Juniartha Semara Putra
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Masalah
Budaya Suku Jawa dan Kesehatan
Indonesia adalah negara
yang kaya akan budaya dan hasil alamnya. Masyarakat yang multikultural membuat
budaya di satu daerah dengan daerah lainnya memiliki keanekaragaman. Salah
satunya adalah budaya minum jamu. Budaya ini berasal dari masyarakat suku jawa
yang terkenal dengan obat tradisionalnya. Diracik dari hasil alam Indonesia
sendiri, jamu yang semula hanya tradisi turun temurun kini menjadi tradisi yang
telah menjadi kebiasaan di Indonesia.
Hampir
seluruh masyarakat, khususnya di Indonesia mengenal kata "jamu". Jamu
yang berasal dari bahasa Jawa merupakan obat tradisional berupa racikan
akar-akaran atau tumbuhan. Jamu diartikan sebagai racikan tumbuhan yang
digunakan dalam penyembuhan tradisional, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan
tradisional, serta racikan tumbuhan untuk makanan dan minuman tradisional. Jamu
pertama kali berkembang di daerah Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta dan Jawa
Timur. Dua daerah itu merupakan cikal bakal perkembangan obat tradisional di
Indonesia. Di daerah-daerah lain di Indonesia, pengobatan menggunakan obat
tradisional juga sudah banyak dimanfaatkan dengan nama atau istilah yang
berbeda, namun perkembangannya sebagai industri tidak secepat dan sebaik yang
ada di pulau Jawa.
Secara
umum, dapat dilihat bahwa minum jamu sudah menjadi budaya bagi orang Jawa,
khususnya Jawa Tengah. Hal ini ditandai dengan peranan jamu yang sangat beragam
bagi kehidupan masyarakat Jawa, mulai dari proses kelahiran, masa remaja,
dewasa, bahkan sampai masa tua. Mereka minum jamu dengan maksud menjaga
kesehatan, kekuatan, maupun kecantikan. Sebagai unsur budaya, dapat dikatakan
bahwa jamu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, seiring dengan
berkembangnya peradaban masyarakat Jawa.
Hal
ini dapat dilihat dari gambar-gambar relief di candi-candi seperti Candi
Borobudur, Prambanan, serta candi Penataran berupa gambar-gambar pohon kamboja,
maja, maja keling, buni, dan lain-lain. Di antara pohon itu, ada yang merupakan
bahan obat, kosmetik, atau bahan jamu yang sampai sekarang masih digunakan.
Mengingat keterbatasan kemampuan baca tulis masyarakat Jawa pada masa itu,
kebanyakan resep jamu diturunkan kepada generasi berikutnya dengan dituangkan
dalam sekar-sekar atau tembang-tembang yang dapat kita baca dalam buku
"Serat Centini". Buku yang berisi tentang resep racikan jamu pertama
kali muncul pada 1831, yaitu "Serat Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi".
Naskah aslinya masih tersimpan di Sonopoestoko Kraton Susuhunan Surakarta. Pada
masa pemerintahan aku Sultan Hamengkubuwono X
juga ditulis buku mengenai resep jamu, yaitu "Primbon Jampi Jawi"
yang saat ini sudah ditulis dengan huruf latin.
Terlepas
dari rasanya yang terkadang kurang familiar di lidah, jamu sebenarnya merupakan
salah satu cara pengobatan alternative yang paling digemari oleh penduduk
Indonesia. Selain karena dipercaya memiliki efek samping minimal, harganya pun
juga murah dan terjangkau, sehingga jamu menjadi pilihan dan merakyat di
Indonesia. Namun hati-hati, kebanyakan jamu yang beredar di pasaran belum
melalui tahap-tahap penelitian ilmiah.
Produk jamu tradisional atau alami yang banyak dijual dan
beredar di pasaran yang berbentuk pil atau bubuk, sering dituding berbahaya
bagi kesehatan ginjal. Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika
diminum melebihi dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum
air (air putih lebih baik), karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa
cairan dan metabolit di dalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke
ginjal. Jika tidak disertai dengan kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan
darah yang dialirkan ke ginjal untuk disaring dan dibuang itu berkonsentrasi
yang cukup pekat, ditambah lagi dengan adanya senyawa metabolit jamu. Organ
ginjal bisa cepat rusak kalau harus menyaring cairan konsentrat terus menerus.
Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau ternyata jamu yang dibeli dan dikonsumsi
itu ternyata mengandung senyawa obat sintetis (dikhawatirkan reaksi antara jamu
dan obat sintetis ternyata saling bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi
komplikasi. Juga pemakaian jamu yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak
penumpukan senyawa metabolitnya di organ-organ, misalnya di hati, saluran
pencernaan ataupun ginjal.
Sementara itu, Pakar farmasi dari Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS), Dra Nurul Mutma’inah, Msi. Apt, menyatakan, konsumen harus
waspada bila ada jamu tradisional yang sesudah diminum langsung cespleng,
menyembuhkan, atau sangat manjur. Ada bahaya bagi kesehatan di balik kemanjuran
sesaat itu.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebetulnya jamu tradisional
jarang yang bisa menyembuhkan suatu keluhan penyakit secara cepat. Lain halnya
dengan bahan kimia obat, efeknya bisa cepat muncul.
"Maka perlu dicurigai jika setelah minum jamu, efeknya
cepat sekali. Kita perlu curiga, di dalam jamu itu terdapat campuran bahan
kimia obat," tandasnya.
Terkait dengan jamu tradisional yang ternyata mengandung
bahan kimia obat, pakar farmasi itu mencontohkan jamu tradisional penambah
stamina pria. Ternyata di dalamnya ditambahkan bahan kimia obat, seperti
sildinafil dan padalafil.
"Bahan kimia tersebut dalam pengobatan modern sebenarnya
untuk mengatasi disfungsi ereksi. Kemudian jika seseorang akan memakainya,
seharusnya dipastikan dulu, apakah punya riwayat tekanan darah tinggi atau
memakai obat lain ataukah tidak," jelasnya.
Selain jamu tradisional penambah stamina pria, menurut Nurul
Mutma’inah, yang juga perlu diwaspadai adalah jamu seperti jamu keju kemeng dan
jamu pegal linu. Biasanya, jamu seperti pegal linu tersebut sering ditambahkan
analgetik atau penghilang rasa sakit.
Efek samping dari minum jamu tradisional yang dicampur bahan
kimia obat, menurut Dekan Fakultas Farmasi UMS ini, bisa berakibat jangka
pendek atau jangka panjang. Jangka pendek, biasanya muncul keluhan iritasi
lambung atau lambung berasa perih, sedangkan efek jangka panjang, bisa
menimbulkan gangguan ginjal dan sebagainya.
Di lain pihak, Prof. Sumali juga mengatakan,
“Selain khasiatnya, keamanan jamu juga perlu dibukatikan. Misalnya tidak
toksik. Karena itu diperlukan uji toksiksitas, baik akut maupun kronik, ini
dilakukan untuk membuktikan bahwa jamu itu benar-benar obat. Obat berbahan
kimia pun juga melalui proses pengujian semacam ini.
Jamu yang beredar di
pasaran banyak yang belum melalui penelitian. Bahkan dapat terjadi pula adanya
Perusahaan jamu nakal yang selain mencampurkan bahan-bahan alam yang
berkhasiat, juga mencampurkan obat dokter seperti antalgin atau paracetamol
untuk jamunya. Tentunya ini menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut,
yaitu ketika jamu diproduksinya disebut-sebut “tokcer” dan sangat ampuh
menyembuhkan penyakit karena di dalamnya terkandung obat.
Namun tidak semua efek
baik yang didapat dari jamu jenis ini. Sebagai jamu yang dicampur dengan obat,
tentunya efek samping obat yang bersangkutan juga dapat timbul. Bedanya dengan
meminum obat biasa, meminum jamu jenis ini dapat menimbulkan efek samping yang
lebih buruk karena dosis dan campuran bahan di dalamnya belum tentu sesuai
karena tidak berdasarkan penelitian. Selain itu, jamu selalu tidak pernah
diindikasikan oleh resep dokter, sehingga terkadang di ragukan keamanannya.
B.
Banyaknya
Kasus (Kualitatif dan Kuantitatif)
Awal
Juni 2008, Badan POM Indonesia telah melarang 54 merek jamu karena telah
mencampur bahan jamu tradisonal dengan obat modern. Jamu- jamu yang
seharusnya hanya berisi bahan yang berasal dari akar, daun, dan batang tanaman
asli Indonesia secara rahasia dicampur dengan sibutramin, sildenafil sitrat,
siproheptadin, fenilbutason, asam mefenamat, prednison, metampiron, teofilin,
dan parasetamol. Jamu-jamu tersebut umumnya berasal dari pabrik di Jawa Tengah,
Tangerang dan Jakarta. Sesungguhnya pelarangan ini bukan untuk pertama
kali. Beberapa tahun lalu pelarangan serupa pernah terjadi, khususnya untuk
jamu yang diproduksi di sekitar Cilacap.
Ada
bahaya tersembunyi bila jamu dicampur dengan obat modern. Jamu selama ini
dicitrakan sebagai obat yang aman dan bebas efek samping sehingga penggunaannya
biasanya tidak menggunakan ketepatan dosis. Karena menganggap sangat aman,
banyak kejadian efek samping dan keracunan apabila jamu tersebut diminum, sebab
didalamnya mengandung obat modern yang perlu ketepatan dosis. Penggunaan jamu
tercampur obat modern selanjutnya dapat merusak citra jamu karena dapat
menyebabkan sakit kepala, mual, nyeri perut, pendarahan lambung, gangguan
ginjal nyeri dada, hingga kematian.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dari berbagai
daerah sibuk merazia, menyita bahkan memusnahkan puluhan jenis jamu
tradisional yang mengandung bahan kimia berbahaya kare jamu tersebut dianggap
dapat menyebabkan dapak yang buruk jika dikonsumsi oleh masyarakat. Selain mengandung bahan
kimia, jamu-jamu tersebut
sebagian besar adalah industri rumah tangga bukan dibuat pabrik. Dengan
demikian pengawasan higienisnya sangat kurang, hal tersebut sangat merugikan
konsumennya.
Sedikitnya ada sembilan bahan kimia berbahaya yang terkandung
di dalam berbagai jenis obat tersebut, seperti zat sibutramin hidroklorida yang
dapat meningkatkan tekanan darah tinggi (hipertensi), denyut jantung dan sulit
tidur. Obat ini tidak boleh digunakan oleh pasien dengan penyakit arteri
koroner dan gagal jantung. Selain itu juga terdapat sildenafil sitrat yang
dapat memicu sakit kepala, pusing, mual, nyeri, ganguan penglihatan, hingga kematian.
“Jamu Nakal” itu juga tercampur dengan siproheptadin yang dapat menyebabkan
mual, muntah, mulut kering, diare, anemia, hemolitik, hingga trombositopenia.
Campuran lain adalah fenilbutason yang dapat memicu mual, muntah, ruam kulit,
retensi cairan dan elektrolit, perdarahan lambung, gagal ginjal, dan sebagainya.
Ada pula asam mefenamat yang dapat menyebabkan
mengantuk, diare, ruam kulit, anemia, kejang, asma, dan ginjal. Beberapa merek
jamu juga terbukti dicampur dengan prednison yang dapat menyebabkan moon face, gangguan saluran cerna, glaucoma dan keseimbangan cairan. Juga, metampiron yang dapat
menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, syok, kematian dan sebagainya.
Tetapi, hal ini hanya bersifat sementara saja, jika BPOM telah berhenti merazia maka jamu
tersebut akan kembali beredar di masyarakat. Maka penting jika produsen jamu
tersebut yang seharusnya ditangkap dan dihukum.
Walaupun masyarakat tahu bahwa jamu-jamu tersebut dilarang
namun justru jamu-jamu tersebut yang banyak dicari dan masih tetap dicari
walupun dilarang dan yang lebih memprihatinkan lagi jamu-jamu tersebut masih
terjual bebas di pasaran. Hal inilah yang terjadi di Palembang tepatnya ini di
daerah Lebong Siareng, Simpang Lima. Kesadaran yang tinggi tentang pentingnya
kesehatan namun tidak didukung dengan pengetahuan yang benar malah justru
menjerumuskan pada pengertian yang salah.
Bukan
hanya Indonesia yang kerepotan dengan produsen jamu nakal. Malaysia juga. Penyebabnya
sama: produsen jamu atau obat tradisionil Malaysia secara diam-diam
mencampurkan obat kimia keras kedalam jamu yang seharusnya hanya berisi
bahan-bahan obat tradisional. Kementerian Kesehatan Malaysia 21 Juni 2008 telah
melarang dan memerintahkan menarik dari peredaran beberapa jamu yang ternyata
mengandung sildenafil (Viagra), yang seharusnya memerlukan resep dokter dalam
penggunaannya agar tidak membahayakan pemakai.
Dan
"Badan POM Malaysia", Drug
Control Authority (DCA), sebelumnya telah mencabut izin registrasi produk
dimaksud (The New Straits Times On Line, 22 Juni 2008).
Produk tersebut adalah Spring Returns, ML Viraken capsule, Epimendi Plus
capsule (400mg), Tribulus Plus capsule (400mg) dan Primalex. Beberapa
merek jamu tersebut diduga secara gelap beredar di Indonesia.
Kebijakan pemerintah di bidang jamu dan obat tradisional
harus lebih fokus pada perlindungan konsumen, sebab penyelesaian kasus jamu dan
obat tradisional berbahaya selama ini sering terhenti di tengah jalan dan
merugikan konsumen. Demikian disampaikan Sekretaris Komisi E DPRD Jawa Tengah,
Thontowi Jauhari dalam pertunjukan wicara (talk show) pada program Semarang
First Channel, Rabu (12/9). Menurut dia, selama ini Balai Pengawasan Obat dan
Manakan (BPOM) sering menemukan jamu dan obat tradisional berbahaya di pasaran
namun tidak ada langkah hukum lebih lanjut. Padahal, kata politikus PAN itu,
temuan jamu dan obat tradisional berbahaya itu bukan delik aduan sehingga
penyidik seharusnya bertindak dengan membawa kasus itu ke pengadilan agar dapat
memberi efek jera terhadap produsen jamu yang nakal. "Banyak temuan
makanan, jamu, dan obat tradisional berbahaya, namun solusinya tidak pernah
tuntas, padahal masalah ini menyangkut keselamatan jiwa manusia," katanya.
Menurut dia, kalau hukum bisa ditegakkan dan penegak hukum juga tidak bisa
diintervensi oleh kepentingan sesaat, maka peredaran jamu berbahaya tidak akan
selalu terulang. "Sepanjang penegakan hukumnya lemah, tidak lama lagi akan
ditemukan kasus sama," kata Thontowi. Ia mengatakan, sebenarnya tidak
terlalu sulit melacak produsen jamu yang nakal bila memang ada kemauan kuat
untuk melenyapkan peredaran obat tradisional berbahaya ini. "Menangkap
teroris yang jauh lebih sulit saja bisa, apalagi kalau cuma melacak keberadaan
produsen jamu berbahaya," katanya. Pada acara sama, Kepala Balai Besar POM
Semarang, Maringan Silitonga mengemukakan, sejumlah obat kimia, silbenafil,
deksa metazon, antalgin, sibuatramine (pelangsing), dan fenil butazon menjadi
pilihan favorit produsen dalam meracik jamu tradisional. Bahan kimia obat (BKO)
tersebut, menurut Maringan, tidak boleh dijual dan dikonsumsi secara bebas
karena harus diperoleh dengan resep dokter. Pemberian BKO tersebut juga harus
dengan dosis tepat, namun yang terjadi perajin jamu tradisional itu
mencampurkan dengan dosis yang tidak terukur. Ia mengingatkan, BKO tersebut
bisa menimbulkan gangguan serius bila dikonsumsi tanpa mengindahkan dosis dan
efeknya. Ia memberi contoh, silbenafil yang oleh produsen jamu diklaim bisa
meningkatkan keperkasaan pria, sangat berbahaya bila dikonsumsi orang yang
memiliki penyakit jantung. Deksa metazon juga bisa menjadikan wajah seseorang
yang mengonsumsi BKO ini dalam jangka panjang berubah menjadi bulat (moon face)
dan lembek, sedangkan fenil butazon akan merusak ginjal, hati, lambung, dan
usus. Menurut dia, dalam beberapa kasus tidak mudah melacak produsen jamu yang
nakal itu karena alamatnya tidak jelas. Selama ini pihaknya menempuh dua
langkah, yakni upaya preventif dan penegakan hukum. Tahap pertama, produsen
yang nakal akan diberi peringatan namun kalau di kemudian hari tetap melakukan
pelanggaran akan diselesaikan di pengadilan. Thontowi menambahkan, untuk
menyelesaikan masalah itu setidaknya BPOM, Departemen Perdagangan, dan penegak
hukum harus memiliki visi sama dengan fokus mengutamakan perlindungan konsumen.
C.
Proses
Terjadinya
Kasus komplikasi akibat kerusakan organ
hati/lever. Organ hati sebagian besar sudah tidak berfungsi normal. Jaringan
hati sudah berubah sifat. Bukan lagi jaringan hati normal, melainkan menjadi
jaringan ikat, disebut sirosis.
Penyebab sirosis harus diketahui melalui
pemeriksaan laboratorium, perlu dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA)
untuk melihat jenis jaringan hati seperti apa persisnya. Dokter perlu mengambil
serpihan jaringan dengan jarum khusus untuk diperiksa (biopsi hati).
Sirosis merupakan kondisi terakhir
kerusakan hati oleh penyebab yang beragam. Mulai dari kelainan hati, bawaan
lahir, penyakit infeksi hati (hepatitis), keracunan obat hingga keracunan bahan pharmacy online aflatoxin
( kacang-kacangan, umbi-umbian busuk ) dan alkoholik (peminum alkohol berat).
Dari riwayat orang yang mengidap sirosis
akan terungkap apa penyebabnya. Sebagai contohnya, peminum jamu rumahan dulu
terkena kerusakan hati oleh aflatoxin karena bahan baku pembuat jamunya busuk.
Cara simpan bahan kacang-kacangan,
umbi-umbian, padi-padian yang tidak benar, akan menumbuhkan jamur khusus yang
memproduksi aflatoxin. Karena itu kalau makan kacang terasa busuk, jangan
teruskan menelannya.
Jamu dari bahan tercemar jamur umumnya
berubah rasanya. Bertahun-tahun tubuh tercemar aflatoxin akan merusak hati.
Ternyata fakta membuktikan orang yang
muntah darah tadi mengaku rajin minum jamu rumahan sejak mudanya. Ia cenderung
memilih jamu Korea dan Cina. Sangat bisa jadi itu penyebab kenapa hatinya
menjadi rusak, dan kini ia didiagnosis sirosis. Sebagian pasien lain diduga
sering mengonsumsi alkohol dulunya, hingga menyebabkan ia mengalami sirosis.
Dua obat yang sering
dicampurkan dalam jamu nakal, yakni golongan obat encok golongan NSAID
(non-steroid-anti-inflammatory drug), dan obat golongan kortikosteroid.
Keduanya bikin badan jadi enteng dan hilang pegal-linunya. Dalam dunia medis,
pemakaian gabungan kedua jenis obat ini tidak lazim mengingat masing-masing
efek samping yang disandangnya.
Obat encok golongan itu
punya efek samping, terlebih bagi mereka yang sudah usia lanjut, mengganggu
lambung dan saluran cerna. Kasus usia lanjut mengalami perdarahan usus sehabis
mengonsumsi obat encok, bukan kejadian yang jarang.
Demikian pula obat
encok impor nakal pun, termasuk sebagian jamu pereda pegal-linu, mencampurkan
jenis obat ini. Tidak jarang mencampurnya dengan obat golongan kortikosteroid.
Obat jenis ini tergolong "obat dewa" karena membuat yang mengonsumsi
merasa lebih segar. Ini jenis hormon (produksi kelenjar anak ginjal
suprarenalis), yang dibutuhkan tubuh dalam kondisi siap-siaga-waspada.
Obat ini juga
berkhasiat antiperadangan, umum dipakai untuk kasus alergi, pereda penyakit
autoimun, dan tentu siap memikul efek sampingnya, yakni pengeroposan tulang
(osteoporosis), memperburuk darah tinggi dan diabetes, selain menjadikan kulit
jadi kasar berbulu.
Pemakaian golongan obat
jenis ini dibatasi tak lebih dari seminggu. Kalau perlu lebih lama, tak boleh
berhenti mendadak (tapering off) agar tak berefek buruk terhadap tubuh. Dalam
dunia medis, pemakaian obat apa pun selalu mempertimbangkan risiko-maslahatnya.
Apalagi jenis obat yang buruk efek sampingnya.
D.
Dampak
Jamu bukanlah obat. Manfaat
jamu sebatas memelihara kesehatan. Perlu uji klinis supaya jamu mendekati
fungsi obat (phytopharmaca). Namun karena ada jamu dicampur obat, ia pantas
dilabel “obat nakal”. Begitu pula obat palsu. Jamu nakal diproduksi industri
jamu rumahan, karena berisi obat, jamu berisiko merusak kesehatan. Apalagi
kalau obatnya tergolong harus dengan resep dokter. Pemakaian obat Daftar G yang
salah indikasi ini, bila berlangsung lama, buruk akibatnya terhadap tubuh. Jamu
pegal linu dicampur corticosteroid, misalnya. Betul bikin badan enteng, tapi
buruk bahayanya.
Yang kita saksikan sungguh
mengerikan. Hampir tiap hari bertahun-tahun rakyat jelata di alun-alun kota
minum jamu “nakal” pereda pegal linu, tanpa ada yang memberi tahu itu
berbahaya. Di mata medis, bahan berkhasiat tak cukup hanya alasan bikin badan
enak saja kalau tak aman dikonsumsi. Mencampur obat dalam jamu menyalahi sikap
pengobatan (misused).
Jamu “nakal” nyatanya bisa
bebas mencampurkan obat resep dokter jenis apa saja. Pertanyaannya bagaimana
obat Daftar G bisa lolos ke industri jamu rumahan, itulah problematik yang
perlu dicari solusi menuntaskannya. Rantai penyuplai obat keras perlu diputus
agar kesehatan rakyat tidak semakin rusak dibuatnya.
Jika secar rautin mengonsumsi
jamu dicampur corticosteroid tak perlu waktu lama bikin tulang keropos
(osteoporosis), haid terganggu, mencetuskan darah tinggi, kencing manis
memberat, sistem hormonal tubuh kacau, bisa jadi memunculkan serangan jantung
juga.
Serupa pula dampak buruknya
dengan obat palsu. Obat palsu bisa berarti tiga. Isinya kosong, takaran obatnya
dikurangi, atau memalsukan merk (me-too) belaka. Obat palsu tanpa bahan
berkhasiat punya dua dosa. Ongkos berobat masyarakat terbuang sia-sia, dan
penyakit gagal sembuh karena isi obatnya cuma tepung.
Obat palsu hanya tepung, tidak
menyembuhkan. Penyakit gagal terkendalikan karena obatnya palsu, berujung
komplikasi kalau bukan kematian. Penyakit sudah berkomplikasi perlu ongkos
lebih besar. Tak tercatat berapa banyak rakyat korban obat nakal.
Minum jamu nakal menyimpan
bahaya ekstra. Obat antidiabetes, dan antihipertensi sering dicampur dalam jamu
nakal. Bahaya muncul bila waktu minum jamunya pasien minum juga obat dokter
berefek sama. Efek obat jadi berlebihan. Gula darah dan tensi bisa anjlok.
Selain berisiko bikin syok (irreversible shock), stroke bisa juga terjadi.
Rakyat perlu tahu seringan apa
pun obat warung tetap menyimpan efek samping. Terlebih obat resep dokter. Perlu
tepat alamat, benar takaran, dan jangka waktu terbatas, selain butuh pengawasan
dokter juga. Mengonsumsi jamu berisi obat, menyimpang dari sikap berobat yang
rasional.
Jamu atau herbal yang
menjanjikan bisa menyembuhkan kanker, dan hasilnya nihil, hanya buang-buang
waktu berobat. Kasus kanker di Indonesia sering terlambat diobati dan batal
sembuh akibat stadiumnya melanjut lantaran mampir-mampir dulu di orang pintar,
atau memilih terapi alternatif.
Tidak semua terapi alternative
keliru. Namun tidak serta-merta karena bersifat alternatif maka dianggap aman.
Hanya terapi alternatif tergolong complementary alternative medicine (CAM)
diterima dunia medis (WHO).
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep
Tranculture
Kazier Barabara (1983) dalam bukuya yang berjudul
Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep
keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu
kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi
perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep ini
ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target
pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual .
Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang
komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk
interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa
norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan
yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu
diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya .
Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari
suatu nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola
interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan
intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ).
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu .
Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari-hari, seperti tidur, makan,
kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social, praktik kesehatan, pendidikan
anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing-masing orang
menurut umur. Kultur juga terbagi dalam subkultur. Subkultur adalah kelompok
pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang
lebih besar atau member makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling
berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai-nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang
hamil mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah
menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal-hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya
pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan
bidang yang relative baru ialah berfokus pada studi perbandingan nilai -nilai
dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya.
Leininger (1991) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area
kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai
budaya (nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada seseorang perawat
saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.)
Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik
budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional).
Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan
kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan
kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas
tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi
praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik di masa lampau maupun
zaman sekarang akan terkumpul persamaan-persamaan. Lininger berpendapat,
kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan
teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan
orang banyak dan berbagai kultur.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingnya
pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan
bidang yang relative baru. Itu berfokus pada studi perbandingan nilai-nilai dan
praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya. Leininger
( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian
ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya
(nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat
melakukan asuhan keperawatan kepada pasien).
B.
Budaya
Jawa dan Kesehatan
Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam
jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong
Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di
Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa
pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname (Amerika Selatan).
Tradisi minum jamu
tradisional
tidak lepas dari budaya Indonesia, terlebih lagi budaya Jawa dengan basis
kraton Jogja dan Solo. Tradisi luhur dari para keluarga raja baik di kraton
Jogja maupun Solo, dan kemungkinan juga di tempat lainnya, tetap menjaga
Tradisi Minum Jamu, baik untuk kepentingan kecantikan, kesehatan, ataupun
perawatan badan. Kita lihat saja pada even yang belum ada sebulan ini berjalan,
dimana ada pernikahan agung putri Sultan Hamengkubuwono X. Sebelum tiba
waktu istimewa itu sang pengantin, GKR Bendara diberikan banyak
perawatan badan, kecantikan dan juga untuk kepentingan kesehatan badan beberapa
waktu sebelumnya secara intensif. Selain itu, sekitar 2 atau 3 bulan juga
diadakan Festival Jamu di Kraton Yogyakarta. Belum lagi di masing-masing lingkungan
kita, yang memiliki taman toga, tanaman obat untuk keluarga. Semua itu
merupakan segala bentuk obat-obat tradisional yang merupakan Tradisi Minum
Jamu.
Pengobatan menggunakan herbal di suku Jawa terkenal dengan
nama jamu tradisional. Kekayaan bumi jawa dengan iklim tropis memungkinkan
banyak tanaman herbal yang dapat berkembang dan tumbuh dan dimanfaatkan sebagai
obat tradisional. Jamu dapat berasal dari dedaunan, akar, bunga, asam damar,
kulit kayu, akar kayu, kayu bagian dalam. Takaran dan bahan yang digunakan
untuk meracik jamu sudah ada dari dahulu kala. Sehingga tidak perlu khawatir
dengan takaran yang berlebihan ataupun kekurangan dalam meminum jamu. Sejak
jaman dahulu kala juga, jamu tradisional sudah digunakan dan memberikan manfaat
yang besar bagi orang jawa. Kecantikan dan kebugaran suku jawa menunjukkan
betapa jamu tidak perlu diragukan lagi mengenai takaran dan manfaat yang dapat
diperoleh. Jamu telah digunakan dari berbagai macam lapisan masyarakat baik
masyarakat kalangan bawah, menengah maupun atas. Dahulu kala, jamu sering
digunakan di Keraton Kesunanan dan Keraton Kesultanan. Mengingat banyaknya
manfaat jamu baik bagi kesehatan maupun kecantikan, penggunaan jamu tidak hanya
di kalangan tertentu tetapi juga merambah ke perkotaan yang notabene banyak
produk kosmetik dan obat-obatan produksi luar negeri. Penggunaan jamu tidaklah
berbeda dengan obat herbal maupun pengobatan kimia lainnya, jamu tradisional
dapat digunakan sebagai obat dalam atau digunakan secara diminum maupun obat
luar yaitu ditaburkan atau dioleskan ke bagian tubuh tertentu. Dengan
berkembangnya jaman, jamu dapat diperoleh tidak hanya dari racikan tradisional
tetapi dapat pula dalam bentuk bungkusan agar mudah dibawa kemana-mana,
misalnya dalam bentuk bubuk, kampus, cairan, pil atau tablet dan salep tanpa
mengurangi kandungan bahan tradisional dalam jamu tersebut. Selain itu, agar
mempermudah penggunaan jamu, paket-paket bahan-bahan jamu juga dijual terpisah
sehingga jika ingin meracik sendiri jamu yang diinginkan dapat diperoleh di toko-toko
penjualan obat tradisional atau jamu. Akan tetapi, peracikan dan penyajian jamu
dengan cara tradisional juga masih dapat ditemui di pelosok negeri di suku
jawa. Beberapa perlengkapan tradisional pembuat jamu tradisional yaitu lumpang,
parut, kuali juga dapat diperoleh di pasar tradisional maupun toko modern.
Beberapa manfaat jamu baik untuk kesehatan maupun kecantikan sangat familiar di
tanah jawa. Jenis jamu seperti galian singset, sehat lelaki, sari rapet, kuat
lelaki dan jamu untuk bayi untuk kesehatan sedangkan untuk kecantikan adalah
ngadi sarira. Bahan-bahan jamu tradisional umumnya adalah temu lawak, kunyit,
kencur, lengkuas, secang, brotowali, jeruk nipis, ceplukan, nyamplung, kayu
manis, melati, rumput alang-alang. Ngadi sarira dapat meliputi lulur, bedak
dingin, kemuning dan lain-lain.
C.
Penyakit
Akibat Budaya
Budaya suku Jawa secara turun-temurun adalah mengonsumsi
jamu. Mengonsumsi jamu kerap menjadi pilihan karena dianggap lebih alami dan
tidak ada efek samping. dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo
mengakui memang orang yang memiliki masalah di ginjal harus lebih berhati-hati
mengonsumsi jamu. Maka dari itu jika ingin
minum jamu harus yang sudah benar-benar teruji secara klinis. Minum jamu bisa berbahaya
jika tidak disertai dengan banyak minum air. Air putih ini membantu cairan yang
disaring ke ginjal tidak terlalu pekat sehingga tidak mengganggu kerja ginjal.
Menurut dr Dante, minum sembarangan jamu tanpa mengetahui
komposisinya bisa berbahaya. Karena materi-materi penyusunnya belum dapat
diidentifikasikan secara pasti. Sehingga belum dapat dipastikan apakah material
yang terkandung di dalamnya aman untuk ginjal.
"Saya tidak menganjurkan pasien yang sakit untuk minum
jamu," ujar dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo.
Orang dengan penyakit ginjal lanjutnya, sangat tidak
disarankan minum jamu. Karena apabila telah terjadi kerusakan pada ginjal maka
minum jamu akan meningkatkan risiko dan mengakibatkan pasien tidak bisa
bertahan lebih lama.
dr Dante juga membantah anggapan orang bahwa obat-obat medislah
yang lebih berbahaya bagi ginjal. Menurutnya jika obat yang diminum sesuai
aturan dan tidak dikonsumsi sembarangan maka risikonya minim. Dijelaskan, ada dua jenis sistem
ekskresi (pembuangan) dalam tubuh, yaitu melalui ginjal dan sistem cerna. Jamu
yang belum diuji klinis karena belum diketahui komposisinya bisa membuat kerja
ginjal berat jika senyawa metabolitnya mengendap di ginjal atau saluran cerna.
BAB
III
KASUS
DAN PEMECAHAN
Kasus
:
Jamu
“nakal” nyatanya bisa bebas mencampurkan obat resep dokter jenis apa saja. Dua
obat yang sering dicampurkan dalam jamu nakal, yakni golongan obat encok
golongan NSAID (non-steroid-anti-inflammatory drug), dan obat golongan kortikosteroid.
Keduanya bikin badan jadi enteng dan hilang pegal-linunya. Dalam dunia medis,
pemakaian gabungan kedua jenis obat ini tidak lazim mengingat masing-masing
efek samping yang disandangnya.
Obat encok golongan itu
punya efek samping, terlebih bagi mereka yang sudah usia lanjut, mengganggu
lambung dan saluran cerna. Kasus usia lanjut mengalami perdarahan usus sehabis
mengonsumsi obat encok, bukan kejadian yang jarang.
Demikian pula obat
encok impor nakal pun, termasuk sebagian jamu pereda pegal-linu, mencampurkan
jenis obat ini. Tidak jarang mencampurnya dengan obat golongan kortikosteroid.
Obat jenis ini tergolong "obat dewa" karena membuat yang mengonsumsi
merasa lebih segar. Ini jenis hormon (produksi kelenjar anak ginjal suprarenalis),
yang dibutuhkan tubuh dalam kondisi siap-siaga-waspada.
Obat ini juga
berkhasiat anti-peradangan, umum dipakai untuk kasus alergi, pereda penyakit
autoimun, dan tentu siap memikul efek sampingnya, yakni pengeroposan tulang
(osteoporosis), memperburuk darah tinggi dan diabetes, selain menjadikan kulit
jadi kasar berbulu.
Pemakaian golongan obat
jenis ini dibatasi tak lebih dari seminggu. Kalau perlu lebih lama, tak boleh
berhenti mendadak (tapering off) agar tak berefek buruk terhadap tubuh. Dalam
dunia medis, pemakaian obat apa pun selalu mempertimbangkan risiko maslahatnya.
Apalagi jenis obat yang buruk efek sampingnya.
Pemecahan
:
Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika diminum
melebihi dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum air,
karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di dalamnya
dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. Jika tidak disertai dengan
kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan darah yang dialirkan ke ginjal untuk
disaring dan dibuang itu berkonsentrasi yang cukup pekat, ditambah lagi dengan
adanya senyawa metabolit jamu. Organ ginjal bisa cepat rusak kalau harus
menyaring cairan konsentrat terus menerus. Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau
ternyata jamu yang dibeli dan dikonsumsi itu ternyata mengandung senyawa obat
sintetis (dikhawatirkan reaksi antara jamu dan obat sintetis ternyata saling
bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi komplikasi. Juga pemakaian jamu
yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak penumpukan senyawa metabolitnya di
organ-organ, misalnya di hati, saluran pencernaan ataupun ginjal.
Di samping itu, berhati-hatilah membeli produk jamu di
pasaran. Jamu yang beredar di pasaran banyak yang
belum melalui penelitian. Bahkan dapat terjadi pula adanya Perusahaan jamu
nakal yang selain mencampurkan bahan-bahan alam yang berkhasiat, juga
mencampurkan obat dokter seperti antalgin atau paracetamol untuk jamunya.
Tentunya ini menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.
BAB
IV
KESIMPULAN
Jamu
merupakan obat tradisional berupa racikan akar-akaran atau tumbuhan. Jamu
diartikan sebagai racikan tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan
tradisional, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan tradisional, serta racikan
tumbuhan untuk makanan dan minuman tradisional. Jamu pertama kali berkembang di
daerah Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta dan Jawa Timur.
Secara umum, dapat dilihat bahwa
minum jamu sudah menjadi budaya bagi orang Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini
ditandai dengan peranan jamu yang sangat beragam bagi kehidupan masyarakat
Jawa, mulai dari proses kelahiran, masa remaja, dewasa, bahkan sampai masa tua.
Mereka minum jamu dengan maksud menjaga kesehatan, kekuatan, maupun kecantikan.
Sebagai unsur budaya, dapat dikatakan bahwa jamu telah berkembang sejak ratusan
tahun yang lalu, seiring dengan berkembangnya peradaban masyarakat Jawa.
Tetapi perlu di waspadai adanya
produk jamu berbahaya di pasaran yang dicampurkan dengan golongan obat-obat
tertentu yang tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya. Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika
diminum melebihi dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum
air, karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di dalamnya
dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal.
SUMBER
DATA
_____.
“Jamu Tradisional”
http://jamutradisional.org/ diakses tanggal
9 April 2012
Handayani,
Lestari. “Meracik Jamu, Perpaduan Antara Seni dan Pengetahuan”
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/sek-1.htm
diakses tanggal 28 Maret 2012
_____.
“Minum Jamu bisa sebabkan kerusakan ginjal”
http://www.smallcrab.com/kesehatan/735-minum-jamu-bisa-sebabkan-kerusakan-ginjal
diakses tanggal 28 Maret 2012
_____.
2010. “Muntah Darah Secara Tiba-Tiba”
http://doktersehat.com/muntah-dara/
diakses tanggal 28 Maret 2012
Fea, Maria. 2009. “Jamu Nakal”
http://651-yessy.blogspot.com/2009/01/jamu-nakal.html
diakses tanggal 22 April 2012
Edo, Andreas. “Transkultural dalam
Keperawatan”
http://10107147.blog.unikom.ac.id/transkultural-dalam.n6
diakses tanggal 22 April 2012
Jouhari, Thontowi. 2007. “Kasus Jamu
Berbahaya Sering Terhenti di Tengah Jalan”
http://thontowijauhari.blogspot.com/2007/09/kasus-jamu-berbahaya-sering-terhenti-di.html
diakses tanggal 22 April 2012
Kimin, Azril. “Jamu
Berbahaya: Malaysia Juga Sama”
http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=90&Itemid=51
diakses tanggal 22 April 2012
Kumala, Vinka. 2007. “Hati-Hati Minum
Jamu”
http://www.tanyadokteranda.com/kesehatan/2007/11/hati-hati-minum-jamu/
diakses tanggal 28 Maret 2012
No comments:
Post a Comment