Juniartha Semara Putra
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA EMFISEMA
LANDASAN TEORI
Di Indonesia tidak ada
data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga
(SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5
sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT
DepKes RI menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis dan emfisema
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Penyakit bronchitis kronik dan emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri.
Di negara-negara barat,
ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi telah pula
menimbulkan pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah
merokok yang dapat menyebabkan penyakit bronkitis kronik dan emfisema.
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan 15% wanita.
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65% laki-laki dan 15% wanita.
Data epidemiologis di
Indonesia sangat kurang. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS
Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua
terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %). Di Indonesia belum ada data
mengenai emfisema paru.
A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif
Kronik Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Emfisema adalah suatu
kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran
napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding
alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan
kerusakan pada asinus.
B. PEMBAGIAN EMFISEMA
Emfisema dibagi menurut
pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu:
1. CLE (emfisema sentrilobular)
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan
akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolaris yang lebih
distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang
bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak
ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan
pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
2. PLE (emfisema panlobular)
Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus
yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar
merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita
emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua
dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi
telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin
adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk
perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan
cherniack, 1983).
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif.
Ø Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian
paru lain yang tidak atau kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia,
atelektasis, pneumothoraks.
Ø Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang
tidak menyeluruh, hingga terjadi mekanisme ventil.
C. GEJALA
Ø Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis
Kronis
Ø Napas terengah-engah disertai dengan suara
seperti peluit
Ø Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak
menonjol, penderita sampai membungkuk
Ø Bibir tampak kebiruan
Ø Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
Ø Batuk menahun
D. PATOGENESIS
Beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya emfisema paru yaitu rokok, polusi, infeksi, factor
genetik, obstruksi jalan napas.
v Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan
silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi
makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus,
serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan
mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli
pecah. Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear
melepaskan Enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease
(Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas
keduanya.
v Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah
yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga
menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar.
v Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit
infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale,
dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya emfisema.
v Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana
defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
v Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus,
sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada
waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya
ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di
mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan
oleh defek tulang rawan bronkus.
E. PATOFISIOLOGI
Emfisema paru merupakan
suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat
pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau
seluruh paru.
Pengisian udara
berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang
mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam
alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian
terjadi penimbunan udara yang bertambah disebelah distal dari alveolus.
Pada Emfisema obstruksi
kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiriatas.
Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah
kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat
sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan. Selain itu dapat
juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh
darah yang menyimpang.
Mekanisme katup
penghentian : Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari
obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan udara di
alveolus menjadi(sukar dari pemasukannya bertambah di sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan
polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga
menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang.
Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih
merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas
silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka
terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula
metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan
stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi
pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1
Penatalaksanaan umum.
2
Pemberian obat-obatan.
3
Terapi oksigen.
4
.Latihan fisik.
5
Rehabilitasi.
6
Fisioterapi.
v
Penatalaksanaan umum
Yang termasuk di sini adalah :
a. Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan
eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan
aktif penderita untuk usaha pencegahan.
b. Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan
penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat
inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan
ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c. Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat
menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
v
Pemberian obat-obatan.
Ø Bronkodilator
ü Derivat Xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema
paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja
sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex: teofilin,
aminofilin.
ü Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan
erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP
yang menyebabkan bronkodilatasi. Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif.
Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah: terbutalin, metaproterenol dan
albuterol.
ü Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga
menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme
menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
ü KortikosteroidManfaat kortikosteroid pada
pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada
sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak
ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan
prednisolon.
Ø Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama
dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang
biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada
keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga
mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang
disebabkan oleh oksidans.
Ø Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi
terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan
penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat
perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi
lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan
Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari.
Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan
mikroorganisme.
v
Terapi oksigen
Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 <>
v
Latihan fisik
Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk
meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit
perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan
waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri
tidak menunjukkan manfaat. Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke
kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan
membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang. Mengayun
tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk. Gerakan tangan melingkar dan
gerakan menekuk tangan. Latihan dilakukan 15-30 menitselama4-7hariperminggu. Dapat
juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga. Walking–jogging ringan.
v
Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan
penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan
rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk
daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.
v
Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
ü Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan
efisiensi batuk.
ü Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
ü Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
ü Meningkatkankekuatan otot-otot pernapasan.
ü Mengurangi spasme otot leher.
Penerapan fisioterapi :
Ø Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi
sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan
sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
Ø Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup
kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang
dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki
ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.Tujuannya untuk
memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan
efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot
dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
Ø Latihan
Batuk :
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring,
trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing
Ø Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena
sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan
relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah
pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang
hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan
kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.
No comments:
Post a Comment