Juniartha Semara Putra
Ada riwayat TB pada
pasien dimasa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal
atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini
tidak perlu diobati.
Ada orang
dewasa, dosis terapi lazim setiap hari biasanya 300 mg INH dan 600 mg RIF . Setelah fase permulaan dengan komoterapi yang
berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan, dokter dapat memberikan pengobatan dua
kali seminggu. Dosis Inh dua kali seminggu adalah 15 mg/kg berat badan,
sedangkan dosis RIF tetap 600 mg.
Ket. :

Pada kaki kiri panggul extensi 90o,
fleksi, abduks 20o abduksi 45o, extensi lutut 120o,
pergelangan kaki dapat difleksikan, extensi dan jari-jari kaki dapat
diversikan, inversi, abduksi, abduksi, reflek fatella (++/++), kekuatan
otot 5 5
Monahan ,
Frances
Donovan, Neighbors, Mariene, 1998, Medical
Surgical Nurshing, 2nd Edition, Philadelphia : W. B. Saunders Company.
ASKEP TB PARU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organ
Pernafasan merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Menurut
Maslow kebutuhan O2 ditempatkan pada kebutuhan dasar yang paling
utama. Dalam keadaan normal manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa oksigen
lebih dari 4-5 menit (Barbara Kozier, 1995). Orang bernafas pada hakekatnya
adalah untuk kelangsungan metabolisme sel agar dapat melakukan aktivitas secara
adekuat. Proses pernafasan merupakan gabungan antara aktivitas berbagai
mekanisme yang berperan dalam proses suplai oksigen ke seluruh tubuh dan
pembuangan karbondioksida sebagai hasil dari pembakaran sel. Sesuai dengan
fungsinya, yaitu menjamin tersedianya oksigen untuk kelangsungan metabolisme
sel-sel tubuh dan mengeluarkan karbondioksida hasil metabolisme sel secara
terus menerus.
TBC
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosa yang
merupakan bakteri batang tahan asam, organisme patogen atau saprofit yang
biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui nuclei droplet lewat udara.
Paru adalah tempat infeksi yang paling umum, tetapi penyakit ini juga dapat
terjadi dimanapun di dalam tubuh. Biasanya bakteri membentuk lesi (tuberkel)
didalam alveoli. Lesi ini merusak jaringan paru yang lain yang ada didekatnya,
melalui aliran darah, system limfatik, atau bronki. Lesi pada alveoli yang
terjadi melalui aliran darah, system limfatik, atau bronchi menyebabkan tubuh
mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel dan proteinnya.
Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk
sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi oleh reaksi positif pada test kulit
tuberkel. Apabila penderita TBC tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
tepat, maka penderita akan mengalami gangguan pemenuhan oksigen, kerusakan pada
paru yang luas, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan
rasio udara residual terhadap kapasitas total paru, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder akibat infiltrasi / fibrosis parenkim sampai gejala yang
membahayakan bagi orang lain yaitu penularan. Penularan bisa melalui bersin,
tertawa, ataupun batuk. ( Niluh Gede Yasmin Asih, keperawatan medidkal bedah.
System pernafasan 83, 2004 ). Akhir-akhir ini, insiden tuberculosis terutama
yang resisten terhadap berbagai obat mengalami peningkatan.
Saat
ini penyakit Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia . Pada
tahun 1995 penyakit Tuberkulosis pernah menempati urutan ketiga, bahkan pada
tahun 1993 ditetapkan WHO sebagai tahun kedaruratan global Tuberkulosis.
Masalah Tuberkulosis masih merupakan dilema bagi bangsa ini dengan jumlah
penderita tahun 1997 sebanyak + 450.000 orang dan setiap tahunnya
penderita TBC akan bertambah sebesar 8 / 10.00 penduduk +150.000 penderita
(Profil Kesehatan Indonesia 1997; 118).
WHO telah memperkenalkan dan mengadopsi
strategi Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) sebagai teknologi masyarakat yang terbukti efektif
dalam pemberantasan penyakit Tuberkulosis (P2TB) dengan pemberian obat anti
tuberkulosis (OAT) yang dilakukan oleh PMO selama sembilan bulan, namun
sayangnya di Indonesia, keberhasilan pengobatan yang dicapai hanya sekitar 50 %
(koran BIDI, oleh Dr. Fachmi Idris, Oktober 2003;4). Bukti yang terbaru
menjelaskan, dari sekitar 47 % yang mencapai program keberhasilan pengobatan ternyata
menunjukan angka kambuh ulang 27 % dan resistensi obat 13 %, jadi angka yang
sesungguhnya menunjukan peningkatan penyakit TBC lebih tinggi (kompas 27
januari 2005).
Berdasarkan
studi dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Mawar Rumah
Sakit Krakatau Medika Cilegon - Banten.
TABEL
1
Proporsi
Penderita Tuberculosis Paru yang Dirawat
Di
RSKM Cilegon Bulan Januari - Desember 2005
No.
|
Kasus
|
Jumlah
|
Persentase
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Bronchopneumoni
TBC
Asma
Bronkhitis
Efusi Pleura
|
423
199
102
20
8
|
56,26
26,46
13,56
2,65
1
|
|
Total
|
752
|
100
%
|
Berdasarkan
kasus dengan sistem pernapasan akibat TBC menunjukan angka cukup tinggi sekali
yaitu pada urutan pertama yaitu 79,5 %. Jika tidak segera ditangani dengan
baik, penyakit pernafasan TB Paru dapat mengakibatkan gangguan pada system pernafasan
yaitu infiltrasi kecil lesi dini pada bidang paru atas, deposit kalsium dari lesi primer yang telah
menyembuh, atau cairan dari suatu efusi. Selain system pernafasan ada banyak
system yang terjangkiti seperti sistem
kardiovaskular, sistem muskuloskeletal, sistem gastrointestinal, sistem persyarapan,
dan sistem perkemihan.
Dari semua system yang ada penyebaran
mikroorganisme akan terlihat merata. Cuma yang paling mendominasi adalah system
cardioivaskuler. Dimana apabila telah terkena maka akan terjadi insufiensi
ataupun stenosis katup yang selanjutnya cardiac output menurun akibat dari itu akan terjadi
kerusakan pada hampir keseluruhan jaringan tubuh. Untuk menghindari komplikasi
yang lebih serius dan program pengobatan pada TB Paru yang cukup lama maka
perlu adanya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.
Penanganan
dan perawatan yang komprehensif ditujukan pada dua hal yang sangat fundamental
yaitu program pengobatan dan program pencegahan. Pengobatan yaitu dengan
penggunaan obat-obatan pencegahan anti tuberculosis seperti INH, rifampisin,
etambutol dll. Sedang pencegahan dengan peningkatan bersihan jalan nafas,
mendukung klien dalam kepatuhan terhadap regimen pengobatan, meningkatkan
aktivitas dan nutrisi yang adekuat dan penyuluhan penderita serta perimbangan
perawatan dirumah.
Berkaitan
dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk membuat karya tulis berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat TBC di
ruang Mawar Rumah Sakit Krakatau Medika Cilegon - Banten”
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Penulis
mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan secara langsung dan komprehensif yang meliputi
aspek bio-psiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada
klien dengan gangguan system pernafasan akibat Tuberculosis Paru.
2.
Tujuan Khusus
Penulis
dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan akibat Tuberkulosis Paru yang meliputi :
a. Melakukan
pengkajian yang meliputi pengumpulan data dan menetapkan masalah berdasarkan
prioritas masalah
- Membuat perencanaan untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada mencakup penetapan tujuan dan intervensi keperawatan.
- Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah ditetapkan.
- Mampu mengevaluasi keberhasilan Askep yang telah dilaksanakan / dilakukan.
- Mendokumentasikan semua kegiatan asuhan keperawatan berdasarkan tindakan yang sudah dilakukan pada klien.
C.
Metode
Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data
Metode
yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif yaitu menggambarkan atau
menjelaskan satu keadaan atau kondisi berdasarkan data dan fakta yang diperoleh
melalui studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan.
Adapun
teknik pengumpulan data dalam penyusunan asuhan keperawatan ini yaitu dengan
cara sebagai berikut :
1.
Wawancara teknik pengumpulan data dalam komunikasi
didapatkan secara langsung dari klien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.
2.
Observasi teknik pengumpulan data melalui pengamatan
dan pemeriksaan keadaan klien dan keluarga secara langsung sesuai kondisi yang
objektif.
3.
Studi kepustakaan (Literatur) teknik pengumpulan data
yang didapat melalui referensi (buku sumber) untuk mendapatkan keterangan
secara teoritis berkaitan dengan kasus yang disajikan.
4.
Studi dokumentasi teknik pengumpulan data dengan
mempelajari data dari status / arsip klien atau catatan-dcatatan yang berkaitan
dengan penyakit klien.
D. Sistem Penulisan
Sistematika penulisan asuhan keperawatan ini terdiri dari empat bab yaitu
:
1. BAB I : Pendahuluan.
Pada BAB 1 diuraian
tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan yang terdiri dari tujuan umum
dan tujuan khusus, metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. BAB II : Tinjauan Teori
Menguraikan tentang
teori-teori yang meliputi : pengertian penyakit TBC, anatomi dan fisiologi,
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan konsep dasar asuhan
keperawatan pada klien Tn E dengan gangguan sistem pernafasan akibat TBC
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
3. BAB III : Tinjauan Kasus.
Pada BAB ini diuraikan
mengenai pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn E dengan gangguan system system
pernafasan akibat TBC meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Serta membandingkan kesenjangan antara teori dan
kenyataan pelaksanaan askep di lapangan.
4. BAB IV : Kesimpulan dan Rekomendasi
5. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit Tuberculosis
1.
Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat
merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995:753).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parekim paru (Bruner dan Suddart. 2002 : 584).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas
bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis
(Elizabeth J. Corwn, 2001 : 414).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI 2001;472).
Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat
menyimpulkan tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas
bawah yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang
tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim
paru.
2.
Anatomi
Fisiologi Sistem Pernafasan
a.
Anatomi
Pernafasan
-
Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan bagian external. Bagian internal
menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Nares
anterior ( lubang hidung ) merupakan ostium sebelah luar dar4i rongga hidung.
Bagian internal
hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjad rongga hidung kanan dan
kiri oleh pembagi vertical yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung
dilapisi oleh membrane mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk melalui rongga
hidung, udara tersebut disaring, dilembabkan dan dihangatkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dariepitel thorax
bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan
mucus yang disekresi olehsel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-paartikel
debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang tedapat dalam rongga hidung.
Sedang partikel yang
halus akan terjerat dalam lapisan mucus. Gerakan silia akan mendorong mucus ke
posterior ke rongga hidung dan kesuperior lalu ke faring. Dari sini lapisan
mucus akan tertelan atau dibatukkan keluar.
-
Faring
Faring adalah
rongga dibelakang kavum oral meluas dari dasar tengkorak sampai ke laring.
Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian : nasofaring, orofaring dan
hifofaring.faring dilapisi oleh selaput lender.
Adenoid
terletak di nasofaring, tonsil palatina terletak anterior terhadap orofaring
dan tonsil lingualis terletak dihipofaring. Adenoid dan tonsil merupakan
jaringan limfoid yang membantu menyaring limfe yang berdirkulasi dari bakteri
atau benda-benda asing lainnya yang memasuki tubuh, khususnya yang memasuki
hidung dan mulut.
-
Laring
Laring membentuk ektremitas dan
trakea . kerangka laring tersusun daribeberapa kartilago yang berhubungan
dengan ligament-ligamen. Kerangka kartilago melindungi pita suara dan
mempertahankan suatu kekakuan yang memungkinkan terbukannya jalan nafas.
Kartilago tiroid , Adam Apple`s , merupakan bagian kartilago terbesar pada
laring yang melindungi struktur-struktur dalam.
Fungsi utama laring adalah
sebagai suatu jalan nafas antara faring dan trakea dan fungsi yang lain adalah
sebagai fonasi. Laring menghasilkan suara karena vibrasi pita suara yang
dibentuk menjadi pola bicara oleh pergerakan faring , palatum, lidah , gigi dan
bibir.
-
Trakea
Trakea merupakan suatu bagian dari
jalan nafas yang disusun oleh cincin tulang rawan yang terbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus yang
dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon
trakeabronkhial. Permukaan posterior trakea agak pipih (karena cincin
tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat didepan esophagus.
-
Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan
dan kiri, pada pertengahan antara keduanya disebut karina. Karina memiliki
banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkhospasme dan batuk yang kuat jika
dirangsang. Bronkus utama kanan dan kiri tidak simetris. Bronkus kanan lebih
endek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir
vertical. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan
kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomic yang
khusus ini mempunyai implikasi klinis
yang penting.
- Alveoli
Alveoli dalam kelompok sakus alveoloris yang menyerupai
anggur. Berbentuk sakus terminalis dipisahkan dari alveolus disekat oleh
dinding tipis atau septum. Alveolus merupakan unit fungsional paru sebagai
tempat pertukaran gas. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta
alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis. Surfaktan,
sejenis fosfolipid yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi. Dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi.
Faktor yang berperan dalam pembentukan surfaktan adalah
kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim biosintetiknya. Kecepatan pergantian
yang normal. Ventilasi yang memadai, dan aliran darah ke dinding alveolis.
Definisi surfaktan dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis sejumlah
penyakit paru-paru (Sylvia A. Price. 1994 :648).
Bagian paru-paru
dijelaskan sebagai berikut :
1).
Lobus paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus
oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.
Setiap lobus tersusun atau lobula. Sebuah bronkhialkecil masuk ke dalam setiap
lobula dan semakin ia bercabang, semakinmenjadi tipis dan akhirnya berakhir
menjadi kantong kecil-kecil yang merupakan kantung udara paru-paru. Jaringan
paru-paru bersifat, berpori dan seperti sponBrankhus Pulmonaris
Trakhea terbelah menjadi dua bronkhus utama, bronkhus
ini bercabang lagi sebelum masukparu-paru. Bronkhus pulmonaris bercabang-cabang
baru kemudian memasuki paru-paru. Saluran yang besar mempertahankan agar
struknya tetap serupa dengan yang berbeda di trakhea. Saluran ini berdinding
fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkhus terminalis masuk ke dalam saluran
lain yang disebut vestibulas dan mengalami perubahan pada membran pelapis yaitu
sel epitellium pipih.
Vestibula berjalan beberapa infundibula didalam
dindingnya dijumpai kantong udara. Kantung udara atau alveolus terdiri atas
selapis sel epitelium pipih. Alveolus berungsi sebagai pertukaran gas pada
pembuluh kapiler di alveor.
2).
Hilus Paru-paru
Hilus terdiri dari arteri pulmonalis yang mengembalikan
darah tanpa oksigen ke dalam paru, sedangkan udara pulmonalis yang berfungsi
mengembalikan darah berisi oksigen dari paru ke kantung. Bronkhus yang bercabang
dan beranting membentuk pohon bronkhial sebagai jalan udara utama. Artri
bronkhialis yang menghantarkan darah arteri ke jaringan paru. Vena bronkhialis
berfungsi mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior. Persyarafan
paru adalah saraf vagus.
3).
Pleura
Pleura viseralis melapisi paru-paru, masuk ke dalam
fisura dan dengan demikian memisahkan lobus-lobus dari paru. Membran ini
kemudian dilepas ke arah hilus dan membentuk pleura poritalis, dan melapisi
bagian dalam dinding. Pleura yang melapisi iga-iga disebut pleura kostatis
serta bagian yang terletak di leher dikenal dengan nama pleura servikalis.
Pleura diperkuat oleh membran yang kuat bernama memberan supra pleuralis (fasio
Sibson) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia. Diantara
lapisan-lapisan pleura terdapat eksudat yang berfungsi gesekan anara paru-paru
dan dinding dada saat bernafas.
- Paru-paru
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk
kerucut dan terletak di dalam ringga toraks. Apex paru terletak di atas
klavikula d dalam dasar leher dan basis terletak bagian landai dari toraks di
atas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga.
Permukaan dalam yang memuat hilus, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang
dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung. Berikut ini gambar
pernafasan bagian atas dan bagian bawah
b.
Vaskularisasi
Paru-paru
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber :
1).
Anteri bronchialis yang membawa zat-zat makanan pada bagian
conditioning porhon, bagian paru yang tidak terlihat dalam pertukaran gas.
Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
2).
Arteri dan vena pulmonal yang bertanggung jawab pada
vaskularisasi. Bagian yang terlihat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
b. Fisiologi pernafasan
Mekanisme Pernafasan
Mekanisme pernafasan dibagi ke dalam tiga bagian yaitu :
1).
Ventilasi
Ventilasi yaitu proses bergerak masuk dan keluarnya
udara dari paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat diantara atmosfer dan
alveolus oleh kerja mekanik alat-alat pernafasan. Masuk dan keluarnya udara
dari atmosfir dimungkinkan adanya peristiwa mekanik inspirasi yaitu volume
thorax bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi dari beberapa otot m. Sternokleidomastocdius mengangkat sternum ke
atas dan m. sternokleidomastocdius mengangkat sternum ke atas dserratus, m.
scalensus, dan m. intercostal externum berperan mengangkat iga-iga. Thorax
membesar ke tiga arah yaitu bagian anterposteior, lateral dan vertikal.
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari sekitar –
4 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar – 8 mmHg bila
paru-paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan
intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai -2 mm Hg (relatif
terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mmHg pada waktu inspirasi. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru
sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan
atmosfer.
2).
Difusi
Difusi yaitu kekuatan pendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan persial antara darah dan fase gas. Tekanan parisal
oksigen dalam atmosfer pada permukaan Laut besarnya sekitar 149 MM hg (12 %
dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus pada
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg.
Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruang sepi anatomik saluran udara dan dengan uap
air. Dalam keadaan istirahat normal difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak
selama 0,75 detik.
Kecepatan difusi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1.
Kekebalan
membran
2.
Luas permukaan membran
3.
Koefisien difusi gas dalam substansi membran
4.
Perbedaan takan antara kedua sisi membran
3).
Transfortasi dan perfusi.
Transportasi yaitu ikatan kimia oksigen dengan heamoglobin yang bersifat
reversibel. Pada tingkat jaringan oksigen akan berdisosiasi dari haemogglobin
dan berdifusi ke dalam plasma, dari plasma oksigen berdifusi ke sel-sel jaringan
tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Transportasi dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1.
Peningkatan konsentrasi karbondioksida
2.
Peninggian temperatur darah
3.
Peningkatan 2.3 disfosfogliserat (DPG) yaitu senyawa
fosfat yang secara normal berada dalam darah tepi konsentrasinya berubah pada
kondisi yang berbeda.
Pengaturan
Pernafasan
Pernafasan merupakan proses otomatis, tetapi masih dapat
diatur secara volunter, atau sendiri yakni walupun manusia tidak harus
memikirkan untuk bernafas, namun ia dapat memperlambat atau mempercepat
pernafasan sekendaknya. Pengendalian pernafasan di bawah sadar berpusat di
medulla oblongata yang dirinya impuls-impuls dikirim ke alat-alat pernafasan
yang dipersarafannya.
3.
Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobakterium tuberculosis, kuman batang tahan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada
beberapa mikobakteria patogen, tetapi hanya starin bovin dan human yang
patogenik terhadap manusia.
Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 um, ukuran ini lebih kecil
dari satu sel darah merah.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intra
seluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob,
sifat ini memungkinkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain sehingga bagian apikal ini
merupakan predilaksi penyakit tuberkulosis.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J powh 2001: 414)
1).
Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai
TB aktif
2).
Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker,
individu dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3).
Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4).
Individu tanpa perawatan yang adekuat
5).
Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK,
penyimpanan gizi, by pass gatrektomi.
6).
Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia
Tenggara, Amerika Latin Karibia)
7).
Individu yang tinggal di institusi (Institusi
psikiatrik, penjara)
8).
Individu yang tinggal di daerah kumuh
9).
Petugas kesehatan
Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala klinis pada penderita tuberkulosa
dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak
adalah (Suparna, dkk IPD jilid II, 1991) :
a.
Demam
Biasanya sub febris menyerupai demam influenza tapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh
kembali, begitu seterusnya hilang timbul, sehingga pederita malas tidak pernah
berobat dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang
masuk.
b.
Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Bentuk terjadi karena adanya iritasi pada
brinnchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang. Sifat
batuk mulai dari yang kering, kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif. Keadaan ini yang lanjut adalah berupa batuk darah (haemaptoe) karena
terdapat permbuluh-pembuluh darah yang pecah.
c.
Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas,
sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana inflasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
d.
Nyeri Dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e.
Malaise
Penyakit
tuberkulosis radang yang menahun, gejala malaise sering ditemukan, anoreksia
makin kurus (BB menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
4.
Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas perantara sel-sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit T (sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas ini biasanya
lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh lomosit dan
limokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersentifitas.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoalus
biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga
basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung terahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau bagian lobus bawah
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfogosit bakteri namun tidak membunuh
organisme tersebut, sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumoni akut. Pneumoni selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggl atau proses dapat juga terus berjalan dan bakteri
terus difogosit atau kembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20
hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang
relatif padat dan seperi lesi nekrosis ini disebut caseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis caseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghan dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang
seghat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas ke dalam bronkhus dan menimbulkan kavitas.
Kavitas yang kecil dapat menutup tanpa peradangan dengan meninggalkan jaringan
parut. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan bronkhus. Bahan perkijuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas. Keadaan ini akan mengakibatkan peradangan aktif pada bronkhus.
Penyakit menyebar secara limohematogen melalui
kelenjar-kelenjar getah bening dan secara hemotogen ke seluruh organ tubuh.
Invasi micobacterium Tuberkulose
5.
Klasifikasi
Diagnostik TB adalah :
1).
TB Paru
a).
TBA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan
foto thorax menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB.
b).
TBA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan
rontgen klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB
(initial therapy).
2).
TB paru tersangka
Diagnosa
pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling
lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskois langsung (-) atau belum ada hasil
pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rontgen dan klinis
sesuai TB paru. Pengobatan anti TB harus dimulai.
3).
Bekas TB (tidak sakit)
6.
Pemeriksaan
Diagnostik
1).
Laboratorium darah rutin ditemukan LED meningkat dan
Limfositosis.
2).
Foto thorax posterior anterior dan lateral ditemukan :
a).
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau
segemen apikal lobus bawah
b).
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c).
Adanya kavitas tunggal atau ganda
d).
Kelaian bilateral, terutama di lapangan atas paru
e).
Adanya klasifikasi
f).
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian
g).
Bayangan milier
3).
Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan
ini tidak sensitif karena hanya 30-70 % pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
Mikrobakteria tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang komplek
untuk dapat tumbuh. Untuk tumbuh mikroorganisme ini membutuhkan sekitar 2
minggu atau lebih pada suhu antara 36-37oC. Koloni yang sudah
dewasa, akan berwarna krem dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/mililiter media konsentrat yang telah diolah dapat dideteksi oleh media
biakan ini. Pertumbuhan mikrobakteria yang diamati pada media biakan ini sebaiknya
dihitung sesuai dengan jumlah koloni yang timbul.
4).
Tes Pap (Peroksidase anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen,
munaperoksidase staining untuk menentukan adanya tg 6 spesifik terhadap hasil
TB.
5).
Tes Mantoux / Tuberkulin
Menyuntikan tuberkulin (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit
tuberkulin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar (bagian dalam)
lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Jarum yang digunakan
26-27 G. interpretasi reaksi tes tuberkulin adalah sebagai berikut :
a).
Indurasi sebesar 10 mm atau lebih (reaksi bermakna)
untuk infeksi lama atau baru terhadap mycobacterium tuberculosa, karena reaksi
sebesar ini pada umumnya menunjukkan sensitivitas spesifik. Pada keadaan
normal, tes dengan hasil diatas tidak perlu diulang untuk mendapatkan
kepastian, keculai bila ada alasan untuk mempertanyakan validitas tes ini.
b).
Indurasi kurang dari 10 mm (reaksi tidak bermakna)
Keadaan ini dianggap tidak bermakna pada orang yang tidak dicurigai
menderita tuberkulosis, penderita seropositif HIV, atau orang-orang yang kontak
dekat dengan penderita yang sputumnya positif atau belum lama positif terhadap
mycobacterium tuberculosa. Untuk orang-orang semacam ini tes tidak perlu
diulang, kecuali bila orang yang diuji berkontak dengan penderita tuberculosis,
maka harus dilakukan pemeriksaan tindak lanjut sesuai dengan prosedur rutin
untuk orang yang pernah kontak.
6).
Teknik Polymerase (Chain Reaction)
Detksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam specimen.
Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
7).
Baction Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
Detek growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam oleh Mycobacterium tuberculosa.
8).
Enzyme Linted Immunosorbent Assoy
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen antibodi yang terjadi.
Pelaksanaan rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga
menimbulkan masalah.
9).
Mycodot
Deteksi anti bodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat anti bodi spesifik dalam jumlah memadai maka sisir akan
berubah.
10).
Pewarnaan Zeihl-Neilsen
Cairan dahak, otak, kemih dan lambung diwarnai dengan pewarnaan
Zeihl-Neilsen dilanjutkan dengan pewarna flouresen. Sediaan yang positif
memberikan petunjuk awal diagnosis, namun sediaan negatifpun tidak menolak
kemungkinan infeksi.
7.
Penatalaksanaan
a).
Medik
Pengobatan tuberkulosis terutama pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis pada seorang yang sudah terjangkit infeksi.
Penderita tuberculosis dengan gejala klinis harus mendapat minimum dua
obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi
obat-obat pilihan adalah ioniazid (hidradzid asam isonikotinat = INH) dengan
(EMB) atau rifampisin (RIF ). Dosis lazim INH
untuk orang biasanya 5 – 10 mg/kg berat badan atau sekitar 300/mg/hari, EMB,
25mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF, 600 mg sekali sehati. Efek
samping Etambutol adalah neuritis retrobular disertai penurunan ketajaman
penglihatan, uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan
tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi,
komplikasi yang berat adalah heatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada
penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada mereka yang berusia
50 tahun keatas. Disfungsi hati ringan, seperti terbukti dengan peningkatan
aktivitas serum amino transferase, ditemukan pada 10 – 20 % kasus yang mendapat
INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah konvensi biakan sputum menjadi
negatif. Sesudah itu msih harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu
tahun
Baru-baru ini CDC dan America Thoracic Society (ATS) mengeluarkan
pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita
tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru yang tidak diobati sebelumnya.
Rekomendasi lama pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan rejimen yang
terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan
obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa
komplikasi, isalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis
atau kanker.
Pada fase pertama pengobatan pengobatan 6 bulan mendapat rejimen harian
yang terdiri dari INH, RIF dan pirazinamid untuk sekurang-kurangnya 2 bulan,
obat-obat ini dapat juga ditambah dengan streptomisin atau EMB bila diduga
terdapat resistensi terhadap INH. Pada fase kedua diberikan INH dan RIF setiap hari dua kali seminggu dalam 4 bulan.
Rejimen 9 bulan terdiri dari pemberian INH dan RIF setiap hari selama 1
atau 2 bulan, diikuti pemberian INH dan RIF tiap hari atau dua kali seminggu
selama 9 bulan. Seperti rejimen 6 bulan, streptomisin dan EMB harus diberikan
diawal pengobatan bila diduga ada resistensi terhadap INH.
Meskipun rekomendasi pengobatan jangka pendek juga sesuai untuk
anak-anak, tetapi data-data pemakaian RIF pada
anak-anak masih sangat terbatas. Pengurangan dosis INH sampai 10 mg/kg dan RIF sampai 15 mg/kg pada anak-anak dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya hepatotoksik.
b).
Pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang paten telah berkurang indikasi
pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.
a.
Indikasi mutlak pembedahan
-
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat sputum
tetap (+)
-
Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
-
Pasien dengan fistula bronkopleura dan enplena yang
tidak dapat diatasi secara konservatif
b.
Indikasi relatif pembedahan
-
Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah
berulang
-
Kerusakan 1 paru atau lubus dengan keluhan
-
Sisa kavitas menetap
c.
Prinsip Perawatan TBC Secara Umum
-
Klien dengan penyakit tuberkulosis dapat dirawat di
rumah kecuali jika sudah terjadi komplikasi seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosis, pleuritis, dan sebagainya.
-
Kepada klien dan keluarga perlu dijelaskan salin
kepatuhan dalam pemberian obat, perlu juga memperbaiki keadaan umumnya dengan
memberikan makanan yang cukup bergizi.
-
Klien harus cukup istirahat / bedrest
-
Memperhatikan kebersihan lingkungan dan ventilasi rumah
harus cakup agar pertukaran udara berjalan dengan baik. Lebih baik jika sinar
matahari dapat masuk ke dalam rumah, karena akan membantu membasmi kuman.
Perlengkapan tempat tidur sebaiknya seminggu sekali dijemur dan alat tenunnya
dicuci.
8.
Pencegahan
Transmisi dalam Lingkungan Perawatan
a.
Indentifikasi dan pengobatan dini individu dengan
tuberculosis aktif (TB)
-
Pertahankan indeks kecurigaan TB yang tinggi untuk mengidentifikasi
kasus dengan cepat
-
Dengan cepat lakukan terapi efektif banyak obat anti TB
berdasarkan pada data klinis dan surveilensi obat.
b.
Pencegahan penyebaran nuklei droplet infeksius dengan
metoda mengontrol sumber dan mengurangi
kontaminasi mikroba diudara dalam ruangan.
-
Lakukan tindakan isolasi basil than asam (BTA) harus
menggunakan respiratoir partikulat disponsibel yang menempel dengan sangat pas
diwajah.
-
Lanjutkan tindakan pencegahan isolasi sampai terdapat
bukti klinis penurunan infeksius.
-
Individu yang memasuki ruangan isolasi BTA harus
menggunakan respirator partikulat disponsibel yang menempel dengan sangat pas
diwajah
-
Lanjutkan tindakan pencegahan isolasi sampai terdapat
bukti klinis penurunan infeksius yaitu batuk berkurang secara substansial dan
jumlah organisme pada smear sputum berikut berkurang. Jika diduga dinyatakan
adanya resistensi obat, lanjutkan tindak kewaspadaan isolasi sampai smear
sputum menunjukkan negatif terhadap BTA.
-
Gunakan tindakan pencegahan khusus selama prosedur yang
merangsang batuk.
9.
Komplikasi
Tuberkulosis
Penyebaran ineksi tuberkulosis ke bagian tubuh
nonpulmonal dikenal sebagai TB miliaris. TB ini diakibatkan oleh invasi ini
terjadi akibat reaksi lambat infeksi dorman dalam paru atau di tempat lain dan
menyebar melalui darah ke organ lainnya. Basil yang memasuki aliran darah dapat
berasal dari fokus kronis yang mengalami ulserasi ke dalam pembuluh darah atau
pembesaran tuerkel yang melapisi permukaan dalam duktus torakik. Organisme bermigrasi
dari fokus infeksi ke dalam aliran darah, terbawa ke seluruh tubuh, dan
berdiseminasi melalui semua jaringan, dengan tuberkel miliaris kecil yang
berkembang dalam paru-paru, limpa, hepar, meningen dan organ lainnya.
Perjalanan klinis tuberkulosis miliaris dapat beragam
dari infeksi akut, berkembang secara progresif dengan demam tinggi sampai
proses indolen dengan emam tingkat rendah, anemia dan perlemahan tubuh secara
keseluruhan. Pada awalnya mungkin tidak terdapat tanda lokalisasi kecuali pembesaran
limpa dan menurunnya jumlah leukosit. Namun demikian dalam beberapa minggu
rontgen dada menunjukkan ketebalan kecil menyebar secara difu ke seluruh bidang
paru yang kemudian semakin meningkat jumlahnya.
Penyebaran TB pada ginjal mengakibatkan perubahan fungsi
ginjal hingga terjadi gagal ginjal. Pada meningan menyebabkan kerusakan sel
otak dan berakibat gangguan kesadaran. Penyebaran pada muskuloskeletal
berakibat kerusakan pada tulang dan kemungkinan fraktur spontan akibat
osteomielitis dari infeksi TB.
Efusi plura dapat terjadi 6 – 12 bulan setelah
terbentuknya kompleks pimer, kompikasi pada tulang dan kelenjar getah bening
permukaan (superfisial) dapat terjadi akibat penyebaran hematogen, hingga dapat
terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks primer, tetapi komplikasi
ini dapat terjadi dalam 3 bulan, pleuritis dan penyebaran bronchogen dalam 6
bulan dan tuberkulosis tulang dalam 1 – 5 tahun setelah terbentuknya kompleks
primer.
10. Dampak Tuberkulosis Paru Terhadap
Sistem-sistem Tubuh Lain
a.
Sistem Pernafasan
Mycobacterium tuberculosa masuk ke dalam paru-paru dan membentuk
tuberkulosa sehingga terjadi penebalan membran paru yang mengakibatkan difusi
oksigen terganggu sehingga intake oksigen ke dalam paru tidak kuat. Proses
peradangan dapat meningkatkan sekresi mukus dalam bentuk sputum yang menghambat
jalan nafas sehingga ventilasi pulmonal terganggu. Proses peradangan
mengakibatkan jaringan paru mati dan berongga, kemudian pembuluh darah pecah
dan terjadilah hemaptoe.
b.
Sistem Cardiovaskular
Proses peradangan pada paru menyebabkan perubahan pada jaringan paru
sehingga menghambat sirkulasi pulmonal sehingga tekanan pada area pulmonal
menignkat dan hal ini berpengaruh pada peningkatan tekanan ventilasi kanan
sehingga menyebabkan terjadinya pleura pulmonal. Gangguan difusi oksigen
menyebabkan kadar oksigen dalam sirkulasi darah menurun sehingga perfusi
jaringan menurun yang ditandai dengan adanya cyanosis pada beberapa bagian
tubuh, tekanan darah menurun, nadi lemah.
c.
Sistem pencernaan
Kadar oksigen dalam sirkulasi darah menurun sehingga supply oksigen ke
otak pun menurun dan mempengaruhi hypothalamus untuk merangsang nervus vagus
mengeluarkan HCL yang berlebihan yang menimbulkan mual dan anorexia, sehingga
menyebabkan penurunan berat badan kadar oksigen dalam sirkulasi darah menurun
menyebabkan supply oksigen ke sel dan jaringan menurun, maka terjadi penurunan
proses metabolisme.
Disamping itupada klien TBC paru yang sudah lama mendapat pengobatan
spesifik therapi, efek samping dari pemberian INH dan Ethambutol yang lama akan
meningkatkan yang lama akan meningkatkan sekresi HCL sehingga menimbulkan mual
dan anorexia.
d.
Sistem Persyarafan
Penurunan kadar oksigen menyebabkan kadar CO2 dalam darah yang
merangsang pusat syaraf di medula oblongata dan pons untuk meningkatkan kerja
otot pernafasan sehingga merangsang RAS menyebabkan klien terjaga. Proses
peradangan juga menimbulkan batuk yang lama, sehingga seringkali timbul nyeri
dada. Rangsangan nyeri dan merangsang hypothalamus sehingga nyeri
dipersepsikan. Proses peradangan menyebabkan kompensasi tubuh untuk
meningkatkan metabilisme sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
e.
Sistem muskuloskeletel
Penurunan kadar oksigen dalam darah menyebabkan supply oksigen ke
jaringan menurun yang mengakibatkan proses pembentukan ATP terhambat, akibatnya
energi yang dihasilkan sedikit, menyebabkan klien merasa lelah dan lemah.
B.
Konsep Dasar
Asuhan keperawatan TB Paru
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat
megnidentifikasi, mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan
a.
Pengumpulan data
1).
Identitas
a).
Identitas klien, perlu dikaji identitas yang mempunyai
hubungan meliputi : nama hubungan dengan penyakit tidak terbatas pada semua
umur tetapi anak-anak dan orang tua lebih rentan terhadap penyakit ini, jenis
kelamin lebih sering laki-laki terkena dari pada perempuan karena faktor
kebiasaan seperti merokok, pendidikan hubungan dengan penyakit pendidikan
rendah biasanya kurang pengetahuan tentang penyakit ini, pekerjaan hubungan
dengan penyakit orang-orang yang bekerja di udara terbuka lebih sering terkena
seperti kuli bangunan, sopir, status marital berpengaruh pada proses penularan,
agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no. medrec. Diagnosa
medis dan alamat hubungan dengan penyakit TBC apakah klien tinggal dilingkungan
kumuh dan rumah ventilasi kurang.
b).
Identitas penaggung jawab meliputi, nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2).
Riwayat Kesehatan
a).
Keluhan utama
Pada klien TB paru biasanya ditemukan keluhan utama berupa sesak nafas
disertai batuk-batuk dan nyeri dadRiwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan data yang menceritakan awitan gejala
yang klien alami sehingga klien dibawa ke rumah sakit sampai dilakukan
pengkajian. Riwayat kesehatan sekarang menggunakan metoda PQRST sebagai
pengebangan dari keluhan utama. Metode ini meliputi hal-hal yang memperberat
atau memperingan, kualitas dan kekerapannya, waktu timbulnya dan lamanya.
c) Riwayat
kesehatan dahulu.
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit serupa sebelumnya,
tanyakan juga penyakit infeksi yang pernah diderita klien seperti pneumonia,
bronkhi\ritis dan lain-lain. Selain itu perlu juga dikaji pola kebiasaan
sehari-hari mencakup aktifitas, penggunaan obat-obat tertentu, kebiasaan
hygiene
d)
Riwayat Kesehatan keluarga
Tanyakan di keluarga apakah ada yang menderita PPOM atau penyakit paru
seperti TB paru. Jika ada gambaran dengan struktur keluarga. Bagaimana kondisi
rumah dan lingkungan sekitarnya.
3).
Pola Aktivitas sehari-hari
Mengungkapkan pola aktivitas klien antara sebelum sakit dan sesudah sakit
meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.
4).
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, perpusi, dan auskultasi berbagai
sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a).
Keadaan Umum
Pada klien yang dimobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya
meliputi penampilan postum tubuh, kesadaran keadaan umum klien, tanda-tanda
vital perubahan berat badan, perubahan suhu, bradikardi, labilitas emosional.
b).
Sistem kardiovaskular
Kemungkinan terjadi penurunan ekanan darah, tachikardi, peningkatan JVP,
konjugtiva pucat, perubahan jumlah hemoglobin/ hematokrit dan leukosit, bunyi
jantung S1 dan S2 mungkin meredup.
c).
Sistem Pernafasan
Nlilai ukuran dan kesimetrisan hidung, pernafasan cuping hidung,
deformitas, warna mukosa, edema, nyeri tekan pada sinus. Nilai-nilai ukuran,
bentuk dan kesimterisan dada, adanya nyeri, ekspansi paru, pola pernapasan,
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis, bunyi nafas dan frekuensi
nafas. Biasnya pada klien TB paru aktif ditemukan dispneu, nyeri pleuritik
luas, deviasi trachesa, sianosis. Ekspansi paru berkurang pada sisi yang
terkena, perkusi hipersonar, suara nafas berkurang pada sisi yang terkena,
vokal fremitu berkurang. Terdengar ronchi basah atau kering.
d).
Sistem Gastrointestinal
Kaji adanya lesi pada bibir, kelembaban mukosa, nyeri stomatitis, keluhan
waktu menguyah. Amati bentuk abdomen, lesi, nyeri tekan adanya massa , bising usus. Biasanya ditemukan
keluhan mual dan anorexia, palpalasi pada hepar dan limpe biasanya mengalami
pembesaran bila telah terjadi komplikasi.
e).
Sistem Genitourinari
Kaji terhadap kebutuhan dari genetalia, terjadinya perubahan pada pola
eliminasi BAK, jumlah urine ouput biasanya menurun, warna perasaan yeri atau
terbakar. Kaji adanya retensio atau inkontinensia urine dengan cara palpalasi
abdomen bawah atau pengamatan terhadap pola berkemih dan keluhan klien.
f).
Sistem Muskuloskeletel
Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai
anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu klien bergerak. Pada klien
penumothorax akibat TB ditemukan keletihan, perasaan nyeri pada tulang-tulang
dan intolerance aktivitas pada saat sesak yang hebat.
g).
Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran KGB dan tiroid, kaji adakah riwayat DM pada klien
dan keluarga.
h).
Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, refleks, fungsi syaraf
kranial dan fungsi syaraf serebal. Pada klien TB paru bila telah mengalami TB
miliaris maka akan terjadi komplikasi meningitis yang berakibat penurunan
kesadaran, penurunan sensasi, kerusakan nervus kronial, tanda kernig dan
bruzinsky serta kaku kuduk yang positif.
i).
Sistem Integumen
Kaji keadaan kulit meliputi tekstru, kelembaban, turgor, warna dan fungsi
perabaan, kaji turgor kulit dan perubahan suhu. Pada klien TB paru ditemukan
fluktuasi suhu pada malam hari, kulit tampak berkeringat dan perasaan panas
pada kulit. Bila klien mengalami tirah baring lama akibat pneumotorax, maka
perlu dikaji adalah kemerahan pada sensi-sendi / tulang yang menonjol sebagai
antisipasi dari dekubitus.
5).
Data Psikososial
a).
Status emosi : pengendalian emosi mood yang dominan,
mood yang dirasakan saat ini, pengaruh atas pembicaraan orang lain, kesetabilan
emosi.
b).
Konsep dari bagaimana klien melihat dirinya sebagai
seorang pria, apa yang disukai dari dirinya, sebagaimana orang lain menilai
dirinya, dapat klien mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.
c).
Gaya
komunikasi : cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk
berespon, komunikasi non verbal, kecocokan bahasa verbal dan nonverbal.
d).
Pola interaksi, kepada siapa klien menceritakan tentang
dirinya, hal yang menyebabkan klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan perilaku,
anggaran terhadap orang lain, hubungan dengan lawan jenis.
e).
Pola koping apa yang dilakukan klien dalam mengatasi
masalah, adalah tindakan mamadaptif, kepada siapa klien mengadukan masalah
f).
Sosial tingkat pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial,
teman dekat, cara pemanfaatan waktu dan gaya
hidup
6).
Data Spiritual
Arti kehidupan yang penting dalam kehidupan, keyakinan tentang penyakit
dan proses kesembuhan, hubungan kepercayaan dengan Tuhan, ketaatan menjalankan
ritual agama, keyakinan bantuan Tuhan dalam proses kesembuhan yang diyakini
tentang kehidupan dan kematian.
7).
Data Penunjang
Pemeriskaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit,
hematokrit, AGD, pemeriksaan radiologik : thorax foto, sputum dan bila perlu
pemeriksaan LCS.
Data penunjang untuk klien dengan TB paru yaitu :
a).
Pemeriksaan darah
-
Anemia terutama bila periode akut
-
Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
-
LED meningkat terutama fase akut
-
AGD menunjukkan peninggian kadar CO2.
b).
Pemeriksaan radiologik
Karakteristik radiologik yang menunjang diagnosis antara lain :
-
Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas
paru
-
Bayangan yang berawan atau berbercak
-
Adanya klasifikasi
-
Kelainan yang bilateral
-
Bayangan menetap atau relatif menetap beberapa minggu
-
Bayangan milier
c).
Pemeriksaan Bakteriologi
Ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis dari dahak penderita TB
d).
Uji Tuberkulin (Mantoux tes)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantaoux yaitu penyuntikan melalui
intrakutan menggunakan semprit tuberkulin 1 cc jarum no. 26 Uji tuberkulin
positif jika indusrasi lebih dari 10 mm pada gizi baik atau 5 mm pada gizi
buruk . hal ini dilihat setelah 72 jam penyuntikan. Bila uji tuberkulin positif
menunjukkan adanya infeksi TB paru.
8).
Therapi
-
Agen anti infeksi
Obat primer : isoniazid (INH), ethambutol, rifampycin, streptomycin
-
Diet TKTP
-
Cairan rehidrasi RL
b.
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan pada perawatan klien
c.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu respon individu pada masalah kesehatan
yang aktual maupun potensial
Dalam buku diagnosa keperawatan menurut Doenges (1999:119-123)
1.
Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan sistem
pertahanan tubuh yang menurun
2.
Resiko infeksi berulang berhubungan dengan sistem
pertahanan tubuh yang menurun
3.
Tidak efektifnya bbersihan jalan nafas berhubungan
dengan sekret kental di jalan napas
4.
Resiko kerusakan gas berhubungan dengan penurunan luas
permukaan paru
5.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
6.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, aturan tindakan dan
pencegahan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
1.
Tidak efktifnya bersihan nafas berhubungan dengan skret
kental di jalan nafas
Tupan : bersihan jalan nafas efektif
Kriteria evaluasi :
-
Klien dapat mengeluarkan sekret
-
Frekuensi dan irama pernafasan normal
2.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan luas permukaan paru
Tupan : tidak terjadi kerusakan perukaran gas
Kriteria evaluasi :
-
GDA normal
-
Tidak terdapat sianosis
-
Tidak terdapat tanda distres pernafasan
3.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anorexia
Tupan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria evaluasi :
-
Terdapat peningkatan berat badan
-
Nilai laboratorium normal
4.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi kondisi aturan
tindakan dan pencegahan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
Tupan : Pengetahuan tentang kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
bertambah
Kriteria evaluasi :
-
Terdapat perubahan peilaku kesehatan menuju lebih baik
-
Klien paham tentang pengobatan
-
Klien berpartisipasi aktif dalam pengobatan
5.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah pelaksanaan
dari tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana keperawatan. Tindakan
yang dilakukan bertujuan untuk membantu individu dalam memenuhi kebutuhan yang tidak
dapat dipenuhinya secara mandiri atau mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
6.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP sebagai pola pikir (Hidayat, A Aziz, 2002 : 46)
S : Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan
dan dikemukakan klien
O : Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain
A : Kedua jenis data tersebut, baik subjectif dinilai dan dianalisis,
apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat
menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau adakah
perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru
P : Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis
diatas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah
belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I : Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana
E : Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan
evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi.
R : Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian
ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, data
objektif dan proses analisisnya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1.
Pengkajian
a.
Pengumpulan Data
1.
Identitas Klien
Nama :
Tn. E
Umur :
32 th
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Pendidikan :
SMA
Pekerjaan :
TNT
Agama :
Islam
Alamat :
Leweng Sawo Kota
Bumi Cilegon
Tgl. Masuk :
22.04.2006
Tgl. Pengkajian :
29.04.2006
No. Medrek :
158.02.2006
Diagnosa Medis : TBC
(Paru)
2.
Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Ny. E
Umur :
31 th
Jenis Kelamin :
Perempuan
Pendidikan :
SMA
Agama :
Islam
Alamat :
Leweng Sawo Kota
Bumi Cilegon
Hubungan dengan Klien :
Istri
3.
Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat Kesehatan Sekarang
1.
Keluhan utama saat masuk RS
Klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu mengeluh tidak enak badan ,lemas
disertai panas badan dan menggigil, serta keluar keringat banyak setiap malam
diatas jam 01.00 WIB. Klien merasakan nafsu makan turun, kadang-kadang klien
batuk berdahak dengan lendir kekuningan. Satu bulan sebelum klien masuk rumah
sakit,klien merasakan badannya lemas mual ,muntah sehinhgga klien dibawa oleh
keluarga ke RSKM (UGD). Selanjutnya diruangan mawar dilakukan dilakukan
tindakan operasi limpa denoopati pada daerah leher pinggang dan lipatan paha.
2.
Keluhan utama saat dikaji
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengeluh sesak nafas. Sesak
dirasakan ketika klien banyak beraktifitas dan berkurang ketika klien
beristirahat, sesak dirasakan pada daerah dada ( kedua lapang paru ) dan tidak
menyebar, sesak dirasakan oleh klien seperti diikat oleh tali yang keras, klien
merasakan nyeri sepanjang hari.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan pernah dirawat di RS KM pada tahun 2005 dengan gastritis
selama 3 hari, klien juga mengatakan punya penyakit TBC ini sudah sejak tahun
2003 sampai sekarang dan pernah berobat selama 6 bulan, setelah itu tidak
berobat lagi dikarenakan kebutuhan ekonomi keluarga / dialihkan kepentingan
keluarga.
b.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien tinggal bersama dengan keluarga istrinya, Menurut klien dikeluarganya
tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan seperti jantung, hypertensi, dan
yang lain, namun dikeluarga pihak perempuan ada yang menderita penyakit menular
seperti TBC sedangkan mertua laki-laki
mempunyai penyakit TBC.
GENOGRAM
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
|||||||
![]() |

: Laki-Laki
![]() |
: Perempuan
![]() |
: Sakit
Pola Aktivitas
No.
|
Aktivitas
|
Sebelum sakit
|
Sesudah sakit
|
1
2
3
4
5
|
Nutrisi
v
Makan
-
jenis makanan
-
Frekuensi
-
keluahan
v
Minum
Jenis
keluhan
Pola Eliminasi
a. BAB
b BAK
Pola
Istirahat
Personal hygiene
v
Kebersihan kulit
v
Kebersihan gigi
v
Kebersihan rambut
Aktivitas
|
Nasi, sayur lauk pauk
kadang-kadang buah –buahan.
2-3 x / hari, habis ¾ porsi.
Klien mengatakan tidak ada
keluhan apapun.
.
3 botol aqua besar dan paling
sedikit 6 - 8 gelas hari (1500 – 2000 cc)
Air putih dan air teh
Tidak ada keluhan
2 x/ hari, konsistensi lembek
5 x / hari
Kuning jernih
Siang jam 14.00-17.00 WIB malam
hari jam 22.00-05.00 WIB.
Klien mengatakan mandi 2x/hari
Klien gosok gigi 2x / hari
Klien mencuci rambut 2x /
minggu
Klien dapat melakukan aktifitas
sendiri tanpa bantuan dari orang lain.klien juga seorang karyawan dari PT TNT
|
Nasi, sayur, buah-buahan.
3x/hari, habis ½ porsi
3 – 6 gelas / hari
klien mengatakan nafsu makan
berkurang karena sering mual.dan nyeri pada daerah perut kiri.
3-6 gelas /hari
air putih
klien mengatakan jarang minum
3 x / hari
3x / hari
kuning jernih
klien mengatakan tidur tidak
tentu selama 1-2 jam perhari pada malam hari dan pada siang hari sekitar 2
jam tidak tentu.
Klien mengatakan hanya dilap
dengan air hangat 1x/hari.
Klien gosok gigi 2x / hari
Klien mengatakan selama dirawat
belum pernah dicuci rambut.
Klien melakukan aktifitas
dibantu oleh perawat dan keluarga termasuk ketika hendak BAB.
|
4. Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum : Compos mentis GCS 15
b.
Tanda-Tanda Vital
TD
: 100 / 70 mmhg N : 100 x / menit
S
: 37ْ0C R : 24 x /
menit
c.
System Pernapasan
Bentuk
hidung simetris, septum terdapat, tidak terdapat pernafasan cuping hidung,
tidak terdapat secret, mukosa hidung lembab dan berwarna merah muda, patensi
hidung kuat, tidak terdapat nyeri tekan sinus.bentuk dada simetris, tidak
terdapat retraksi intercostalis, vertebrate lurus, tidak terdapat masa dan
tidak terdapat nyeri tekan, vocal fremitus antara paru kanan dan kiri simetris,
pengembangan paru saat bernafas simetris, pada perkusi suara paru resonan,
suara psru terdengar vesikuler.respirasi 24 x/ menit.
d.
Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva
pucat, tidak terdapat peningkatan JVP ( Jugularis
Vena Pressur ), CRT ( Cafilrary Refilling Time ) dapat
kembali dalam waktu 2 detik, akral teraba hangat, ictus kordis teraba pada ICS
V Midclavikula kiri, suara perkusi jantung Dulhes, bunyi jantung S1 dan S2
terdengar murni reguler, pulsasi denyut nadi teraba lemah dengan irama teratur,
frekwensi nadi 100 x / menit. TD : 100 /
70 mmHg.
d.
Sistem Pencernaan
Bibir
dan mukosa lembab, tidak terdapat kelainan pada bentuk bibir, gigi jumlah 32
buah, pergerakan lidah bebas, tidak terdapat lesi, warna merah muda, tidak
terdapat nyeri tekan, terdapat reflek menelan, bentuk perut datar dan terasa
sakit bila ditekan kwadran kanan bawah, dan tidak teraba pembesaran hepar dan
limpa, BU 8x/menit, BB 48 kg
e.
Sistem Persyarafan
Kesadaran
compos mentis dengan nilai GCS = 15
Orientasi
klien terdapat orang,waktu dan tempat baik terbukti klien dapat menyebutkan
dimana klien sekarang berada serta keluarga yang menunggunya. Klien dapat
mengingat kejadian masa lampau dan kejadian yang baru saja terjadi.
Test
Nervus Cranial
(1).
Nervus Olfaktorius
Klien mampu membedakan bau kopi
dan kayu putih
(2).
Nervus Optikus
Klien mampu membaca papan nama
perawat dalam jarak 30 cm
(3).
Nervus Okulomotoris, Troklearis, Abdusen
Klien mampu menggerakkan bola mata
kearah atas, bawah, dan samping mengedip
spontan, pupil osokov simetris dan kontraksi saat diberi cahaya.
(4). Nervus Trigeminus
Klien mengatakan sentuhan kapas diwajahnya, klien dapat menggerakkan
rahangnya, klien mampu mengedip
(5).
Nervus Fasialis.
Klien dapat menggerakkan dahi, dapat membedakan rasa asin, manis, pada
lidahnya, tidak terdapat parese
(6).
Nervus Auditorius
Klien mendengar dengan jelas dibuktikan dapat menjawab semua pertanyaan.
(7).
Nervus Glosofaringeus dan Vagus
klien dapat merasakan rasa pahit pada 1/3 posterior lidah.
Klien dapat menelan, uvula bergetar saat klien mengucapkan kata “Ach “.
(8). Nervus Acessorius
Klien dapat menggerakkan leher, kekuatan otot sama saat diberi tekanan
pada dagu disaat klien menoleh, klien dapat mengangkat bahunya tanpa rasa nyeri
dan melawan tekanan yang diberikan.
(9).
Nervus Hipoglosus
kline mampu menjulurkan lidahnnya kekiri dan kekanan dan dapat menariknya
dengan baik dan pergerakan terkontrol.
f.
Sistem Endokrin
Tidak
terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pada leher kiri terdapat bekas
opersi lympadenopati, tidak terdapat tanda-tanda gangguan hormonal seperti
moonface ataupun exopthalmus, tidak terdapat tremori pada kedua belah tangan.
g.
Sistem Genetourinaria
Bentuk
utuh, pada supra pubis terdapat luka post operasi kelenjar KGB + 5 cm
yang masih basah, jahitan masih utuh, pada pacpasi tidak terdapat pembesaran
ginjal, blas terasa kosong.
h.
Sistem Muskoloskeletal
-
Postur tubuh simetris, klien dapat membuka mulut, klien
dapat menahan pada saat dagu diberi tahanan.
-
Leher dapat difleksikan 45o, hypertensi 135o,
flexi lateral kidanka 45o, dan rotasi 360o.
-
Extermitas Atas
Bentuk tangan simetris, bahu dapat extensi 18oC, aduksi 45oC
rotasi 360o, pergelangan tangan dapat di extensikan ,
fleksi, rotasi, supehasi, prohasi, jari-jari tangan dapat di abduksikan, reflek
bisep, dan tricep (++/++), tidak terdapat odiem terpasang infus RL 20 tpm pada
tangalo kanan.
-
Extermitas bawah


5 5
i.
Sistem Integumen
Rambut
agak kotor, tidak mudah tercabut, kulit kepala berketombe, tugor kulit baik) S
. 376C., terdapat luka operasi pada daerah lipatan paha pinggang
j.
Sistem penglihatan dan pendengaran dan wicara
Klien
dapat membaca dengan baik, klien dapat menjawab pertanyaan bila diajukan
perawat dengan benar klien dapat bicara dengan arti kulasi yang jelas
5. Data Psikologis
a.
Status Emosi
Emosi
klien tampak stabil dan berbicara dengan nada rendah
b.
Kecemasan
Expresi
wajah klien tampak lemas dan pucat, klien sering bertanya apakah penyakitnya
bisa kambuh lagi, klien mengatakan tidak tahu banyak tentang penyakitnya dan
cara perawatannya.
c.
Pola koping
Menurut
klien apabila klien punya masalah klien suka bercerita padaGaya Komunikasi
Klien
berbicara cukup jelas, expressi muka sesuatu yang klien rasakan
d.
Konsep Diri
-
Gambaran diri / body image
Klien merasa tidak puas pada kondisi badannya karena menderita sakit TBC.
-
Identitas Diri
Klien sebagai seorang laki-laki yang telah menikah pegawai PT TNT, dan
klien adalah seorang ayah yang memiliki seorang anak.
Peran
Klien berperan suami dan tidak dapat melaksanakan perannya karena sakit
-
Idiel Diri
Harapan klien ingin cepat sembuh dan lekas pulang, sehingga ia dapat
beraktivitas sebagaimana sebelum sakit
-
Harga Diri
Klien merasa bangga dengan dirinya, klien tidak merasa malu dengan
keadaannya saat ini
6. Data Sosial
Klien dimasyarakat sebagai seorang pekerjaan buruh di PT. TNT, dan klien
sehari-hari berhubungan baik dengan tetangga-tetangganya. Di RS komunikasi
dengan perawat baik, hubungan dengan keluarga baik dan keluarga mau untuk di
ajak kerja sama.
7. Data Spiritual
Falsafah Hidup
Klien percaya dengan adanya sehat dan sakit, klien mengatakan jika sakit
akan sembuh dengan pengobatan yang teratur disertai do’a kepada Tuhan YME.
Selama di RS klien tidak dapat menjalankan ibadahnya seperti biasa.
8. Data Penunjang
(1).
Laboratorium
Tanggal 26 – 04 – 2006
HAEMATOLOGI
I
|
|||
Haemoglobin
Leukosit
Haematokrit
JUmlah
Trombosit
|
: 9.1
: 4300
: 29.8
: 261.00
|
G / DL
/ **3
%
/**3
|
13-16 (lk),
12-14 (*)
5000 – 10000
40-48 (lk),
37-46 (*)
150.000 –
400.000
|
(2).
Hasil pemeriksaan sputum
Tgl 24 – 04 – 2006 BTA +
Tgl 26 – 04 – 2006 BTA +
Tgl 30 – 04 – 2006 BTA +
Photo thorax : kesan thorax kusam TB paru duplex Aktif
9. Therapy
-
Anadex 3 x 1 tablet Broxed 1 x 2 gr
-
Santibi 2 H Rantin 2 x 1 amp
-
Rifamficin 1 x 1 Cedantron 3 x 1 amp
-
Inoxin 1 x 1 tablet
-
Dumin 3 x 1 tablet
-
Tusilan 3 x 1 tablet
Analisa Data
No
|
Data
|
Penyebab
dan Dampak
|
Masalah
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
1.
|
Ds :
-
Klien mengeluh sesak nafas dan batuk
Do :
-
Klien tampak sesak
-
Klien batuk
-
Ro : thorax kusam Tb paru duplex aktif
-
Terdengar suara ronchi
-
Nadi 100 x / mnt
-
Respirasai 28x/mnt
-
Sputum kental warna kuning
|
Invasi
mycobacterium tuberculosa
¯
terbentuk
tuberkel pada paru
¯
keruakan
jaringan alveoli
¯
pertukaran
gas pada alveoli terhambat
¯
Gangguan
oxigenasi difusi
|
Gangguan oksigenasi : diffusi
|
No
|
Data
|
Penyebab
dan Dampak
|
Masalah
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
2.
|
Ds :
-
Klien mengatakan badan klien lemah dan lemah.
-
Klien merasa
mudah lelah.
Do :
-
Klien tampak lemas
-
Hb 9,1 gr/dl dari nilai normal 13-16 gr/dl.
-
Klien terlihat pucat.
-
TD : 100/70 mmHg.
-
Nadi : 100x/menit.
-
Resp : 28x/menit.
-
Suhu : 37 0c
-
Keperluan klien di bantu oleh keluarga dan perawat
|
Infeksi
kuman TBC pada paru
¯
inflamasi
/ peradangan pada paru-paru
¯
penyekatan
membrane respirasi
¯
oksigenasi
kurang
¯
metabolisme
menurun
¯
energi
yang dihasilkan menurun
¯
lemah
¯
aktifitas
intolerans
|
Gangguan
intoleransi aktivitas
|
No
|
Data
|
Penyebab
dan Dampak
|
Masalah
|
|||
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
|||
3.
|
Ds :
-
Klien mengeluh tidak ada nafsu makan
-
Mual
Do :
-
Porsi makan tidak habis, hanya ¼ setiap kali makan
-
BB: 48 KG
-
Hb : 9,1 mg/dl
-
Klien tampak lemas
-
Konjungtiva pucat
|
Masuknya
Mikroorganisme TBC
¯
terjadi
reaksi antigen dan antibodi
¯
kerusakan
jaringan paru-paru
¯
![]() ![]()
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
|||
No
|
Data
|
Penyebab
dan Dampak
|
Masalah
|
|||
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
|||
4.
|
Ds :
Klien
menanyakan terus keadaan penyakit nya dan menanyakan apa pantangannya
Do :
Ekspresi wajah
agak tegang, klien selalu menanyakan
dan proses kejadiannya penyakit pada pemeriksa klien terlihat murung
|
Kurangnya
pengetahuan pasien tentang keadaan penyakitnya
¯
Salah
persepsi
¯
merupakan
stressor psikologis
¯
Menyebabkan
klien cemas
|
Gangguan
rasa aman cemas
|
|||
5.
|
Ds :
Klien
mengatakan susah tidur
Do :
-
Wajah lesu
-
Mata merah
-
Frekwensi nafas meningkat
-
Tidur malam 1-2 jam sering terjaga
|
Reaksi
imflamasi pada paru
¯
Peningkatan
metabolisme dan oxigenasi di paru-paru
¯
Respon
saraf simpatis
¯
Keringat
meningkat
¯
RAS
teraktivasi untuk mengaktifkan kerja organ tubuh
¯
Rem
menurun
¯
Klien
terjaga
|
Gangguan
pemenuhan istirahat tidur
|
No
|
Data
|
Penyebab
dan Dampak
|
Masalah
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
6.
|
Ds :
Klien
mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya.
Do :
Klien sering
bertanya apakah penyakitnya bisa kambuh lagi
|
Kurangnya
informasi
¯
Kurangnya pengetahuan pasien
tentang keadaan penyakitnya
¯
¯
|
Kurangnya
pengetahuan perawatan di rumah
|
7.
|
DS :
Klien
mangatakan ada luka bekas insisi pada daerah leher, lipatan paha.
DO :
Terdapat luka
bekas insisi pada leher, lipatan paha
- luka
sepanjang 3 cm
|
Adanya
luka insisi pada leher dan paha
¯
port
of entry bagi m.o untuk menginvasi
¯
resiko
infeksi
|
Resiko
infeksi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C.
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
Tanggal 29-04-2006
-
Gangguan oxigenasi : difusi berhubungan dengan
kerusakan membran alveoli.
-
Resiko infeksi pada luka insisi b.d post op
limfadenopati
-
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d anoreksia
akibat sesak nafas
-
Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
berhubungan dengan RAS yang teraktivasi akibat sesak dan nyeri dada
-
Aktivitas intolerance b.d kelemahan fisik
-
Resiko kambuh ulang b.d kurangnya pengetahuan klien
tantang perawatan dirumah.
B.
PERENANCAAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. E Diagnosa
:
TB Paru Aktif
Umur : 30 Tahun Ruang
:
Mawar
No. Medrec : 58-02-83
Tgl. Pengkajian : 29-04-2006
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Perencanan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
1.
|
Gangguan
oksigenasi : diffusi b.d kerusakan membran alveoli. Ditandai dengan :
Ds :
-
Klien mengeluh sesak nafas dan batuk
Do :
-
Klien tampak sesak
-
Klien batuk
-
Ro : tharox kusam Tb paru duplex akitf
-
Terdengar suara ronchi
-
Nadi 100 x / mnt
-
Respirasai 28x/mnt
Sekret kental
warna kuning
|
Tupan :
Tidak terjadi
gangguan oksigenasi : diffuse.
Tupen :
Setelah
dilakukan perawatan selama 5 hari, akumulasi secret berkurang dengan kriteria
:
-
Ronchi berkurang
-
Frekuensi nafas dalam batas-batas normal 18-24 x/mnt
-
Klien tidak terlihat sesak
|
1.
Atur dan pertahankan posisi tidur klien dalam semi
fowler.
2.
Observasi status pernafasan setiap 8 jam sekali
termasuk frekuensi nafas, kedalaman dan bunyi nafas
3.
Kolaborasi pemberian O2 lembab sesuai dengan
kebutuhan klien
4.
Ajarkan metode dalam dan batuk efektif 2-3 kali
sehari
5.
Laksanakan program media
Mucos 3 x 1
tab
1.
Brodxed 3 x 26 mg. Lanjutkan therapi antibiotik
-
Rifampisin 450gr 1 x 1 tab
-
INH 100mg 3 x 1 tab
-
Etambutol 500mg 2x2 tab
-
Pirazinamid 500mg 2 x 1 tab
6. Anjurkan klien untuk banyak minum ±
1600-2000 ml/ hari
|
1.
posisi membantu memaksi malkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya per napasan.
2.
Untuk mengetahui efekti vitas jalan nafas serta
kondisi tubuh akibat jalan nafas yang tidak efektif. 8 jam ditentukan dari
pergerakan mukus di saluran nafas yang di dorong oleh silia (1cm/ment)
3.
Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi
4.
Metode ini memudahkan ekspansi maksimum paru sehingga
dahak akan terdorong keluar.
5.
Agen mukolik menurunkan kekentalan dan perlengketan
sekret dan mencegah penyebaran kuman lebih lanjut.
6.
dengan minum banyak air membantu klien untuk
mengeluarkan secret.
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
2.
3.
|
Resiko infeksi
pada luka insisi b.d post op lympadenopati
Ditandai
dengan :
DS :
Klien
mangatakan ada luka bekas insisi pada daerah leher, lipatan paha.
DO :
Terdapat luka
bekas insisi pada leher, lipatan paha
- luka
sepanjang 3 cm
Gangguan
pemenuhan kebutuh an nutrisi b.d anorexsia akibat mual, ditandai dengan :
Ds :
-
Klien mengeluh tidak ada nafsu makan
-
Mual
Do :
-
Porsi makan tidak habis, hanya ¼ setiap kali makan
-
BB: 48 KG
-
Hb : 9,1 mg/dl
-
Klien tampak lemas
-
Konjungtiva pucat
|
Tupan :
Tidak terjadi
infeksi.
Tupaen :
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama
3 hari tanda-tanda infeksi tidak terjadi. Dengan kriteria :
Tanda-tanda
infeksi tidak ada.
Luka insisi
tidak menunjukan adanya infeksi.
Tupan :
Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama
-
Mual berkurang
-
Porsi makan habis
-
Nafsu makan meningkat
-
BB naik 0.5 kg
|
1.
kaji keadaan luka bekas insisi.
2.
kaji tanda-tanda vital
3.
lakuikan perawatan luka insisi.
1.
Tingkatkan pemahaman klien tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuhnya serta diit yang di butuhkan
2.
Anjurkan minum air hangat sebelum makan dan anjurkan
klien untuk memakan makanan dalam keadaan hangat.
3. Atur pola makan dengan porsi kecil tapi sering atau makanan yang
disukai klien, roti, nasi atau susu.
4.
Motivasi keluarga untuk memenuhi klien saat makan
5.
Cegah/atasi penurunan selera makan klien dengan cara
meningkatkan oral hygiene klien dan beri motivasi.
6.
Berikan rantin 3 x 1 ampul sesuai instruksi.
7.
Berikan ATP 3 x 1 tab sesuai instruksi
8.
Timbang BB secara rutin
|
1.
untuk mengetahui apakah luka dalam keadaan baik.
2.
untuk mengetahui adanya infeksi melalui peningkatan
suhu tubuh.
3.
untuk mencegah infeksi.
1. Pemahamanan yang baik tentang pentingnya nutrisi terhadap kondisinya
akan meningkatnya motivasi klien dalam memenuhi kebutuhan nya.
2.
Makanan/minuman dalam keadaan hangat akan menam bah
menetralisiri asam lambung.
3.
Porsi kecil akan mengurangi mual dan kebutuhan
nutrisi tetap terpenuhi
4 Dukungan keluarga terdekt
diharapkan membangkitkan semangat klien untuk makan.
8.
Oral hygeine yang kurang akan menimbulkan bau mulut
yangkurang sedap sehingga akan menurunkan selera makan klien.
9.
Antiemetik dapat mengu rangi mual.
10.
Vitamian bisa membantu mengembalikan atau
meningkatkan daya tahan tubuh.
11.
Untuk mengetahui perkemba ngan klien.
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
4.
|
Gangguan
pemenuhan kebutuh an istrirahat tidur berhubungan dengan RAS yang teraktivitas
akibat sesak dan nyeri dada, ditandai dengan :
Ds :
-
Klien mengatakan susah tidur
-
Tidur malam 1-2 jam sering terjaga
Do :
-
Wajah lesu
-
Mata merah
-
Frekwensi nafas meningkat
|
Tupan
Kebutuhan istirahat tidur klien
terpenuhi
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama tiga
hari tidur klien bertambah dengan kriteria :
-
Klien tampak segar
-
Klien tidak sering menguap
-
Jam tidur menjadi tujuh jam
|
1.
Pertahankan upaya untuk mengurangi sesak dan nyeri
dengan tidur klien dalam semi fowler.
2.
Bereskan tempat tidur dan lingkungan tempat tidur.
3.
Anjurkan klien dan keluarga untuk membatasi
pengunjung dan penunggu hanya boleh dua orang.
4.
Anjurkan keluarga klien untuk mematikan atau
meredupkan lampu ketika klien mau tidur.
5.
Anjurkan klien untuk minum susu hangat ketika akan
tidur.
6.
Anjurkan untuk selalu berdo’a menjelang tidur.
|
1.
Untuk mencegah kehilangan oksigen.
2.
Memberikan rasa nyaman dan diharapkan klien dapat
beristirahat.
3.
Pengunjung yang banyak akan menganggu klien untuk
istirahat
4.
Lampu yang redup akan mengendorkan syarat-syaraf yang
ada pada pola mata sehingga klien akan tidur.
5.
Asam tritokan yang terkandung dalam susu di harapkan
akan membuat klien mengantuk dan tertidur
6.
Berdo’a dapat menenangkan jiwa klien.
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
5.
|
Aktivitas intolerance b.d
kelemahan fisik akibat tidak seimbangnya antara demand dan supply 02,
ditandai dengan:
Ds :
-
Klien mengatakan badan klien lemah dan lemah.
-
Klien merasa
mudah lelah.
Do :
-
Klien tampak lemas
-
Hb 9,1 gr/dl dari nilai normal 13-16 gr/dl.
-
Klien terlihat pucat.
-
TD : 100/70 mmHg.
-
Nadi : 100x/menit.
-
Resp : 28x/menit.
-
Suhu : 37 0c
-
Keperluan klien di bantu oleh keluarga dan perawat
|
Tupan
Klien dapat bertoleransi terhadap
aktivitas secara bertahap
Tupan
Aktivitas klien terpenuhi dalam 4 hari
dengan kriteria
-
Lemas berkurang
-
Klien dapat beraktivitas secara bertahap
-
Kulit bersih
-
Rambut dan kulit kepala bersih
|
2.
Jelaskan pada klien untuk melakukan aktivitas
3.
Siapkan dan dekatkan peralatan untuk memenuhi
kebutuhan ADLnya
4.
Ajarkan pada klien metoda penghematan energi untuk
aktivitas.
5.
Bantu klien memenuhi kebutuhan personal hygiene
6.
Berikan waktu istirahat setelah klien melakukan
aktivitas.
7.
Libatkan anggota keluarga untuk melatih klien untuk
memenuhi kebutuhannya
8.
Hitung denyut nabi dan RR setelah klien melakukan
aktivitas
|
1.
Menambah pengetahuan pada klien tentang penting nya
melakukan aktivitas secara bertahap.
2.
Menyiapkan dan mendekat
3.
Agar energi tidak terbuang sehingga mengurangi
kelelah an.
4.
Menjaga kebersihan klien dan memberikan rasa nyaman.
5.
Memberikan kesempatan pada tubuh untuk mengum pulkan
tenaga baru.
6.
Agar keluarga tidak ber gantung pada perawat untuk
pemenuhan kebutuhan ADL klien.
7.
Untuk mengetahui keadaan umum klien setelah melakukan
aktivitas.
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
6.
|
Gangguan rasa aman cemas sedang
b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan cara pencegahan dan perawatan,
ditandai dengan :
Ds :
Klien
menanyakan terus keadaan penyakit nya dan menanyakan apa pantangannya
Do :
Ekspresi wajah agak
tegang, klien selalu menanyakan dan
proses kejadiannya penyakit pada pemeriksa klien terlihat murung
|
Tupan
Raman aman
cemas teratasi
Tupen
Rasa aman
cemas terpenuhi dengan kriteria :
-
Cemas berkurang
-
Klien mengerti pencegahan dan perawatan
-
Klien mengerti tentang kondisi dan proses terjadinya
penyakit
|
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Berikan penjelasan tentang pengetian, pencegahan,
pera watan dan pengobatan (satpel terlampir)
3.
Libatkan keluarga dalam memberikan support sistem
|
1.
Dengan hubungan saling percaya diri meningkatkan
keyakinan klien terhadap perawat.
2.
Menambah pengetahuan sehingga klien merasa nyaman
3.
Dukungan keluarga terdekat diharapkan membangkitkan
semangat klien untuk sembuh
|
7.
|
Resiko kambuh ulang berhubungan dengan ketidak
teraturannya klien minum obat.
DS :
-
Klien mengatakan dahulu tidak teratur minum obat.
-
klien mengatakan tidak minum obat karena terdorong
oleh kebutuhan ekonomi.
DO :
Klien terlihat serius menceritakan kisahnya .
Klien
-
|
Tupan :
Tidak terjadi
kambuh ulang
Tupen :
Setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 1 hari pengetahuan klien tentang perawatan di rumah
meningkat dengan kriteria :
-
Klien mengetahui tentang penyakit TBC, penyebab, cara
penularan dan perawatan di rumah
-
Keluarga dapat bekerjasama untuk mengawasi klien
minum obat secara teratur
-
Klien minum obat secara teratur
|
1.
Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya
kesehatan.
2.
berikan pendidikan kesehatan tentang manfaat obat.
3.
libatkan keluarga untuk turut mendukung kesehatan
klien
4.
Libatkan keluarga menjadi pengawas obat klien
|
1.
Menambahkan pengetahuan klien tentang pentingnya kesehatan
bagi klien.
2.
dengan diberikannya pendkesh obat klien diharapkan mengetahui tentang pentingnya
obat.
3.
dukungan keluaraga turut mendukung kesehatan klien.
4.
keluarga adalah yang pertama berhubungan dengan
klien.
|
C.
Pelayanan
Tgl
|
Waktu
|
Implementasi
|
DP
|
TTD
|
|
2
|
3
|
|
4
|
|
07.30
|
Membina
hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Hasil : Respon
Terbina hubungan baik antara
klien dan perawat terbukti dari klien mau berbicara dan mengungkapkan
perasaannya.
|
1,2,3,4,5,6
|
|
|
08.00
|
Merapikan
tempat tidur dan lingkungan disekitar klien
Hasil :
Respon
-
Klien mengatakan merasa
nyaman
-
Tempat tidur klien terlihat
rapi
-
Klien terlihat sedikit tenang
|
1
|
|
|
08. 30
|
Mengatur
posisi klien senyaman mungkin (semi fowler) dan mengganti balutan
Hasil :
Respon
Klien
mengatakan dengan posisi semi fowler merasa lebih baik, klien merasa lemah
|
3
|
|
|
09.0
|
-
Memberikan penjelasan kepada
klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
-
menemani klien saat makan
siang menganjurkan klien untuk untuk mengonsumsi makanan lain seperti roti,
nasi, susu sebagai pengganti makanan yang tidak habis menganjurkan klien
untuk memakan makanan.
-
Dalam keadaan masih hangat
Hasil :
Respon
Klien
mengatakan nafsu makan biasa saja.
|
3
|
|
|
09. 10
|
-
Memandikan klien dengan cara
di lapangan menggunakan sabun.
-
Memberikan penjelasan pada
klien
-
Tentang pentingnya mandi bagi
tubuh
-
Menganjurkan untuk
meningkatkan oral hygiene klien
Hasil :
Respon
Klien
mengatakan badan terasa segar
Klien
terlihat bersih
|
5
|
|
Tgl
|
Waktu
|
Implementasi
|
DP
|
TTD
|
|
2
|
3
|
|
4
|
10 juni 2006
|
07.00
|
Memberikan O2
sesuai kebutuhan klien dan mengobservasi efektivitas pemberian oksigen,
lembab sesuai dengan kebutuhan klien.
Hasil :
Respon
Klien
terpasang O2 2lt/menit
|
2.4
|
|
|
07.00
|
Memberikan obat
sesuai dan ganti balutan obat diberikan pad klien
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
Hasil :
Respon
Klien minum
obat dan ganti balutan sudah diberikan.
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
|
2.4
|
|
|
10.30
|
Mengobservasi
tanda-tanda vital
Hasil :
Respon
TD = 110/80 mmHg
N = 100x/menit
S = 376C
R = 24 x menit
|
1
|
|
|
10.25
|
Menganjurkan
kepada keluarga agar membatasi pengunjung dan mengajurkan kepada klien agar
minum susu dan berdo’a sebelum tidur
Hasil :
Respon
-
Yang menunggu klien istirahat
keluarga yang lain menunggu diluar.
-
Klien akan mencobanya.
|
3
|
|
|
11.00
|
Memberikan
pendidikan kesehatan kesehatan pada klien pentingnya pengobatan secara
teratur dan perawatan di rumah
|
5.6
|
|
Tgl
|
Waktu
|
Implementasi
|
DP
|
TTD
|
|
2
|
3
|
|
4
|
|
|
Hasil :
Respon
Klien dan
keluarga mengatkan mengerti apa yang dijelaskan perawat terbukti klien dapat
mengulangi apa telah perawat katakan
|
|
|
|
07.00
|
Merapikan
tempat tidur dan lingkungan disekitar klien
Hasil :
Respon
-
Klien mengatakan merasa
nyaman
-
Tempat tidur klien terlihat
rapi
-
Klien terlihat sedikit tenang
|
1
|
|
|
07.05
|
-
Pertahankan posisi tidur
setengah duduk
-
Menciptakan lingkungan yang
tenang
-
Menganjurkan keluarga
membatasi pengunjung
Hasil :
Respon
Klien
mengatakan dengan posisi semi fowler merasa lebih baik
|
1.2
|
|
|
08.00
|
-
Memandikan klien dengan cara
dilap menggunakan sabun
-
Memberikan penjelasan pada
klien tentang pentingnya mandi bagi tubuh
Hasil :
Respon
S : Klien mengatakan badan teras
segar
O : Klien terlihat bersih
|
3
|
|
|
08.00
|
Memberikan
obat sesuai terapi dan ganti balutan (up jahitan) obat diberikan pada klien.
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
Hasil :
Respon
Klien minum
obat sudah dilaksanakan
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
|
1.2
|
|
Tgl
|
Waktu
|
Implementasi
|
DP
|
TTD
|
|
2
|
3
|
|
4
|
|
08.30
|
Mengobservasi
tanda-tanda vital
Hasil :
Respon
O : TD =
100/80mmHg
N = 100 x menit
S = 376 oC
R = 24 x menit
|
1.6.5
|
|
|
10.00
|
-
Mengajarkan klien batuk
efektif
-
Menganjurkan klien selalu
mengeluar
Hasil :
Respon
-
Klien masih batuk-batuk
disertai dahak
-
Sesak nafas mulai berkurang
|
|
|
|
07.00
|
Merapikan
tempat tidur dan lingkungan disekitar klien
Hasil :
Respon
-
Klien mengatakan merasa
nyaman
-
Tempat tidur klien terlihat
rapi
-
Klien terlihat sedikit tenang
|
|
|
|
07.05
|
Mengatur
posisi klien senyaman mungkin (semi fowler)
Hasil :
Respon
Klien
mengatakan dengan posisi semi fowler merasa lebih baik
|
|
|
|
08.00
|
Memberikan
obat sesuai terapi obat diberikan pada klien dan ganti balutan (angka
jahitan)
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
Hasil :
Respon
Klien sudah diganti balutan dan nyaman
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
|
|
|
|
07.00
|
Merapihkan
tempat tidur dan lingkungan disekitar klien
Hasil :
Respon
-
Klien mengatakan merasa
nyaman
-
Tempat tidur terlihat rapi
-
Klien terlihat sedikit tenang
|
1.2.4
|
|
Tgl
|
Waktu
|
Implementasi
|
DP
|
TTD
|
|
2
|
3
|
|
4
|
|
07.30
|
-
Mengkaji kekuatan otot
-
Mengajarkan klien untuk
melakukan aktivitas yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan secara mandiri
Hasil :
Respon
Klien dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan sendiri
|
1.2.4
|
|
|
|
Memberikan
obat sesuai terapi obat diberikan pada klien
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
Hasil :
Respon
Klien minum
obat
-
Anadex 3 x 1
-
Santibi 2 H
-
Rifamficin 1 x 1
-
Inoxin 1 x 1
-
Dumin 3 x 1
-
Tusilan 3 x 1
|
|
|
|
08.45
|
Memberikan
makanan dalam keadaan hangat sesuai dietnya
Hasil :
Respon
Klien
mengatakan nafsu makan ada
Porsi makan
habis setengah porsi
|
|
|
|
10.00
|
Mengobservasi
tanda-tanda vital
Hasil : Respon
O : TD =
Ganti 100/gr
N = 100 x menit
S = 326 oC
R = 24 oC
|
|
|
C.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan
dengan pendekatan catatan perkembangan dibawah ini :
Tgl
|
DP
|
Catatan
perkembangan
|
Perawat
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
1
|
S :
-
Klien mengatakan batuk dan
sesak nafas
-
Klien mengatakan keluar dahak
hanya sedikit
O :
-
Klien tampak batuk-batuk dan
sesak nafas
-
Pada auskultasi masih
terdengar ronchi
-
Pernafasan 24 x menit
A :
-
Masalah belum teratasi
P :
-
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
dan 5
I :
1.
Mempertahankan posisi tidur
semifowler
2.
Mengobservasi frekuensi nafas
kedalaman dan bunyi nafas
3.
Memberikan O2
sesuai kebutuhan klien dan mengobservasi efektivitas pemberian oksigen, lembab sesuai dengan kebutuhan klien.
4.
Menganjurkan klien selalu
mengeluarkan dahak saat batuk
5.
Memberikan obat sesuai
program Broxed 1 x 2 Gr IV
E :
-
Klien masih batuk-batuk
disertai dahak
-
Ronchi +/+
-
Respirasi 25 x /menit
|
|
Tgl
|
DP
|
Soapier
|
Perawat
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
R :
-
Ulang tingkat keefektivitan
pola nafas
|
|
|
2
|
S :
-
Klien mengatakan mual
berkurang dan nafsu makan ada
O :
-
Klien belum makan
-
BB tidak ada kenaikan
A :
-
Masalah teratasi
P :
-
Lanjutkan intervensi
I :
1.
Memberikan makanan dalam
keadaan hangat
2.
Membrikan rantin I ampul per
IV
E :
-
Klien menghabiskan makanan
setengah porsi
R :
-
Kaji ulang pemberian nutrisi
|
|
|
3
|
S :
-
Klien mengatakan sudah bisa
tidur
-
Klien mengatakan tidur 7 jam
sehari
A :
-
Masalah teratasi
P :
-
Lanjutkan intervensi
I :
-
Pertahankan posisi tidur
setengah duduk
-
Menciptakan lingkungan yang
tenang
-
Menganjurkan keluarga
membatasi pengunjung
|
|
Tgl
|
DP
|
Soapier
|
Perawat
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
E :
-
Klien dapat memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur tanpa terjaga
|
|
|
4
|
S :
-
Klien mengatakan lemas
berkurang
O :
-
Masalah teratasi
P :
-
Lanjutkan intervensi
I :
-
Memfasilitasi alat-alat mandi
-
Menghitung denyut nadi
setelah klien melakukan aktivitas
E :
-
Kulit bersih dan rambut dan
kulit kepala bersih
N : 90 x/menit
|
|
|
5
|
S :
-
Klien mengatakan mengerti
pencegahan dan perawatan penyakit TBC
-
Klien mengerti tentang
kondisi dan proses terjadinya
O :
-
Klien tidak terlihat murung
lagi.
|
|
Tgl
|
DP
|
Soapier
|
Perawat
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
6
|
S :
-
Klien mengantakan sudah tidak
lemas
O :
-
Klien kelihatan segar
A :
-
Masalah teratasi
P :
-
Klien sudah pulang
|
|
B. Pembahasan
Setelah melakukan asuhan keperawatan TNE dengan gangguan
sistem pernafasan akibat Tuberculosis paru akibat diruang Mawar RSKM Cilegon
yang dilaksanakan selama lima
hari yaitu pada tanggal 29 – 04 – 2006 s/d 05 – 05 – 2006
dengan menggunakan proses keperawatan mulai dari pengkajian,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Selama pelaksanaan, penulis mendapat
hambatan, kemudahan dan faktor pendukung yang mendukung kelancaran pelaksanaan
asuhan keperawatan pada TNE disamping itu penulis juga melihat ada kesenjangan
antara konsep teori dengan kasus yang dihadapi. Pada pembahasan kali ini
penulis akan mengemukakan hambatan, kemudian faktor pendukung dan
kesenjangan-kesenjangan yang ada, serta alasan kesenjangan itu terjadi, adapun
hambatan, kemudahan, faktor pendukung dan kesenjangan itu adalah sebagai
berikut :
1.
Pengkajian
Penulis tidak mendapat dalam proses pengumpulan data
pada TNE hal ini disebabkan karena kesadaran TNE yang compos menitis, selain
itu TNE dan keluarganya menerima kehadiran penulis dan bersifat kooperatif
dalam memberikan informasi mengenai riwayat kesehatan TNE.
b.
Identitas klien
Secara teori lingkungan yang kumuh beresiko tinggi
terhadap terjadinya TBC, sedangkan lingkungan tempat tinggal klien bersih jauh
dari pabrik. Kesenjangan ini terjadi karena faktor predisposisi TBC bukan hanya
faktor lingkungan, tapi bisa juga karena klien kontak langsung dengan penderita
TB tanpa disadari.
c.
Riwayat kesehatan sekarang
1).
Keluhan utama masuk Rumah Sakit
Klien dengan TBC sesuai teori masuk Rumah Sakit dengan
keluhan berupa sesak nafas, batuk-batuk dan nyeri dada. Hal ini sesuai dengan
kasus TNE dimana alasan masuk Rumah Sakit TNE adalah karena sesak nafas, batuk
dan nyeri dada sesak 9 bulan sebelum masuk RS klien pernah berobat dengan
keluhan yang sama karena tidak ada perubahan kemudian dirujuk RSKM Cilegon
diruang Mawar.
2).
Keluhan saat pengkajian
Secara teori keluhan utam saat dikaji pada klien TBC
dapat berupa sesak nafas, batuk nyeri dada. Hal ini sesuai dengan keluhan TNE
keluhan utama saat dikao yaitu sesak nafas, batuk dan nyeri dada.
d.
Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat dahulu pada TNE didapatkan data bahwa TNE
mempunyai riwayat penyakit TBC. Hal ini sesuai dengan teori
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Menurut teori TBC dapat ditularkan melalui droplet
infection sedangkan pada semua anggota yang tinggal dalam satu rumah, tidak ada
yang menderita seperti. Hal ini sesuai dengan teori.
f.
Pemeriksaan fisik
Pada teori dengan TBC dapat menyebabkan dampak terhadap
sistem tubuh yang lain terhadap sistem pernafasan akan ditemukan pola nafas
yang terganggu, nyeri dada, suara nafas terdengar ronchi, penggunaan otot-otot
pernafasan, frekuensi nafas cepat, kemudian sistem kardiovaskuler penurun
tekanan darah, pucat, konjungtiva anemia, tachikardi, perubahan jumlah
leukosit. Selanjutnya terhadap sistem gastrointestinal akan didapatkan mual dan
anoreksia, genitourinaria terjadi pada eliminasi BAK, jumlah urine output
menurun. Sistem muskuloskeletal akan ditemukan nyeri sendi, nyeri pada tulang
sistem persyarafan akan terjadi meningitis akibat penurunan kesadaran dan pada
sistem integumen ditemukan fluktuasi suhu pada malam hari. Kulit tampak
berkeringat dan perasaan panas pada kulit.
Sedangkan pada TNE mengalami peningkatan suhu tubuh
karena keadaan ini sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Pada data psikologis, sosial dan spiritual timbul suatu
kesenjangan dimana didalam teori keadaan emosi klien tidak stabil. Penolakan untuk
berespon, bingung cara mengatasi masalah sedangkan pada TNE tampak murug dan
tenang klien terkontrol, klien sering menanyakan penyakitnya.
2.
Diagnosa Keperawatan
Pada kasua TNE beberapa diagnosa keperawatan yang tidak
muncul dan ada pula diagnosa keperawatan yang tidak muncul juga ada diagnosa
yang tidak sesuai dengan teori.
Diagnosa yang tidak muncul sesuai dengan pada kasus TNE
adalah sebagai berikut :
a.
Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan
akumulasi sekret. Diagnosa ini tidak muncul karena tidak ada data-data yang
mendukung untuk ditegakannya diagnosa ini seperti tidak ditemukan peristiwa
mekanik insipirasi yaitu volume thorak bertambah besar karena diafragman turun
dan iga terangkat akibat kontraksi dari otor muskulus skernoleidomastoidius.
b.
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penuruan luas permukaan paru. Diagnosa ini tidak muncul karena pengembangan
paru kiri dan kanan maksimla dan intervensi dari masalah ini sudah tercantum
pada diagnosa tidak efektifnya bersihan jalan nafas, walaupun klien ini adanya
sesak nafas karena infiltrasi sudah ½ bagian paru-paru, vokal premitis kiri,
jelas, suara dinding dada kiri redup, adanya ronchi pada kedua paru, BTA (+)
hasil foto rongen Cor : Borderline Pulomo : bercak Fibro pada lapangan
Paru
kiri atas, tengah, ilu kasar, gambaran yang menyerupai sarang tawon daerah paru
cardiaal kanan.
Sedangkan
diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. E tetapi dalam teori tidak ada
adalah :
a.
Gangguan isntirahat tidur berhubungan dengan teraktivasinya
RAS diagnosa ini muncul karena ditermukan data-data yang menunjukkan adanya
masalah pada pemenuhan istirahat tidur pada klien seperti klien tampak lemah
dan lesu, mata merah, frekuensi nafas meningkat, tidur malam 5 jam sering
terjaga. Hal ini bisa terjadi karena masih adanya sesak nafas, batuk yang
dirasakan klien.
b.
Aktivitas intoleran berhubungan dengan kelemahan fisik.
Diagnosa ini muncul karena ditemukan data-data yang menunjukkan adanya masalah
pada aktivitas intoleransi seperti klien mengeluh cepat lelah.
3.Perencanaan
Perencanaan
tindakan keperawatan yang disusun pada Tn. E berdasarkan kepada masalah yang
didapatkan dari hasil analisa data. Rencana tersebut disesuaikan dengan keadaan
klien dan keluarganya serta disusun berdasarkan prioritas. Rencana tindakan
keperawatan yang disusun diprioritaskan untuk mengatasi :
a.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas dengan rencana
tindakan yang berupa atur dan
pertahankan posisi semi powler, observasi frekuensi nafas dan bunyi nafas,
observasi pemberian oksigen lembab, ajarkan batuk efektif, laksanakan program
medis untuk pemberian terapi sedangkan menurut teori intervensi pada diagnosa
keperawatan ini ada 3 intervensi yang tidak dilakukan seperti intubasi darurat
karena akumulasi sekret tidak terjadi penurunan dirongga pleura tetapi sekret
terakumulasi di jalan nafas.
b.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
anoreksia akibat mual, rencana tindakan yang berupa, tingkatkan pemahaman klien
tentang pentingnya nutrisi, anjurkan minum air hangat sebelum makan dan berikan
makan dalam keadaan hangat porsi kecil tapi sering, berikan perawatan mulut
sebelum makan, beri anti emetik. Sedangkan dalam teori intervensi pada diagnosa
keperawatan ada 8 intervensi yang tidak direncanakan karena keterbatasan alat dan
biaya klien.
c.
Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dantidur dengan
rencana tindakan berupa : pertahanan posisi semipowler, bereskan tempat tidur
dan lingkungan, batasi pengunjung, anjurkan keluarga untuk mematikan lampu,
anjurkan klien untuk minum susu hangat, anjurkan klien untuk berod’a sebelum
tidur. Sedangkan dalam teori ada 6 intervensi sesuai dengan rencana yang ada
d.
Ganguan rasa aman cemas sedang berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan dengan rencana tindakan 3 sedangkan dalam teori ada 4
intervensi karena kurangnya informasi dan pengetahuan klien tentang penyakit
TBC.
e.
Resiko terjadi penyebaran infeksi dengan rencana
tindakan ada 5 sedangkan dalam teori ada 7 karena kurangnya pengetahuan klien
tentang penyebaran penyakit TBC dan disesuaikan dengan keadaan konsisi klien.
4.Implementasi
Tindakan keperawatan
yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, namun tidak
mendapat hambatan dalam pelaksanaan
keperawatan karena faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan adalah
kooperatifnya klien, kerjasama keluarga selama implementasi, ketersediaannya
sarana dan prasarana yang lengkap dari ruangan dan dukungan penuh dari
pembimbing dan perawat ruangan.
5.Evaluasi
Pada
tahap evaluasi, penulis melakukan evaluasi secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif dilakukan setiap selesai memberikan tindakan keperawatan. Hasil dari
evaluasi formatif menunjukkan bahwa semua tindakan keperawatan yang dilakukan
pada klien dapat mengurangi ataumengatasi masalah klien saat ini, sedangkan
untuk evaluasi sumatif, penulis melakukan pada hari kelima setelah memberikan
asuhan keperawatan pada Tn. E.
Pada
evaluasi suamtif hari kelima ditemukan bahwa diagnosa keperawatan yang muncul
pada Tn. E dapat terselesaikan semuanya dengan baik, hal disebabkan karena
klien dan keluarga klien yang kooperatif, bekerjasama dengan perawat ruangan
yang baik,kerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain kerjasama dengan tenaga
kesehatan yang lain, sehingga pelaksanaan asuhan keperawatanhampir seluruhnya
berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan.
Adapun
data yang dipeeroleh dari evaluasi terkahir adalah :
a.
Klien mengatakan batuk dan sesak nafas berkurang
b.
Klien mengatakan mual berkurang dan nafsu makan
bertambah
c.
Klien mengatakan sudah dapat tidur nyenyak
d.
Klien mengatakan lemas berkurang
e.
Klien mengatakan mengerti cara mencegah dan perawatan
TBC
f.
Klien mengatakan sudah mengetahui tentang panyakit dan
penyebaran penyakitnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan gangguan
sistem pernafasan akibat TB paru aktif di ruang Mawar Rumah Sakit Krakatau
Medika Cilegon-Banten, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
2.
Pengkajian
Pada tahap pengkajian pada Tn E dengan TN paru aktif
keadaan didalam keluarga tidak ada yang menderita TBC tetapi di keluarga mertua
laki-laki yang mempunyai riwayat penyakit TBC selama 4 bulan dan pernah
mendapatkan pengobatan TB.
Pada pemeriksaan fisik terdapat kesenjangan / perbedaan
antara teori dan kasus dilapangan terutama pada sistem pernafasan, hal ini
kemungkinan penyebabnya adalah respon dari setiap individu yang unik dan jenis
TB paru yang terjadi pada Tn E. yaitu TB paru aktif dan gangguan yang terjadi
mengenai parenkhim paru sehingga sesak nafas
g.
Diagnosa keperawatan
Dari hasil analisa data, masalah keperawatan yang
terjadi pada klien Tn. E adalah tidak efektifnya bersihan jalan nafas,
aktifitas intoleran, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman
cemas, gangguan pemenuhan istirahat tidur, ganguan aluimita sehari-hari.
3.
Perencanaan
Pada perencanaan sesuai dengan diagnosa yang muncul,
maka fokus intervensi diarahkan untuk mengatasi gangguan tidak efektifnya
bersihan jalan nafas, aktivitas intoleran, gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi, gangguan rasa aman, cemas sedang gangguan pemenuhan istirahat tidur,
resiko terjadinya penyebaran infeksi, pada tahap ini penulis tidak mendapatkan
hambatan yang berarti karena berbagai faktor yang mendukung yaitu keluarga yang
kooperatif dan banyaknya literatur yang dapat penulis gunakan.
4.
Pelaksanaan
Seluruh tindakan keperawatan (implementasi) dapat
dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Diantaranya mempertahankan
posisi semifowler, pemberian O2 lembap, mengobservasi frekuensi dan
bunyi nafas. Mengajarkan batuk efektif, memberikan obat sesuai program medis, Anadex
3 x 1,Santibi 2 H, Rifamficin 1 x 1, Inoxin 1 x 1, Dumin 3 x 1, Tusilan 3 x 1 memberikan
penekes tentang pengertian pencegahan, perawatan dan pengobatan, bantu
aktivitas sepereti personal hygiene.
5.
Evaluasi
Pada tahap evaluasi semua diagnosa keperawatan dapat
teratasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditentukan. Dimana pada pelaksanaan
asuhan keperawatan ini ada dua diagnosa keperawatan yang belum teratasi secara
tuntas yaitu :
a.
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas, hal ini karena
keterbatasan kemampuan penulis dan waktu asuhan keperawatan dimana perkembangan
gangguan masih harus terus dilakukan observasi dan dilakukan implementasi
b.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini terjadi
karena sifat kuman dan efektif dari pengobatan TB paru aktif dapat mempengaruhi
sistem gastrointestinal sehingga klien masih merasa mual
B.
Rekomendasi
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.
E dengan gangguan sistem pernafasan : TB paru aktif diruang Mawar Rumah Sakit
Krakatau Medika Cilegon – Banten, kiranya penulis dapat memberikan rekomendasi
sebagai berikut :
a.
Sebaiknya pada saat melakukan pengkajian klien dengan
TB paru aktif, perawat dalam mendpatkan data dari klien mengunakan teknik
komunikasi dengan pertanyaan terbuka, suara yang jelas dan bekerjasama dengan
keluarga klien dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia, guna mendapatkan
data yang subjektif serta terus, meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan yang
profesional
b.
Menginggat efek samping dan pengobatan TB paru aktif
ketajaman penglihatan, berkurang kemampuan untuk membedakan warna merah dan
hijau sehingga dapat menghambat klien kembali ke khidupan normal maka sebaiknya
perawat dapat mempersiapkan keluarga dalam menerima keadaan klien dengan
pengetahuan tentang perawat klien dirumah dan menjadi pengawas minum obat.
c.
Sebaiknya petugas selalu mendokumentasikan tindakan
yang diberikan kepada klien sebagai aspek legal tanggung jawab dan tanggung
gugat perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart ,2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,Vol I dan II, Jakarta : EGC.
Carpanito ,Lynda juall, 2000, Alih Bahasa Tim
Program Studi Ilmu Keperawatan UNPAD-PSIK, Diagnosa
Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis,
Edisi 6, Jakarta
:EGC.
Doengoes, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta
: EGC.
Kee, Joyce Lefever. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Edisi ke-2, Jakarta : EGC, 1997
Keliat, Budi anna, 1994, Proses Keperawatan, Jakarta
: EGC.
Kozier, ERB, Olivieri, 1999, Fundamental of Nurshing, Edisi ke-5, Philadelphia : W. B Saunders Company.
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Bandung
: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan : Balai Penerbit FKUI.
Potter, Patricia A, 1996, Pengkajian Kesehatan, Jakarta
: EGC.
Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson, 1994, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit ,Jakarta
: EGC.
Soemanto, Wasty, 1996, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment