Juniartha Semara Putra
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIALE
A. Pengertian
Asthma adalah suatu
gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan
pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit
jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne :
2001).
Asthma bronchial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
timbulnya serangan asthma bronkhial.
1.
Faktor predisposisi
Ø Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.
Faktor presipitasi
Ø Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
Ø Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa
pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Ø Stress.
Stress/ gangguan emosi
dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan
asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Ø Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan
langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana
dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur
atau cuti.
Ø Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita
asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C.
KlasifikasiAsthma
Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi
alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asthma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya
reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling
umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
D.
Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari
otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum
adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi
alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody
Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus
yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan
ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E.
ManifestasiKlinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah
batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa
nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1.
Tingkat I :
Ø Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan
fisik dan fungsi paru.
Ø Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat
alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2.
Tingkat II :
Ø Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik
tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
Ø Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh
serangan.
3.
Tingkat III :
Ø Tanpa keluhan.
Ø Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.
Ø Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah diserang kembali.
4.
Tingkat IV :
Ø Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas
berbunyi wheezing.
Ø Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5.
Tingkat V :
Ø Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat
medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
Ø Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi
jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.
F.
Pemeriksaan
penunjang
1.
Pemeriksaan
laboratorium.
Ø Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum
dilakukan untuk melihat adanya:
ü Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinopil.
ü Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell
(sel cetakan) dari cabang
bronkus.
bronkus.
ü Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
ü Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada
sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
Ø Pemeriksaan darah.
ü Analisa gas darah pada umumnya normal akan
tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
ü Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT
dan LDH.
ü Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di
atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
ü Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi
peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
2.
PemeriksaanRadiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya
normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Ø Bila disertai dengan bronkitis, maka
bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Ø Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
Ø Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
infiltrate pada paru.
Ø Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis
lokal.
Ø Bila terjadi pneumonia mediastinum,
pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
3.
Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4.
Elektrokardiograf
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama
serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :
Ø Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya
terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
Ø Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung,
yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
Ø Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5.
Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat
dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
6.
Untuk menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana
diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G.
Penatalaksanaan
1.
Pengobatan farmakologik
:
Ø Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran
nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
ü Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan
efedrin).
Nama obat :
Nama obat :
v Orsiprenalin (Alupent)
v Fenoterol (berotec)
v Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam
bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
2.
Santin (teofilin)
Nama obat :
ü Aminofilin (Amicam supp)
ü Aminofilin (Euphilin Retard)
ü Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
Ø Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ø Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
2.
Pengobatan non
farmakologik:
ü Memberikan penyuluhan.
ü Menghindari faktor pencetus.
ü Pemberian cairan.
ü Fisiotherapy.
ü Beri O2 bila perLU
No comments:
Post a Comment