Juniartha Semara Putra
LAPORAN
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN
KEJANG DEMAM
A. KONSEP
DASAR
1.
PENGERTIAN
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang
tinggi. Suhu badan ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing,
1995).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Marvin A. Fishman (2007), kejang demam terjadi pada 2-4%
anak usia di bawah 6tahun. Kriteria diagnostik mencakup: kejang pertama yang
dialami oleh anak berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak
berusia kurang dari 6tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf
pusat; anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam
bersifat dependen-usia, biasanya terjadi pada anak berusia antara 9 dan 20
bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6 bulan.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik
yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak.
Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun.
(Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan
suhu tubuh suhu rektal di atas 38°C. (Riyadi dan Sujono, 2009)
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada
saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ispa. Kejang ini akan
kejang umum dengan pergerakkan klonik selama kurang dari 10menit. Sistem syaraf
pusat normal dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan
telah menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika
terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang demam setelah usia
6tahun.
2.
ETIOLOGI
Menurut Randle John (1999)
kejang demam dapat disebabkan oleh:
a.
Demam
tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis
media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam
berdarah, dan lain-lain.
b.
Efek
produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
c.
Respon
alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d.
Perubahan
cairan dan elektrolit.
e.
Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
§ Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60%
kasus. Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
§ Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan
perinatal tinggi
§ Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga
tinggi, tapi kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian
besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi
faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan
terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan
suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi
otak kogenital, faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis),
penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan
penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat
ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi
yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut,
bronkitis. (Riyadi dan sujono, 2009).
3.
PATOFISIOLOGI
Sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a.
Perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b.
Rangsangan
yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
c.
Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
4.
KLASIFIKASI
KEJANG DEMAM
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus
badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian
yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
v Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal
sebagai berikut;
1.
Tanda-tanda
motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan
setiap kejang sama
2.
Tanda
atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
3.
Gejala
sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan jatuh dari
udara, parestesia.
4.
Gejala
psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
v Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada
tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.
(Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
5.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah
meliputi:
1.
Elektro
encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini
dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan
untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2.
Pemeriksaan
cairan cerebrospinal
Hal ini
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.
3.
Darah
ü Glukosa Darah : Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
ü BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
ü Elektrolit : K,
Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl
)
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4.
Cairan Cerebo Spinal :
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5.
Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
6.
Tansiluminasi :
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2
tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
6.
PENAKTALAKSANAAN
MEDIS
1.
Pengobatan
a.
Pengobatan
fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
·
Dosis
awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
·
Bila
kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b.
Turunkan
panas
·
Anti
piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
·
Kompres
air PAM / Os
c.
Mencari
dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus
yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
d.
Pengobatan
profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e.
Penanganan
sportif
·
Bebaskan
jalan napas
·
Beri zat
asam
·
Jaga
keseimbangan cairan dan elektrolit
·
Pertahankan
tekanan darah
2.
Pencegahan
a.
Pencegahan
berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan antipiretika
pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b.
Pencegahan
kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
- Fero barbital
- Fenitorri
- Klonazepam
|
:
:
:
|
5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
(indikasi khusus)
|
B. TEORI ASUHAN
KEPERAWATAN KEJANG DEMAM
1.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data,
analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data
akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu
dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa
percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan
klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi,
buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
A.
Data Subjektif
a.
Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b.
Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
ü Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak
ü Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan
kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
ü Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan
respon terhadap prognosa dan pengobatan.
ü Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
ü Apakah serangan berupa
kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
ü Apakah serangan berupa tonus
otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
ü Apakah serangan dengan kepala
dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada
spasme infantile ?
ü Frekuensi serangan
ü Apakah penderita mengalami
kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa
frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
ü Sebelum kejang perlu
ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang,
misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang
dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita
segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya ?
c.
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara
(khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA,
OMA, Morbili dan lain-lain.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi
untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak,
KP, OMA dan lain-lain.
e.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan
per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil.
Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (
forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
f.
Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
g.
Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
ü Personal sosial
(kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
ü Gerakan motorik halus :
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil
dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
benda, dan lain-lain.
ü Gerakan motorik kasar :
berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
ü Bahasa : kemampuan memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
h.
Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
i.
Riwayat sosial
j.
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan
emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan
anggota keluarga dan teman sebayanya ?
k.
Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
l.
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana
? Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
ü Pola persepsi dan
tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis
?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang
diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
ü Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ? Makanan apa saja yang disukai
dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari ?
ü Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan
apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
ü Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
ü Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun
tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
B.
Data Objektif
a.
Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b.
Pemeriksaan Fisik
ü Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
ü Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit
pada pasien.
ü Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi
sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
ü Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa
pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
ü Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
ü Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
ü Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries
gigi ?
ü Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat ?
ü Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
ü Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada auskultasi,
adakah suara napas tambahan ?
ü Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
ü Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?
ü Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
ü Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
ü Genetalia
ü Adakah kelainan bentuk oedema,
sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan nafas.
2.
Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
3.
Risiko
terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan suhu tubuh.
4.
Risiko
cedera berhubungan dengan adanya kejang
5.
Kurang
pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.
3.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
NO DX
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
INTERVENSI
|
TUJUAN ATAU KRITERIA
HASIL
|
RASIONAL
|
1.
|
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
menumpuknya sekret pada jalan nafas.
|
·
Letak posisi klien
dengan posisi kepala ekstensi.
·
Observasi gejala
kardinal terutama pernapasan selama penderita kejang.
·
Berikan penjelasan
pada klien dan keluarganya.
|
Jalan
nafas bersih dalam waktu 1 X 24
menit.
·
Jalan nafas bersih
·
Penderita tidak sesak
·
Sekret tidak ada
·
Respirasi normal 20 –
26 X / menit
|
·
Dengan posisi
ekstensi diharapkan dapat mencegah terjadinya lidah jatuh kebelakang dan
jalan nafas longgar.
·
Dengan observasi
diharapkan dapat mengetahui keadaan sedini mungkin.
·
Menambah
wawasan keluarga
|
2.
|
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
(terganggunya sistem termogulasi)
|
·
Berikan cairan
elektrolit sesuai dengan kebutuhan.
·
Beri minum yang
banyak.
·
Kolaborasi dengan tim
medis (dokter) dalam pemberian cairan infus.
|
Rasa
nyaman terpenuhi.
·
Cairan tubuh tetap
seimbang antara intake dan output.
·
Membran mukosa basah.
·
Turgor kulit baik.
·
Klien tidak merasa
haus.
·
Tanda-tanda vital
normal.
|
·
Diharapkan cairan
tubuh terpenuhi
·
Dapat menambah cairan
yang hilang akibat suhu badan yang tinggi.
·
Diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
|
3.
|
Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan
dengan adanya peningkatan suhu tubuh.
|
·
Berikan kompres basah
pada daerah axilla dan lipatan paha
·
Berikan baju tipis
·
Berikan penjelasan
kepada klien dan keluarga
·
Kolaborasi dengan tim
medis (dokter) dalam pemberian obat antipiretik
|
Tidak
terjadi kejang berulang
·
Tidak kejang
·
Suhu tubuh normal
·
Tanda-tanda vital
kembali normal
|
·
Dengan kompres basah
pada daerah axilla dan lipatan paha dapat menurunkan suhu tubuh, karena
daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga mempercepat penguapan.
·
Dengan Baju tipis
diharapkan akan mengetahui perubahan dan perkembangan sedini mungkin.
·
Dengan diberikan
penjelasan diharapkan akan menambah pengetahuan klien tentang penyakit.
·
Dengan obat anti
piretik diharapkan dapat menurunkan panas
|
4.
|
Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang
|
·
Sediakan
lingkungan yang aman
·
Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien sesuai kondisi fisik
·
Menghindarkan
lingkungan yang berbahaya
·
Memasang
side rail tempat tidur
·
Membatasi
pengunjung
|
Risiko cedera dapat terkontrol
|
·
Mencegah
cedera pasien
·
Kebutuhan
keamanan pasien bergunan untuk mencegah cedera pasien
·
Mengurangi
risiko cedera
·
Perlindungan
kepada pasien supaya tidak jatuh dari tempat tidur
·
Mengurangi
kegelisahan pasien karena banyaknya pengunjung
|
5.
|
Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan
penderita selama kejang berhubungan dengan kurangnya informasi.
|
·
Informasi keluarga
tentang kejadian kejang dan dampak masalah, serta beritahukan cara perawatan
dan pengobatan yang benar.
·
Informasikan juga
tentang bahaya yang dapat terjadi akibat pertolongan yang salah.
·
Ajarkan kepada
keluarga untuk memantau perkembangan yang terjadi akibat kejang.
·
Kaji kemampuan
keluarga terhadap penanganan kejang.
|
Keluarga
mengerti maksud dan tujuan dilakukan tindakan perawatan selama kejang.
·
Keluarga mengerti
cara penanganan kejang.
·
Keluarga tanggap dan
dapat melaksanakan peawatan kejang.
·
Keluarga mengerti
penyebab tanda yang dapat menimbulkan kejang.
|
·
Diharapkan keluarga
mengetahui cara perawatan dan pengobatan yang benar.
·
Diharapkan keluarga
mengerti akibat dari pertolongan yang salah.
·
Diharapkan keluarga
mengerti bahaya dari kejang.
·
Dengan mengkaji pada
keluarga diharapkan mampu menangani gejala-gejala yang menyebabkan kejang.
|
4.
IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien
5.
EVALUASI
Evaluasi
dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta
: EGC
Fishman, Marvin
A. 2007. Buku
Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman,
T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan:
Difinisi Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made
Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Huda,
Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media
Action.
Lumbantobing
SM, .1995. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru
Lynda
Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Keperawatan. Penerjemah Monica Ester. Jakarta: EGC
Marilyn
E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made. Jakarta: EGC
Matondang,
Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto
Rendle
John. 1999. Ikhtisar
Penyakit Anak. Edisi ke 6. Jakarta: Binapura Aksara
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku
Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santosa
NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar
Keperawatan). Jakarta: Depkes RI
Santosa
NI, 1993. Asuhan Kesehatan Dalam Konteks
Keluarga. Jakarta: Depkes RI
Soetjiningsih.
1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suharso
Darto. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas Airlangga
Sumijati
M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada
Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya: PERKANI
Wahidiyat
Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta:
PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik.
Jakarta. Buku Kedokteran
No comments:
Post a Comment