WHO AM I?

I PUTU JUNIARTHA SEMARA PUTRA POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN

Thursday, June 21, 2012

SUKU MINANGKABAU DAN MASALAH KESEHATAN

Juniartha Semara Putra

BAB I
PENDAHULUAN
Kebudayaan adalah pondasi penting untuk kesehatan. Kebudayaan memberikan kontribusi penuh dalam tindakan keperawatan. Misalnya perawatan pasien beragama berbeda harus dibedakan dengan pasien lain yang mempunyai agama berbeda dalam hal kepercayaan.
Di Indonesia, seperti suku Minang mempunyai pola makan yang khas. Suku Minang cenderung lebih mengonsumsi protein hewani dan santan yang lebih banyak, tetapi kurang mengonsumsi sayur-sayuran. Pola makan yang khas itu diduga menyebabkan tingkat proporsi penyakit jantung koroner pada suku Minang lebih tinggi dibandingkan suku –suku lainnya. Oleh sebab itu, gaya hidup sehat merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi.
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama pada usia 35-44 tahun. Prevalensi PJK pada etnik Minang dilaporkan tertinggi (3%). Hal tersebut mungkin disebabkan pola makan tinggi lemak hewani, kurang sayur dan buah yang merupakan sumber antioksidan dan serat.
Etnik Minang dilaporkan mempunyai rata-rata kadar kolesterol plasma total lebih tinggi dibanding etnik Sunda, Jawa dan Bugis. Pada penelitian ini didapatkan hasil kolesterol plasma 198mg/dL, LDL 128 mg/dL, HDL 44 mg/dL, TG 131 mg/dL dan rasio kolesterol total/HDL 4,7. Nilai tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Hatma kecuali rasio kolesterol total/HDL. Dari semua laporan penelitian pada etnik Minang didapatkan asupan ALJ lebih dari anjuran. Minyak kelapa sawit dan santan merupakan sumber asam lemak utama yang dikonsumsi etnik ini. Proses pengolahan makanan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak yang terdapat dalam makanan. Proses penggorengan dan membuat gulai merupakan cara pengolahan yang paling sering dilakukan oleh etnik Minang. Kedua proses tersebut biasanya menggabungkan bahan makanan sumber asam lemak jenuh dengan bahan makanan sumber kolesterol, (misal gulai otak dengan proses memasaknya yang terlebih dahulu dalah menumis bumbu dengan minyak goreng, kemudian dicampur dengan otak dan santan).
Oleh karena itu kami tertarik untuk membahas masalah kesehatan yang berhubungan dengan Suku Minang.


BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1       Konsep Transculture
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti alur perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui.
Cultur berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
a.    kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan;
b.    kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.
Sedangkan kebudayaan berarti :
a.       hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan , kesenian dan adat istiadat;
b.      keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya.
Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai :
a.       Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain
b.      Pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial
c.       Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien / pasien ). Menurut Leininger ( 1991 ).

Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukunya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistik , filosofi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan keperawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ).
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu , penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak , ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan , peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur . Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan . Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya . Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras , yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.
Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan transkultural berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya . Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) , baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan . Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
2.2       Budaya Suku Minang
Minang atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minang. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri). 
Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Orang Minang sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.
Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya, dengan cita rasa yang pedas, serta dapat ditemukan hampir di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke luar negeri. Walau masakan ini kadang lebih dikenal dengan nama Masakan Padang, meskipun begitu sebenarnya dikenal sebagai masakan etnik Minang secara umum. Rendang salah satu masakan tradisional masyarakat Minang, pada tahun 2011 dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.
Sistem kekerabatan suku Minang adalah matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seseorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Menurut Muhammad Rajab (1969), sistem matrilineal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : keturunan dihitung menurut garis ibu, suku terbentuk menurut garis ibu, tiap orang diharuskan kawin dengan orang di luar sukunya (eksogami), pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku, kekuasaan di dalam suku terletak di tangan ibu tetapi jarang sekali dipergunakan sedangkan yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya. Perkawinan bersifat matrilokal yaitu suami mengunjungi rumah istrinya, hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak (saudara laki-laki ibu) kepada kemenakannya (anak dari saudara perempuan). Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minang samapai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya. Peranan penghulu (ninik mamak) boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga indikator akan berjalan semestinya atau tidak sistem matrilineal itu. Sistem ini hanya diajarkan secara turun-temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Untuk dapat menjalankan sistem itu dengan baik, maka mereka yang akan menjalankan sistem itu haruslah orang Minang itu sendiri. Ada beberapa ketentuan atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan sebagai orang Minang yaitu Basuku (bamamak bakamanakan), Barumah gadang, Basasok bajarami, Basawah baladang, Bapandan pakuburan, Batapian tampek mandi. Ada empat aspek penting yang diatur dalam sistem matrilineal yaitu :
Pengaturan harta pusaka. Harta pusaka yang dalam terminologi Minang disebut harato jo pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak secara material seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya. Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minang dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda yaitu sako dan pusako. Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Sedangkan pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya. Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup perempuan dengan anak-anaknya. Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki.
Peranan laki-laki. Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minang berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk kebutuhan keluarga. Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, lah gadang kamanakan awak). Pada giliran berikutnya, setelah dewasa dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya. Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri). Selain berperan di dalam kaum, dia mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal.
Kaum dan pesukuan. Orang Minang yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut. Di dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut samande (berasal dari satu ibu). Unit yang lebih luas disebut saparuik (berasal dari nenek yang sama). Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek. Lebih luas dari itu lagi disebut sakaum. Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku (berasal dari keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya). Pada awalnya suku-suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat setiap suku, suku-suku itupun dimekarkan.
Bundo kanduang sebagai perempuan utama. Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang jadi penghulu masih hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau niniek. Bundo kanduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu. Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu kekeliruan. Secara implisit tampaknya, perempuan utama di dalam suatu kaum, adalah semacam badan pengawasan atau lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu (Abidin, 2008).
Suku Minang di Sumatera Barat memiliki sebuah kebiasaan memburu. Berburu yang awalnya hanyalah mengusir hama, akhirnya menjadi kebiasaan serta uji ketangkasan para lelaki Minang. Dengan panduan anjing, mereka mengejar babi hutan yang merusak ladang. senjata yang dulu biasa dipergunakan adalah pisau dan tombak. Menurut Drs. Osman, berburu merupakan olahraga sekaligus kesenangan karena manfaat yang diperoleh adalah kesehatan fisik.
Untuk mendapatkan sensasi alam liar, melepas stress sekaligus melatih otot seluruh tubuh, maka bergabunglah dengan kelompok menembak yang rutin melakukan aktivtas berburu. Sebaiknya anda mendaftar di organisasi yang jelas secara hukum.
2.3              Penyakit Akibat Budaya Suku Minang
1.    Makanan
Masakan Padang merupakan salah satu kebudayaan yang terkenal di Indonesia. Masakan Padang dikenal dengan masakan yang berbumbu tajam karena banyak menggunakan rempa-rempah dan cabai, bersantan dan juga tinggi lemak. Selain masakannya, cara penyajiannya pun berbeda dari warung makan lainnya dan juga warung makan yang berbentuk rumah adat Padang. Dengan berkembangnya jaman, banyak orang yang tidak sempat memasak sendiri. Sebab itu banyak orang yang memilih masakan Padang, karena masakan Padang memiliki hal yang diinginkan oleh orang-orang yang tidak sempat memasak sendiri di rumah.
Contoh masakan Padang antara lain rendang, ayam pop, paru goreng, gulai banding, teri balado, sate Padang, gulai cincang kambing/ sapi, dan masih banyak lagi. Komposisi zat gizi yang terkandung di dalam masakan Padang sebenarnya lengkap, dari segi kalori, protein namun banyak mengandung tinggi lemak jenuh, karena masakan Padang banyak menggunakan santan dan lemak. Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Tiap gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kalori. Pencernaan lemak dalam tubuh dibantu dengan bantuan empedu. Yaitu lemak yang belum teremulsi, dalam lambung dengan bantuan empedu diubah menjadi lemak yang sudah teremulsi dan selanjutnya bersama-sama dengan lemak yang memang teremulsi akan masuk kedalam usus halus. Di dalam usus halus lemak-lemak yang teremulsi tadi dengan bantuan enzim intestinal lipase dan pencreatik lipase akan diubah kedalam 3 struktur yang lebih sederhana. Fungsi lemak yaitu antara lain sebagai penghasil energi, pembentuk susunan tubuh, menghemat protein, penghasil asam lemak esensial, pelarut vitamin, sebagai pelumas diantara persediaan dan masih banyak lagi. Pada masakan Padang, lemak berfungsi untuk memperbaiki tekstur dan citarasa bahan makanan juga sebagai penghantar panas. Selain itu merupakan ciri khas masakan Padang. Namun jika mengkonsumsi lemak secara berlebihan maka akan menyebabkan penyakit bahkan dapat menimbulkan kematian. Antara lain penyakit kanker empedu, sindrom malabsorpsi, hiperlipidemia, hiperkolesteremia, hipertrigliserida, obesitas, penyakit hati akut dan kronis, hiperkolesteremia sekunder, hiperlipidemia sekunder, dan masih banyak lagi.














BAB III
PEMECAHAN DAN KASUS
3.1       Makanan
Ragam masakan Masyarakat Minang yang banyak berbahan santan dan daging membuat asupan lemak jenuh mereka lebih tinggi dibanding suku-suku lain di Indonesia. Hal itu terungkap lewat penelitian tahun 2007 yang dilakukan dr. Ratna Djuwita dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia melakukan riset mengenai asupan nutrien pada empat suku, yakni Minang, Sunda, Jawa, dan Bugis. Dari hasil penelitiannya terungkap bahwa di dalam santan terdapat SAFA. Rasio asupan lemak yang sehat adalah satu banding satu antara asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA), asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/PUFA), asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA). Dalam kombinasi yang tepat yakni 1:1:1, asupan makanan relatif akan lebih menyehatkan. (Ratna Djuwita,2011)
Kelebihan SAFA akan meningkatkan berbagai risiko kesehatan yang dipicu oleh dislipidemia. Dislipidemia adalah gangguan kesehatan akibat kelainan lemak dalam darah. Pada dislipidemia, kadar lemak-lemak jahat seperti kolesterol LDL dan trigliserida mengalami peningkatan. Sebaliknya kadar lemak yang baik, yaitu kolesterol HDL, justru mengalami penurunan.
Asupan SAFA orang Minang berasal dari santan, minyak goreng, daging, telur, dan daging unggas. Menurutnya Orang Jawa dan Sunda suka makan santan juga, tetapi tidak sekental masakan Minang. Selain itu, pola makanan Jawa dan Sunda banyak sayuran, tahu, dan tempe. Sehingga orang Minang tingkat dislipidemianya lebih tinggi dibanding 3 suku lainnya. Selain itu, penyakit jantung koroner juga menjadi momok bagi masyarakat suku minang.
Minyak kelapa sawit dan santan merupakan sumber asam lemak utama yang dikonsumsi etnik ini. Proses pengolahan makanan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak yang terdapat dalam makanan. Proses penggorengan dan membuat gulai merupakan cara pengolahan yang paling sering dilakukan oleh Suku Minang. Kedua proses tersebut biasanya menggabungkan bahan makanan sumber asam lemak jenuh dengan bahan makanan sumber kolesterol, (misal gulai otak - proses adalah menumis bumbu dengan minyak goreng, kemudian dicampur dengan otak dan santan).
Pemecahan :
Untuk dapat mencegah hal tersebut maka kita harus mengetahui berapa besar lemak yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Selain itu dengan berolah raga, banyak mengkonsumsi serat dan buah-buahan, dan menghindari mengkonsumsi lemak berlebih dengan diet sehat tanpa harus meninggalkan kebudayaan yang terdapat pada suku minang.
















BAB IV
KESIMPULAN
Kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi budaya juga dapat mempengaruhi kesehatan. Contohnya adalah budaya Minang, yang biasa mengkonsumsi makanan pedas dan berminyak, misalnya gulai. Pada setiap acara yang dilakukan, gulai selalu dijadikan sebagai menu utama. Karena itulah banyak orang Minang yang terkena Penyakit Jantung Koroner (PJK).

Untuk penanggulangan masalah Penyakit Jantung Koroner pada etnik Minang, dapat dianjurkan untuk mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur, mengubah cara pengolahan bahan makanan, dan mengurangi atau mengganti bahan makanan hewani sumber kolesterol yang digabungkan atau diolah menggunakan sumber asam lemak jenuh seperti santan. Selain itu dalam memasak kita juga harus memperhatikan bahan yang di gunakan. Jangan menggunakan bahan yang memiliki kandungan yang sama, seperti yang dilakukan pada etnik Minang. Jika mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan maka akan merusak sistem tubuh kita.












DAFTAR PUSTAKA
http://groups.yahoo.com/group/surau/message/7110 (diakses 26 M
semaraputraadjoezt.blogspot.com

No comments: