Juniartha Semara Putra
Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN (PK)
A. PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan
Sundeen, 1995).Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat
bertindak keraas tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki risiko tinggi yaitu
pria berusia 15 – 25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan
budaya kekerasan, peminum alcohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008). Perilaku
kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk. 2008).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007, hal. 146).Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI,
2000)Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 1993).Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah
keadaan dimana individu – individu berisiko menimbulkan bahaya langsung pada
dirinya sendiri maupun orang lain.
B. ETIOLOGI
Perilaku
kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri, meliputi :
a.
Harga diri rendah
Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
b.
Frustasi
Seseorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
c.
Hilangnya harga diri
Pada
dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya.
C.
FAKTOR – FAKTOR YANG MENYEBABKAN
PERILAKU KEKERASAN
A. Faktor Predisposisi
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologic, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Toswend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah :
1. Teori Biologik
Teori
biologic terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku,
diantaranya :
a. Neurobiologik
Ada
3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif, system
limbic, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. System limbic
merupakan system informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada system ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari system neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impils agresif. System limbic terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai
neurotransmitter (epinephrine, norepinephrine, dopamine, asetilkolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenal oleh Selye
dalam teorinya tentang respon terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian
membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetic
karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sidroma
otak organic terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak
kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang system limbic dan lobus
temporal; trauma otak; yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologi
a. Teori Psikoanalitik
Teori
ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku
agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b. Teori pembelajaran
Anak
belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan ujian
yang positif. Anak memilki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang di alaminya, mereka mulai
meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar
sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap
perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara menerima perilaku kekerasan
sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /
padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
B. Faktor Presipitasi
Faktor – faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan ( Yosep, 2009) :
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan
eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, menonton
sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal, dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan
sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam
merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seseorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku antisocial
meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol
emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang
terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
D.
TANDA DAN GEJALA
Yosep (2009) mengemukakan bahwa
tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Fisik
a.
Muka merah
b. Pandangan tajam
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat dan sering pula tampak
klien memaksakan kehendak
f. Memukul jika tidak senang
2.
Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau
berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata – kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3.
Perilaku
a. Melempar atau memukul benda / orang
lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri / orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk / agresif
4.
Emosi
a. Tidak adequat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5.
Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme
6.
Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, menyinggung perasaan orang lain,
tidak perduli dan kasar
7.
Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran
8.
Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri
E. POHON MASALAH

![]() |
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
( Budiana Keliat, 1999)
F.
AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN
Klien
dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan risiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Risiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai / membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Beberapa tanda – tanda yang dapat kita amati sebagai akibat dari perilaku
kekerasan, diantaranya memperlihatkan permusuhan, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberikan kata – kata ancaman dengan rencana melukai, menyentuh orang
lain dengan cara yang menakutkan, mempunyai rencana untuk melukai.
E.
ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
a. Aspek biologis
Respons
fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi
yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak
nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang
lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup
individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat
penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien
marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi
interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan
dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati
dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses
tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan,
nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
- Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan / amuk.
·
Data subjektif : klien mengatakan marah dan jengkel kepada
orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak – acak lingkungannya.
·
Data objektif : klien mengamuk, merusak dan melempar
barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b. Perilaku kekerasan / amuk dengan
gangguan harga diri: harga diri rendah.
·
Data subjektif : klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah, riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
·
Data objektif : mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi
dan keras, bicara menguasai, ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam, merusak dan melempar barang – barang.
- Intervensi Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan / amuk.
Tujuan
Umum :
·
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam
terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan
yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks
dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan
dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
b. Klien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan
:
1. Beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan
perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda
tanda perilaku kekerasan.
Tindakan
:
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang
dialami dan dirasakan saat jengkel / kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda
jengkel / kesal yang dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan
:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Tanyakan apakah dengan cara yang
dilakukan masalahnya selesai
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan.
Tindakan
:
1. Bicarakan akibat / kerugian dari
cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat
dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari
cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara
konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan
:
1. Tanyakan kepada klien apakah ia
ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara
lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain
yang sehat.
·
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
·
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung.
·
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah
yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
·
Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara
mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan
:
1. Bantu memilih cara yang paling
tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara
yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah
dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas
keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah
dipilih saat jengkel / marah.
h. Klien mendapat dukungan dari
keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan
:
1. Identifikasi kemampuan keluarga
merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam
merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien
i.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan
:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang
diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan
kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat
(nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan
efek samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada
perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat
dengan benar.
b. Perilaku kekerasan berhubungan
dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan
Umum :
·
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan
khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan perawat
Tindakan
:
1.
Bina hubungan saling percaya,
2.
Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3.
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4.
Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
- Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian
negatif
3.
Utamakan memberi pujian yang realistis.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang
dapat digunakan.
Tindakan
:
1.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
2.
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
- Klien dapat menetapkan / merencanakan
kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1.
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
2.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan.
- Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
1.
Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2.
Beri pujian atas keberhasilan klien.
3.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
- Klien dapat memanfaatkan
sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1.
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2.
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
g.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
(sesuai program).
Tindakan :
1. Diskusikan
dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
2. Bantu
klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan
waktu).
3. Anjurkan
untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Implementasi
Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah disusun.
5. Evaluasi
Evaluasi hasil sesuai dengan kriteria hasil /
outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Catur, Antonius. 2010. Perilaku Kekerasan. Availlable : http://blogs.unpad.ac.id/antoniuscatur/files/2010/04/kekerasan.pdf.
(acessed : 5 Maret 2013).
Harnawati. 2008. Askep Perilaku Kekerasan. Availlable : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-perilaku-kekerasan/.
(accessed : 5 Maret 2013).
Keliat,
Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Keliat, Budi
Ana. 1999. Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3, Jakarta : EGC.
Scribd. 2010. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Perilaku Kekerasan. Availlable : http://www.scribd.com/doc/76134074/Asuhan-Keperawatan-Pasien-Dengan-Perilaku-Kekerasan.
(acessed : 5 Maret 2013).
Stuart,
Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Edisi 5. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment