13-08-2005
Intake : Oral =2200 cc
Output : BAK = 1250 cc
Drain = 900 cc
IWL = 340 cc
Balance cairan 2250 – 2490 = -
240 cc
|
Rema
|
|
II
|
09.45
|
Memfasilitasi klien untuk makan dan minum
Hasil :
Porsi makan habis ½ porsi, klien mengatakan mual
dan sakit pada lidahnya saat mengunyah berkurang
|
Rema
|
|
IV
|
10.20
|
Melakukan ganti balutan dengan teknik aseptik
dan anti septik
Hasil :
Sebagian luka tampak kering dan kemerahan
berkurang, pus berkurang. Posisi drain pada tempatnya.
|
Rema
|
|
VI
|
10.50
|
Memberikan penjelasan kepada klien tentang
penyebab dan dampak dari menggaruk kulit yang gatal.
Hasil :
Klien mengerti tentang rasa gatal yang dirasakan
tidak boleh digaruk agar tidak menimbulkan luka pada kulitnya.
|
Rema
|
|
VI
|
11.10
|
Melakukan dan mengajarkan perawatan kulit untuk
daerah yang dirasakan gatal : mengompres area yang gatal dengan air yang
dingin, memberikan lotion pada area yang gatal
Hasil :
Klien mengatakan rasa gatalnya berkurang dan
klien akan melakukan perawatan kulit dengan rutin
|
Rema
|
|
V
|
13.00
|
Mengobservasi intake dan output serta
Hasil :
Intake dan output klien dari jam 06.00 – 13.00
WIB
Intake
: Oral = 900 cc
Output
: BAK = 350 cc
Drain = 240 cc
|
Rema
|
- Evaluasi
Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Catatan
Perkembangan
|
Paraf
|
1
|
2
|
3
|
4
|
13-08-2005
|
I
|
S :
- Klien mengatakan
nyerinya berkurang
- Kien mengatakan bila
rasa nyeri dirasakan terutama saat ganti balutan klien menarik nafas dalam
dan mengucapkan kalimat Allah SWT
- klien mengatakan nyeri
yang dirasakan adalah proses dari pengobatannya
O :
- klien tampak lebih
tenang
- ketika ganti balutan
klien tampak kadang meringis dan tampak klien menarik nafas dalam dan
mengucapkan kalimat Allah SWT
- skala nyeri 2 (0-5)
A :
Masalah teratasi
P :
Pertahankan intervensi 2,3,4,5,6
|
Rema
|
14-08-2005
|
II
|
S :
- Klien mengatakan rasa
mual dan luka pada lidahnya berkurang
- Kien dan keluarga
mengatakan nafsu makan klien bertambah
- Keluarga mengatakan
akan menyediakan makanan yang sesuai dengan diit untuk klien
O :
- Porsi makan habis ¾
porsi dan klien tampak makan makanan selingan lainnya yaitu apel dan kue
- Bising usus 10 x/menit
- Keluarga terlihat
membantu klien dalam menyediakan makanan untuk klien
- BB = 34 kg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
- Mengawasi jumlah porsi
makan dan cairan
- Menimbang BB klien
- Memfasilitasi klien
untuk perawatan mulut
- Memberikan terapi
sesuai program
Rantin 250 mg 1 tablet
peroral
Becomzet 1 tablet
peroral
E :
- Jumlah porsi makan
siang habis ¾ porsi.
- Klien mengatakan luka
pada lidahnya berkurang
- Klien mengatakan saat
mengunyah tidak merasakan sakit
- Klien tampak melakukan
perawatan mulut mandiri
- BB = 34 Kg
R :
- Kaji intake klien
sesuai diit
|
Rema
|
14-08-2005
|
III
|
S :
- Klien mengatakan merasa
lebih segar
- Klien mengatakan mandi
dan perawatan mulut sendiri
- Klien mengatakan saat
beraktifitas tidak merasa lelah
O :
- Klien tampak segar
- Konjungtiva agak pucat
- CRT 3 detik
- Akral teraba dingin
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 3,4,5,6
- Kolaborasi untuk
pemeriksaan kadar haemoglobin
I :
- Memfasilitasi klien
untuk potong kuku mandiri
- Menganjurkan klien
untuk beraktifitas misalnya : jalan-jalan secara bertahap
- Menganjurkan keluarga
untuk memberikan makanan selingan sesuai dengan diit
E :
- Klien tampak berjalan-jalan
disekitar Ruangan dibantu oleh keluarga
- klien melakukan potong
kuku mandiri
- Kuku tampak pendek dan
bersih
R :
Kaji nilai kadar HB
|
Rema
|
14-08-2005
|
IV
|
S :
O :
- Luka tampak kotor
- Sekitar luka agak
kemerahan
- Sebagian luka tampak
kering dan sebagian masih basah
- Drain terpasang pada
tempatnya
A : Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi 1-5
- Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar leukosit
I :
- Melakukan ganti balutan
dengan teknik aseptic dan antiseptic
- Memberikan terapi
sesuai program
Teracef 1 tablet peroral
- Mengganti alat tenun
- Melakukan kolaborasi
untuk pemeriksaan kadar leukosit
E :
- Luka tampak bersih
- Sebagian luka tampak
kering
- Tidak terdapat pus
- Drain pada tempatnya
- Alat tenun dalam
keadaan rapi dan bersih
R :
Kaji nilai kadar leukosit
|
Rema
|
14-08-2005
|
V
|
S :
O :
- Balance cairan
Intake : Oral =2400 cc
Output : BAK = 1600 cc
Drain = 600 cc
IWL = 340 cc
- Balance cairan 2400 –
2540 = - 140 cc
- Akral teraba hangat
- BB = 34 kg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1-5
I :
- Menghitung intake
output
- Melakukan kolaborasi
untuk pemeriksaan kadar kimia klinik
- Menimbang BB
E :
- Intake dan output klien
dari jam 06.00 – 13.30 WIB
Intake : Oral = 1000 cc
Output : BAK = 550 cc
Drain = 250 cc
- BB = 34 kg
- Tidak tampak adanya
oedema
R :
- Kaji balance cairan
- Kaji intake cairan yang
diminum oleh klien
|
Rema
|
14-08-2005
|
VI
|
S :
- Klien mengatakan rasa
gatal berkurang bila area yang gatal di kompres air dingin
- Klien mengatakan
melakukan perawatan kulit mandiri : mengoleskan lotion dan mandi
- Klien mengatakan tidak
menggaruk area yang gatal
O :
- Kuku klien tampak
pendek dan bersih
- Tidak tampak bekas
garukan pada area yang kulit
- Klien tampak bersih
A : Masalah teratasi
P :
Pertahankan intervensi
|
Rema
|
14-08-2005
|
VII
|
S :
- Klien mengatakan merasa
lebih tenang setelah mendengarkan penjelasan tentang hak-haknya
- klien mengatakan rasa
cemasnya berkurang
- keluarga mengatakan
nafsu makan klien bertambah
O :
- Klien tampak
segar/tidak murung
- Keluarga tampak
mendampingi klien
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
I :
- Memberikan bantuan pada
klien dalam penempatan barang sesuai keinginannya
- Membantu klien dalam
mengekspresikan perasaannya
E :
- Klien mengatakan
perasaanya saat ini lebih tenang
- klien mengatakan lebih
senang dengan suasana kamarnya saat ini
R :
Kaji tingkat kecemasan
|
Rema
|
B. Pembahasan
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Ny.
W dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c nefrolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri di ruang 2 perjan rumah sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung yang telah diberikan melalui pendekatan proses keperawatan
selama lima hari, penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dan
kenyataan di lapangan.
1.
Tahap Pengkajian
Pada tahap pengkajian ini penulis
menemukan beberapa kesamaan dan kesenjangan diantaranya adalah :
Klien dengan gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri mempunyai kecenderungan terjadi pada laki-laki, Usia 30-50
tahun, pekerjaan yang banyak duduk dan kurang aktifitas sedangkan pada Ny. W
ditemukan riwayat diet karena kurangnya pengetahuan yaitu mengkonsumsi garam
inggris selama 3 tahun yang menyebabkan efek pencahar sehingga cairan dalam tubuh
keluar dan keseimbangan cairan tubuh terganggu.
Ditemukan juga riwayat kesehatan yang lalu klien menderita
nefrolithiasis sebelumnya yang tidak tertangani menjadi penyebab gagal ginjal
kronik.
Secara konsep klien dengan gagal
ginjal kronik e.c nefrolithiasis datang ke rumah sakit dengan keluhan perubahan
pola berkemih sedangkan tidak terjadi pada Ny. W dikarenakan urine yang
tertahan pada kaliks ginjal keluar melalui rembesan fistel pasca nefrolitothomi
tahun 1999. Kesesuaian terdapat pada keluhan utama saat dikaji yaitu Ny. W mengeluh
nyeri pada luka operasi dan drain pasca nefrolitotomi kiri.
Riwayat kesehatan keluarga yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik ec
nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri adalah adanya penyakit
keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus serta adanya
riwayat penyakit ginjal lainnya, karena kecenderungan terjadi dalam satu rumpun
keluarga. Tetapi pada kasus Ny. W tidak
ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
itu bersifat unik serta penyakit yang klien alami bukan diakibatkan oleh adanya
angka kejadian dalam satu rumpun keluarga melainkan oleh faktor lain dan bukan
hereditair diantaranya adalah diet yang
menyebabkan kurang asupan air dalam tubuh.
Pemeriksaan
fisik sistem perkemihan pada klien gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri secara konsep akan ditemukan adanya bunyi
bruits sign yang terjadi akibat atau adanya
gangguan vaskularisasi. Sedangkan di lapangan tidak ditemukan adanya hal tersebut, karena penyebab
gagal ginjal kronik pada Ny. W bukan karena gangguan vaskularisasi melainkan
karena obstruksi saluran kemih atas. Kesenjangan juga ditemukan bahwa secara
konsep klien dengan gagal ginjal e.c nefrolithiasis terdapat edema dan balance
cairan yang positif tetapi pada Ny. W tidak ditemukan edema, turgor kulit baik
dan balance cairan yang negatif sedangkan nilai GFR yang cukup rendah 15
ml/menit, hal ini diakibatkan karena Ny. W termasuk pada stadium gagal ginjal
awal jadi sebagian dari nefron masih berfungsi dan kompensasi tubuh adalah
dengan poliuri sehingga balance cairan negatif.
Secara
konseptual pada sistem pernafasan akan
ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang
meningkat, adanya retraksi interkostalis dan epigastrium sebagai upaya untuk
mengeluarkan ion H+ yang tertumpuk dalam darah akibat dari asidosis
metabolik. Pada kasus Ny. W tidak ditemukan adanya tanda-tanda tersebut, hal
ini diakibatkan karena pada saat pengkajian klien tidak mengalami keadaan
asidosis metabolik yaitu ginjal tidak mampu untuk mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan, penurunan ekresi asam akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3-) dan
mengabsorpsi natrium bicarbonat (HCO3-) yang ditunjukkan
dengan adanya penurunan kandungan karbondioksida dan pH dalam darah. Dalam hal
ini penulis mengalami kesulitan untuk menentukan status asidosis metabolik
klien karena tidak ditunjang dengan adanya data laboratorium analisa gas darah
ataupun kimia darah secara berkala. Ny. W sudah menjalani post nefrolitotomi
dan telah dilakukan pemasangan nefrostomi pada tanggal 20 Juli 2005 serta
menjalani dialisis pada tanggal 25 Juli 2005. Hemodialisa bisa membantu
mengambil alih fungsi ginjal dalam hal pengaturan cairan dan elektrolit serta
ekskresi sisa-sisa metabolisme protein, sehingga dengan dilakukannya
hemodialisa, nefrolitotomi dan nefrostomi dapat membantu mempertahankan fungsi
ginjal sehingga klien tidak jatuh dalam kondisi asidosis metabolik. Selain itu
secara konseptual akan ditemukan adanya pergerakan dada yang tidak simetris dan
terdengarnya suara rales pada auskultasi paru sebagai
akibat adanya edema
paru, pada tahap lanjut akan
ditemukan adanya sianosis perifer, hal ini tidak
ditemukan dilapangan karena Ny. W belum
mengalami komplikasi yang bisa menyebabkan adanya penumpukan cairan di
paru-paru (edema paru).
Pemeriksaan
sistem persyarafan pada klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri secara konsep ditemukan adanya penurunan
kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Namun
hal tersebut tidak terjadi di lapangan karena klien belum mengalami komplikasi
lebih lanjut akibat peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam darah, selain
itu klien sudah menjalani terapi yaitu hemodialisa yang bisa membantu fungsi
ginjal klien dalam hal pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit serta nefrostomi
yang dilakukan bisa menurunkan tekanan yang terjadi pada pelvis ginjal,
sehingga ginjal bisa berfungsi lebih optimal
Pemeriksaan
sistem pencernaan klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri ditemukan kesesuaian yaitu adanya rasa mual serta
stomatitis yang disebabkan oleh peningkatan ureum yang mengakibat perubahan
pada membran mukosa lambung dan mulut. Kesesuaian terdapat pada sistem
integumen yaitu ditemukan adanya rasa gatal dan uremi fross pada lengan klien.
Hal itu disebabkan karena penimbunan ureum pada bawah kulit karena peningkatan
ureum dalam tubuh.
Pemeriksaan
laboratorium darah terdapat beberapa perbedaan secara konsep. Nilai kalium yang
seharusnya meningkat tidak terjadi pada Ny. W dikarenakan
proses dialisa yang telah
dilakukan oleh klien. Kesesuaian
ditemukan pada
kadar natrium dan albumin menurun serta ureum, kreatinin yang meningkat. Namun
penulis kesulitan dalam menilai kimia darah secara rutin, pemeriksaan urine
dan nilai GFR yang terbaru sebagai bahan
perbandingan dalam menetukan diagnosa secara tepat.
Secara
konsep terdapat sebelas diagnosa yang mungkin timbul pada klien dengan gagal
ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri, yaitu :
1)
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan
adanya obstruksi.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berubungan dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, perubahan
sensasi rasa, dan pembatasan diet.
3) Penurunan kardiak output berhubungan
dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot
jantung, kelebihan cairan.
4) Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.
5) Perubahan pola seksualitas yang
berhubungan dengan penurunan libido.
6) Resiko infeksi yang berhubungan dengan
prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan
statis urine.
7) Resiko gangguan integritas kulit :
pruritus yang berhubungan dengan fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada
kulit.
8) Kelelahan berhubungan dengan penurunan
produksi energi metabolik, anemia
9) Resiko terjadinya konstipasi berhubungan
dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan.
10) Kecemasan berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep
diri.
11) Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan
dengan pemasangan kateter / nefrostomi.
Pada
kasus Ny. W penulis menemukan tujuh diagnosa keperawatan yang ditunjang oleh
data hasil pengkajian, yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan
dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual dan stomatitis
3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan perfusi
O2 ke jaringan
4. Resiko terjadinya perluasan infeksi
berhubungan dengan adanya luka terinfeksi
5. Resiko gangguan keseimbangan cairan :
berlebihan dan elektrolit : Hiponatremi berhubungan
dengan retensi cairan
6. Resiko gangguan integritas kulit : pruritus
berhubungan dengan penumpukan kristal ureum pada lapisan kulit
7. Kecemasan
: sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan status
kesehatan.
Dibandingkan
secara konseptual terhadap kasus Ny. W terdapat beberapa diagnosa keperawatan
yang seharusnya muncul secara teoritis yaitu : diagnosa penurunan kardiak
output berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (kalium, kalsium), efek
uremik pada otot jantung, kelebihan cairan tidak muncul, hal ini dikarenakan
tidak ditemukan data yang menunjang ke arah diagnosa tersebut.
Secara konseptual diagnosa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium akan muncul. Untuk mengantisipasinya
penulis mengambil diagnosa resiko gangguan keseimbangan cairan: berlebihan dan
elektrolit: Hiponatremi berhubungan dengan retensi cairan ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR : 15 lt/menit, data kimia klinik
tanggal 8-8-2005 : Ureum : 82 mg/dl, Kreatinin : 2,4 meq/dl, Natrium :134
meq/dl, Kalium :3,8 meq/d.
Diagnosa perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, stomatitis, perubahan sensasi rasa, dan pembatasan diet diganti dengan
gangguan gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual dan stomatitis karena data yang muncul mengarah ke diagnosa tersebut yaitu
: Porsi makan habis ¼ porsi dan Berat Badan 34 kg sebelum sakit 44 kg.
Diagnosa
perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan libido penulis
tidak dimunculkan karena klien dan keluarga merasa tidak terganggu dengan
adanya perubahan seksualitas, mengingat hal yang menjadi prioritas saat ini
adalah kesembuhan klien.
Diagnosa resiko
infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi mikroorganisme pada
daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine tidak dimunculkan karena kondisi
luka sudah terjadi infeksi yang ditandai dengan luka kemerahan, adanya pus,
luka masih basah, Data kimia klinik tanggal 8-8-2005 Leukosit : 15.600 mm 3, sehingga diagnosa yang
muncul adalah resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya
luka terinfeksi.
Diagnosa resiko
terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek obat-obatan
tidak dimunculkan karena tidak didapatkan data adanya konstipasi dan penurunan
aktivitas pada Ny. W.
Diagnosa perubahan
pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan kateter / nefrostomi tidak
muncul, hal ini disebabkan walaupun terdapat pemasangan nefrostomi tapi klien tidak
merasakan adanya perubahan pola berkemih karena klien dapat BAK melalui uretra.
Dalam
tahap pengkajian ini penulis memperoleh dukungan sehingga dapat memperlancar
proses pengkajian, yaitu :
1
Adanya
respon yang positif pada klien dan keluarga terhadap penulis sehingga dapat
terbina rasa percaya yang dapat memudahkan untuk proses pengumpulan data.
2
Adanya
dukungan dan bimbingan dari pembimbing, baik pihak ruangan maupun dari
institusi pendidikan.
2.
Tahap Perencanaan
Pada tahap
perencanaan penulis tidak mengalami hambatan dalam merencanakan tindakan
keperawatan menurut diagnosa yang muncul pada Ny. W. Perencanaan disesuaikan
dengan kondisi, situasi dan kemampuan klien ataupun keluarga, serta disesuaikan
dengan sarana dan prasarana yang tersedia di ruangan.
3.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melaksanakan
asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam tahap pelaksanaan penulis mengalami beberapa hambatan karena ada
perencanaan tindakan keperawatan yang tidak bisa dilaksanakan pada klien.
Kesulitan
yang dialami penulis yaitu dalam memonitor intake dan output klien pada sore
dan malam hari, serta tidak adanya dokumentasi mengenai intake dan output klien
setiap shiff. Secara konsep intake dan out put klien harus dinilai dalam 24
jam. Untuk mengatasi masalah tersebut penulis mencari alternatif lain yaitu
dengan menganjurkan kepada keluarga untuk tidak membuang urine selama 24 jam
dan mengawasi jumlah air yang klien minum. Penulis memberikan kertas observasi
pada keluarga untuk mencatat jumlah air yang klien minum dan urine selama 24
jam.
Secara konsep
pemberian TPN (Total Parenteral Nutrisi) diperlukan oleh klien karena didapatkan
data albumin yaitu : 2,9 gr/dl. Tindakan ini tidak dapat terlaksana karena
kondisi biaya klien dan tidak adanya fasilitas dari GAKIN.
Kesulitan lain
terjadi pada saat melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam
memonitor kadar kimia darah, AGD (Analisis Gas Darah), urine rutin serta GFR.
Hal ini terjadi karena kondisi biaya klien dan keluarga.
4.
Tahap Evalusi
Pada tahap ini penulis melakukan
penilaian dari respon klien terhadap intervensi yang telah diberikan sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Diagnosa
keperawatan pada Ny. W yang teratasi dalam lima hari adalah gangguan rasa
nyaman : nyeri dan resiko gangguan integritas kulit : pruritus. Sedangkan
diagnosa keperawatan yang tidak semua teratasi sesuai dengan kriteria waktu
yang telah ditetapkan, yaitu : gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual dan stomatitis, kelelahan berhubungan dengan penurunan
perfusi O2 ke jaringan,
resiko terjadinya perluasan infeksi berhubungan dengan adanya luka terinfeksi,
resiko gangguan keseimbangan cairan : berlebihan dan elektrolit: Hiponatremia berhubungan
dengan retensi cairan dan kecemasan :
sedang berhubungan dengan hospitalisasi yang lama dan perubahan status
kesehatan.
Hal ini
dimungkinkan karena dalam menentukan batasan waktu terlalu singkat atau karena
terapi yang diberikan kurang tepat. Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis
mencari alternatif pemecahannya yaitu dengan melimpahkan asuhan keperawatan
pada perawat ruangan agar hasil asuhan keperawatan yang telah penulis berikan
kepada klien bisa berkesinambungan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.
KESIMPULAN
Setelah penulis
melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. W dengan gangguan sistem perkemihan :
gagal ginjal kronik ec nefrolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri di
Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dari tanggal 10-14 Agustus
2005 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan dari tiap proses keperawatan, yaitu :
1. Tahap pengkajian penulis mendapatkan
kesesuaian data klien dengan konsep
yaitu pada riwayat kesehatan dahulu, keluhan utama saat pengkajian, data
fisik sistem pencernaan, sistem integumen, kecemasan, beberapa pemeriksaan
laboratorium darah dan nilai GFR. Sedangkan ketidaksesuaian data ditemukan pada
keluhan utama saat masuk Rumah Sakit, riwayat kesehatan keluarga, sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, persyarafan, konstipasi dan beberapa
pemeriksaan kimia darah yang tidak sesuai dengan konsep. Secara konsep diagnosa
keperawatan yang muncul ada sebelas dan pada klien ditemukan 7 diagnosa
keperawatan.
2.
|
3. Tahap pelaksanaan penulis mengalami
hambatan karena ada rencana keperawatan yang tidak dapat dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan yang dibuat yaitu pendokumentasian intake dan output,
pemberian TPN, kolaboratif dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan kimia
darah dan urine rutin, AGD dan GFR.
4. Tahap evaluasi dilakukan secara formatif
dan sumatif. Diagnosa keperawatan yang telah teratasi yaitu adalah gangguan
rasa nyaman : nyeri dan resiko gangguan integritas kulit : pruritus sedangkan
lima diagnosa lainnya teratasi sebagian.
B.
REKOMENDASI
Berdasarkan
pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan, maka penulis
merekomendasikan beberapa hal diantaranya :
1. Perawat ruangan diharapkan dapat melakukan
pengawasan serta pendokumentasian secara tepat terhadap intake dan output selama
24 jam, karena klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan
post nefrolitotomi kiri perlu pengawasan yang ketat terhadap intake dan output
selama 24 jam sesuai dengan kemampuan ginjal klien dalam mengekskresikan
cairan.
2. Perawat ruangan diharapkan dapat melakukan
tindakan kolaboratif dengan tim kesehatan lain dalam pengawasan kadar kimia
darah dan urine rutin, AGD serta nilai GFR untuk menghindari komplikasi yang
lebih lanjut.
3. Pihak Rumah Sakit juga diharapkan dapat lebih bekerjasama dalam
pemberian fasilitas untuk peserta GAKIN terutama pemberian TPN.

Arifin, E.Z., 2000, Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah, Jakarta , Grasindo.
Black, J.M., and Matassarin, E., 1993, Medical-Surgical Nursing A Psychophysiologic Approach, Philadelphia
, W.B. Saunders.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Alih bahasa Ester, M., Jakarta
, EGC.
De Jong, W., dan Sjamsuhidajat, R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta , EGC.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Pedoman
Penerapan Proses Keperawatan Di Rumah Sakit, Jakarta
, Direktorat rumah Sakit Umum Dan Pendidikan Depatemen Kesehatan RI .
Doengoes M.E., et all, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Alih bahasa Kurniasa, I.M., dan Sumarwati, N.M., Jakarta , EGC.
Engram, B., 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Samba, S., Jakarta
, EGC.
Guyton & Hall, 1997, Fisiologi
Kedokteran, Jakarta, EGC
Hidayat, A. Azis., 2001, Pengantar
Dokumentasi Proses Keperawatan, Jakarta
, EGC.
Ignatavicius, D., et all, 1995, Medical Surgical Nursing A Nursing
Proces Approach 2nd Edition,
Philadelpia , W.B Saunders Company.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Jilid 3, Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung, Bandung .
Moore, C.M., 1997, Buku Pedoman
Terapi Diet Dan Nutrisi Edisi II, Alih bahasa Oswari, L.D., Jakarta , Hipokrates.
Nursalam.,
2001, Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta , Salemba Medika
Price, S.A., dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 4 Buku 2, Alih bahasa Peter A., Jakarta , EGC.
Purnomo,
B.B., 2003, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Malang, CV. Infomedika.
Ramali, A., dan Pamoentjak., 1994, Kamus Kedokteran , Arti dan
Keterangan Istilah Edisi Revisi, Jakarta , Djambatan.
Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 Volume 2, Ahli bahasa Kuncara, H.Y., dkk, Jakarta , EGC.
Syaifuddin, 1997, Anatomi
Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2, Jakarta , EGC.
Suyono, S., 2001, dkk, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta , Balai Penerbit FKUI.
(http,//www.indomedia.com/
tanggal 24 Agustus 2005).
(http,//www.mail-archive.com/
tanggal 24 Agustus 2005).
(http,//www.pikiran-rakyat.com/
tanggal 24 Agustus 2005).
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Masalah :
Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari
kebutuhan
Pokok Bahasan : Perawatan pada klien gagal ginjal
Sub pokok bahasan : Diet pada gagal ginjal
Sasaran :
Ny. W
Waktu :
20 Menit
Tanggal :
11 Agustus 2005
Tempat :
Ruang 2 Perjan Rumah Sakit Perjan Dr Hasan Sadikin
Penyuluh :
Rema Sita
A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan
kesehatan selama 20 menit, sasaran mampu memehami tentang diet pada gagal
ginjal.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan
kesehatan selama 20 menit, diharapkan sasaran mampu :
1. Menyebutkan tujuan diet pada gagal ginjal
2. Menyebutkan syarat diet pada gagal ginjal
3. Menyebutkan macam diet pada gagal ginjal
4. Menyebutkan bahan makanan yang boleh
diberikan
5. Menyebutkan contoh daftar makanan
penukar
C. Materi Penyuluhan
1. Tujuan diet pada gagal ginjal
2. Syarat diet pada gagal ginjal
3. Macam Diet diet pada gagal ginjal
4. Bahan makanan yang boleh diberikan
5.
Contoh daftar makanan penukar
D. Kegiatan Pembelajaran
1. Metode :
Ceramah dan tanya jawab
2. Media :
Leaflet
3. Sumber :
a. Moore,
C.M., 1997, Buku Pedoman Terapi Diet Dan
Nutrisi Edisi II, Alih bahasa Oswari, L.D., Jakarta ,Hipokrates.
b. Bagian Gizi RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Persatuan Ahli Gizi Indonesia., 1982, Penuntun Diet, Jakarta, Gramedia.
4. Langkah-langkah kegiatan :
a. Pra Pembelajaran
Ä Menyiapkan ruangan dan media.
Ä Memberi salam dan perkenalan.
Ä Kontrak waktu.
b. Kegiatan Membuka Pembelajaran
Ä Menjelaskan tujuan pembelajaran.
Ä Menjelaskan pokok bahasan yang akan
disampaikan.
Ä Appersepsi.
c. Kegiatan Inti Pembelajaran
Ä Sasaran menyimak penjelasan dari penyuluh.
Ä Sasaran mengemukakan pertanyaan mengenai
hal-hal yang belum dipahami.
Ä Sasaran menyimak jawaban dan ulasan
penyuluh.
Ä Sasaran menjawab pertanyaan penyuluh
sebagai evaluasi dari materi yang telah diberikan.
d. Penutup
Ä Sasaran dan penyuluh menyimpulkan materi
yang telah disampaikan.
Ä Memberi salam penutup.
E. Penutup
1. Prosedur
: Post test
2. Jenis :
Lisan
3. Bentuk
: Essay
4. Butir-butir pertanyaan :
a. Sebutkan tujuan diet pada gagal ginjal ?
b. Sebutkan syarat diet pada gagal ginjal ?
c. Sebutkan macam diet pada gagal ginjal ?
d. Sebutkan bahan makanan yang boleh
diberikan ?
e. Sebutkan contoh daftar makanan
penukar ?
MATERI PENYULUHAN
A. Tujuan Diet Pada Gagal ginjal
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa
memperberat fungsi ginjal.
2. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin
darah.
3. Mencegah atau mengurangi simpanan garam
atau air dalam tubuh.
B. Syarat Diet Pada Gagal ginjal
1. Jumlah protein disesuaikan dengan keadaan
fungsi ginjal. Protein dipilih yang bernilai biologi tinggi seperti yang
terdapat dalam susu, telur dan daging.
2. Lemak terbatas.
3. Pemasukan natrium dibatasi terutama pada
pasien dengan bengkak (edema) dan hiperkalemia.
4. Kalsium dan kalium dibatasi.
5. Kalori (karbohidrat) yang cukup agar tidak
terjadi pemecahan protein.
C. Macam Diet Pada Gagal ginjal
1. Diet rendah protein I (20 gram protein/hari)
Diberikan pada
penurunan fungsi ginjal berat dengan kadar ureum darah diatas 100 mg % dan
kadar creatinin clearance test 20 ml/menit. Bentuk makanan tergantung keadaan
penderita. Dapat cair, saring atau lunak. Makanan ini kurang dalam kalori, protein,
kalsium, besi dan thiamin.
Contohnya :
Pagi :
Bubur maizena, susu
Siang :
Bubur / nasi tim, telur ceplok saos tomat, tumis sayuran pepaya, teh manis
Sore :
Bubur / nasi tim, daging sapi, sup sayuran, teh manis
Makanan selingan : kue talam dan teh
manis, sirop atau agar nanas dan teh manis.
2. Diet rendah protein I (20 gram
protein/hari)
Diberikan sebagai
perpendahan dari diet rendah protein I pada penurunan fungsi ginjal tidak
terlalu berat dengan kadar ureum darah kurang dari 100 mg % dan kadar creatinin
clearance test 20 – 30 ml/menit. Bentuk makanan lunak atau biasa, cukup kalori
dan semua zat gizi.
Contohnya :
Pagi :
Nasi tim, telur ceplok, tumis labu siem.
Siang :
Nasi tim, ikan panggang saus tomat, sayur capcay.
Sore :
Nasi tim, daging sapi, sup sayuran, teh manis
Makanan selingan : Kue talam dan teh
manis, sirop atau agar nanas dan teh manis.
D. Bahan Makanan Yang Boleh Diberikan
Sumber protein boleh diberikan
dalam jumlah yang telah ditentukan, sedapat mungkin yang bernilai biologis
tinggi misalnya telur, ikan, daging.
E.
Contoh Daftar Makanan Penukar
1.
Susu
Coklat susu ½
gelas, krim ½ gelas, susu full cream ½ gelas.
2.
Makanan laut / Daging
Remis besar ¼
gelas, daging as sapi tanpa lemak / ayam 1 potong, telur 1 butir.
3.
Buah-buahan
Apel 1 buah, jeruk
/ nanas ½ potong, jus apel ½ gelas.
4.
Roti
Roti bebas garam 1
iris, sereal 1 mangkuk, jagung giling 1 mangkuk.
5.
Sayuran
Kacang / wortel
kalengan rendah natrium ½ mangkuk.

1. Memberikan makanan secukupnya tanpa
memperberat fungsi ginjal.
2. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin
darah.
3. Mencegah atau mengurangi simpanan garam
atau air dalam tubuh.
Syarat
Diet Pada Gagal ginjal
1. Jumlah protein disesuaikan dengan keadaan
fungsi ginjal. Protein dipilih yang bernilai biologi tinggi seperti yang
terdapat dalam susu, telur dan daging.
2. Lemak terbatas.
3. Pemasukan natrium dibatasi terutama pada
pasien dengan bengkak (edema) dan hiperkalemia.
4. Kalsium dan kalium dibatasi.
5. Kalori (karbohidrat) yang cukup agar tidak
terjadi pemecahan protein.
Macam
Diet Pada Gagal ginjal
3.
Diet rendah protein I (20 gram
protein/hari)
Diberikan pada penurunan fungsi ginjal
berat dengan kadar ureum darah diatas 100 mg % dan kadar creatinin clearance
test 20 ml/menit. Bentuk makanan tergantung keadaan penderita. Dapat cair,
saring atau lunak. Makanan ini kurang dalam kalori, protein, kalsium, besi dan
thiamin.
Contohnya :
Pagi :
Bubur maizena, susu
Siang :
Bubur / nasi tim, telur ceplok saos tomat, tumis sayuran pepaya, teh manis
Sore :
Bubur / nasi tim, daging sapi, sup sayuran, teh manis
Makanan selingan : kue talam dan teh
manis, sirop atau agar nanas dan teh manis.
4.
Diet rendah protein I (20 gram
protein/hari)
Diberikan sebagai perpendahan dari diet
rendah protein I pada penurunan fungsi ginjal tidak terlalu berat dengan kadar
ureum darah kurang dari 100 mg % dan kadar creatinin clearance test 20 – 30
ml/menit. Bentuk makanan lunak atau biasa, cukup kalori dan semua zat gizi.
Contohnya :
Pagi :
Nasi tim, telur ceplok, tumis labu siem.
Siang :
Nasi tim, ikan panggang saus tomat, sayur capcay.
Sore :
Nasi tim, daging sapi, sup sayuran, teh manis
Makanan selingan : Kue talam dan teh
manis, sirop atau agar nanas dan teh manis.


Sumber protein boleh diberikan
dalam jumlah yang telah ditentukan, sedapat mungkin yang bernilai biologis
tinggi misalnya telur, ikan, daging.
Contoh Daftar Makanan Penukar
6.
Susu
Coklat susu ½
gelas, krim ½ gelas, susu full cream ½ gelas.
7.
Makanan laut / Daging
Remis besar ¼
gelas, daging sapi tanpa lemak / ayam 1 potong, telur 1 butir.
8.
Buah-buahan
Apel 1 buah, jeruk
/ nanas ½ potong, jus apel ½ gelas.

9.
Roti
Roti bebas garam 1
iris, sereal 1 mangkuk, jagung giling 1 mangkuk.
10. Sayuran
Kacang / wortel
kalengan rendah natrium ½ mangkuk.


Semoga Lekas Sembuh


DISUSUN OLEH :
REMA SITA
111.020.66
DEPARTEMEN
KESEHATAN RI
POLITEKNIK
KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI
KEPERAWATAN BANDUNG
2005
No comments:
Post a Comment