Juniartha Semara Putra
PROFIL KESEHATAN IBU DI INDONESIA
A. Profil Kesehatan Ibu menurut MDGs
Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa
Inggris MDGs adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai
pada tahun 2015, merupakan tantangan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh
dunia. Tantangan-tantangan ini
sendiri diambil dari seluruh tindakan dan target yang dijabarkan dalam
Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147
kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Milenium di New York pada
bulan September 2000.
Pada September 2000, Pemerintah Indonesia, bersama-sama
dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di
New York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi berisi sebagai
komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah
sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan terukur
untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini
merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari
separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk
menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua
tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi
hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun
2015.
Sasaran
Sasaran
Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada
September 2000 menyetujui agar semua negara:
1.
Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
Target untuk 2015: Mengurangi setengah dari penduduk
dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 dolar AS sehari dan mengalami
kelaparan.
2.
Pemerataan pendidikan dasar
Target untuk 2015: Memastikan bahwa setiap anak , baik
laki-laki dan perempuan mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.
3.
Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan
perempuan
Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan
diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun
2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.
4.
Mengurangi tingkat kematian anak
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga tingkat
kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun
5.
Meningkatkan kesehatan ibu
Target untuk 2015: Mengurangi dua per tiga rasio kematian
ibu dalam proses melahirkan
6.
Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit
lainnya
Target untuk 2015: Menghentikan dan memulai pencegahan
penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.
7.
Menjamin daya dukung lingkungan hidup
Target:
Ø
Mengintegrasikan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara
dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
Ø
Pada
tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang
tidak memiliki akses air minum yang sehat.
Ø
Pada
tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan
dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.
8.
Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Target:
Ø
Mengembangkan
lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan
aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap
pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara
nasional dan internasional.
Ø
Membantu
kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan
khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk
pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang
untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi;
dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk
mengurangi kemiskinan.
Ø
Secara
komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara
berkembang.
Ø
Menghadapi
secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui
pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung
dalam jangka panjang.
Ø
Mengembangkan
usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
Ø
Dalam
kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat
penting yang terjangkau dalam negara berkembang.
Ø
Dalam
kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari
teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Sasaran
Pembangunan Milenium Indonesia
Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani
perjanjian diharapkan membuat laporan MDGs. Pemerintah Indonesia
melaksanakannya dibawah koordinasi Bappenas dibantu dengan Kelompok Kerja PBB
dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis dalam bahasa
Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan
rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Laporan Sasaran
Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk
menginventarisasi situasi pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian
sasaran MDGs, mengukur, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya
menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidenifikasi
dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang
dibutuhkan untuk memenuhi sasaran-sasaran ini. Dengan tujuan utama mengurangi
jumlah orang dengan pendapatan dibawah upah minimum regional antara tahun 1990
dan 2015. Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk
mencapai tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang.
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya.
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya.
Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki
komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta
kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan
lembaga donor. Pencapaian MDGs di Indonesia akan dijadikan dasar untuk
perjanjian kerjasama dan implementasinya di masa depan. Hal ini termasuk
kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara berkembang sejalan
dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGs di daerah Asia dan Pasifik.
Kontroversi
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran
Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama
pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar.
Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan,
lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan
biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia
terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7
triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk
pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016)
menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran
utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on
Indonesian Development (INFID) Don K Marut Pemerintah Indonesia perlu
menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara
meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas
minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak
bermanfaat untuk Indonesia. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia
gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai
tujuan pencapaian MDG di tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari
APBN di tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial
Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015,
sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012
pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah
berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan
bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan
sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara
yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak
negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di
Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.
Upaya
Kesehatan Ibu dan Anak
Banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan ornop
dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Baik dalam hal peningkatan
ketrampilan pada tenaga kesehatan, pemberdayaan pada kader atau masyarakat,
maupun penyusunan Peraturan Pemerintah dalam pelayanan kesehatan. Hanya saja
masih dihadapi banyak kesulitan dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak,
sehingga angka kematian ibu masih tinggi dan masih ditemukan kematian bayi dan
balita.
Yang
menyebabkan sulitnya mencapai penurunan angka kematian ibu antara lain :
Ø
Penolong
persalinan terlatih selama kehamilan, proses persalinan, post persalinan;
Ø
Layanan
kesehatan ibu dan anak yang belum memadai;
Ø
Keterbatasan
anggaran dalam kesejahteraan yang menyebabkan biaya untuk persalinan cukup
mahal.
Penyebab
kematian anak antara lain :
Ø
Infeksi.
Ø
masalah
bayi baru lahir /neonatal (prematur, berat bayi lahir rendah /BBLR, asfiksia,
dan sepsis).
Salah
satu cara mengurangi kematian anak adalah dengan Standar Emas Makanan Bayi
antara lain :
Ø
Inisiasi
menyusui dini /IMD dini dapat mengurangi perdarahan post partum dan anemia, dan
mengurangi angka kematian Ibu melahirkan.
Ø
ASI
ekslusif 6 bulan,
Ø
Makanan
pendamping air susu ibu /MP ASI setelah 6 bulan, makanan keluarga yang tepat
waktu dan adekuat menurunkan kematian balita;
Ø
ASI
sampai dengan 2 tahun.
Tantangan
angka kematian ibu yang menyebabkan kesulitan dalam pencapaian target MDGs
antara lain :
Ø
Masih
rendahnya cakupan ante-natal care /ANC dan persalinan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan karena posisi tawar perempuan;
Ø
Penyakit
infeksi dan perdarahan, termasuk yang disebabkan oleh abortus.
B. Profil Kesehatan Ibu menurut KIA/KB
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan
masyarakat di suatu negara (Depkes RI, 2007). Oleh karena itu, pemerintah
memerlukan upaya yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat
penurunan AKI dan AKB di Indonesia khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015 yaitu AKI sebesar 102/100.000 kelahiran
hidup. Tentunya hal ini
merupakan tantangan yang cukup berat
bagi Pemerintah Indonesia (Depkes RI, 2007).
AKI di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan AKI di negara Asia
lainnya (Depkes RI, 2007). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007, AKI sebesar 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH); AKB sebesar
34/1.000 KH; dan Angka Kematian Neonatal
(AKN) sebesar 19/1.000 KH (Depkes RI, 2009).
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2010), peningkatan
kesehatan ibu, bayi, Balita dan Keluarga Berencana (KB) yang merupakan salah satu dari delapan
fokus prioritas pembangunan kesehatan di
Indonesia tahun 2010-2014 perlu didukung oleh peningkatan kualitas manajemen
dan pembiayaan kesehatan, sistem informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan melalui penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk
menjamin ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem
informasi yang komprehensif dan pengembangan jaringan. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan upaya terfokus
berdasarkan perencanaan dan penganggaran yang berbasis data (evidanced based)
melalui proses yang sistematis dan partisipatif, dan ini berarti keberadaan
data dan informasi memegang peranan yang sangat penting karena data akan
memengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
Data dan informasi cakupan program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program KIA
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah.
Untuk memperoleh data dan informasi tersebut, pemerintah perlu
melakukan pemantauan pelaksanaan program
KIA secara berkala dan berkesinambungan. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA,
dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA) agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa
yang cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anaknya masih rendah.
Namun demikian pencapaian program kesehatan seperti
program KIA yang diperlihatkan dalam bentuk data belum dapat sepenuhnya
dijadikan pedoman untuk menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat yang riil
karena validitas data yang dihasilkan selalu diragukan. Jika data tidak valid,
tentu saja pengambilan keputusan untuk perencanaan program KIA yang dilakukan
akan melenceng dari persoalan yang dihadapi masyarakat (Yustina, 2009). Data
yang tersedia sering kali belum/tidak digunakan sebagai dasar untuk membuat
perencanaan dan evaluasi program KIA. Padahal untuk mengetahui masalah KIA yang
ada, menentukan besar masalah KIA, dan menentukan prioritas masalah KIA yang
akan diatasi mutlak diperlukan data yang akurat (Depkes RI, 2009).
Aktivitas manajemen data dalam suatu organisasi memang
seringkali menemukan kendala/masalah terkait dengan keberadaan data/informasi
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Menurut Lippeveld, et.al. (2000), banyak faktor yang mempengaruhi
penggunaan informasi untuk pengambilan
keputusan, seperti : politik, ideologi, anggaran, donatur, tekanan dari
kelompok tertentu, NGO (Non Government Organization), krisis, media, komunitas
dalam masyarakat dan sebagainya.
Daftar Pustaka
No comments:
Post a Comment