Juniartha Semara Putra
Sebelum Operasi
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendicitis merupakan salah satu
jenis penyakit dari sekian banyak penyakit yang banyak diderita oleh manusia
pada saat sekarang ini. Dengan saluran pencernaan yang merupakan yang merupakan lokasi appendicitis yaitu appendiks yang merupakan suatu tube dengan panjang kira
– kira 9cm dengan mengandung banyak limfe nodes. Appendicitis biasanya
menyerang pada usia dewasa antara 20 - 30 tahun. Namun demikian appendicitis
dapat menyerang semua kelompok manusia
termasuk lanjut usia. Bila terjadi pada lanjut usia maka kemungkinan
bisa sangat serius.
Tindakan
terhadap penyakit Appendicitis atau usus buntu adalah dengan jalan operasi
mengambil usus buntu yang disebut
Appendectomy. Operasi ini dilakukan jika kondisi peradangan bersifat lokal adan
tidak terjadi ruptur. Operasi abdomen yang lebih ekstensif (laparotomi
abdominal) harus dilakukan jika usus buntu ternyata pecah. Dengan melihat
insiden dan permasalahan yang
ditimbulkan sangat kompleks serta merupakan tantangan dalam asuhan keperawatan,
maka peran perawat sebagai pelaksana
asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, diharapkan
mampu mengatasi permasalahan yang dijumpai dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan,
mencegah kambuhnya penyakit serta mengupayakan penyuluhan sehingga dapat
terhindar dari komplikasi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A Konsep
1. Pengertian
Appendicitis adalah :
Peradangan pada appendiks vermifornis
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
2. Epidemiologi
Dapat menyerang semua kelompok termasuk lanjut usia. Pada anak-anak dan dewasa muda
terinfeksi sistemik seperti infeksi pernapasan dapat menyebabkan hyperplasia
jaringan limfoid pada appendiks dimana respon hiperplastik dapat melibatkan
lumen appendiks dan mulai terjadi appendicitis. Rata-rata insiden yaitu 1-2 per 1000 dengan dewasa
muda antara 20-30 tahun. Namun demikian apendisitis dapat menyerang semua
kelompok termasuk lanjut usia. (Doughty, D. B. et al. (1993).
3. Penyebab.
Penyebab yang paling umum dari
appendicitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah ad an mengikis mukosa menyebabkan peradangan. Penyebab yang lain adalah feses yang keras atau tumor.
·
Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang
keras)
·
Pemberian barium
·
Berbagai macam penyakit cacing
·
Tumor
·
Striktur
karena fibrosis pada dinding usus
2
4. Pathofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen Apeendiks oleh hyperplasia
, folikel limfoid, fekalit, benda asing, striptur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obtruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendik mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menhambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapidisis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah akan terjadi apendik akut
fokal yang ditandai oleh nyeri
epdestrium. Bila sekresi mukus terus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edem bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi invak dinding appendik yang diikuti dengan ganggren (Arif Mansjoer,
2000).
5. Klasifikasi
Apendik dapat dibagi
atas dua bagian yaitu.
a. Apendik Akut : jarang ditemui
pada anak dibawah 5 tahun dan orang tua diatas 50 tahun. Apendicitis dapat dibagi atas tiga bagian :
1) Apendicitis acut focalik atau
segmentalis.
Terjadi pada bagian distal
yang meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal berisi nanah.
2) Apendicitis acut purulenta
diffusa.
Pembentukan nanah yang
berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi mikrosis dan pembusukan
yang disebut appendicitis gangrenous.
Pada appendicitis gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis
kedalam rongga perut dan mengakibatkan peritonitis.
3) Apendicitis acut traumatic.
Disebabkan oleh karena trauma
karena kecelakaan pada operasi didapatkan tampak lapisan eksudat dalam rongga
maupun permukaan.
b. Appendicitis kronik.
Appendicitis kronik dibagi atas dua bagian
antara lain :
1) Appendicitis cronik focalis.
Secara mikroskopis nampak
fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis.
2) Appendicitis cronik
obliterative.
Terjadi fibrosis yang luas
sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub serosa, sehingga terjadi
obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal dengan menghilangnya
selaput lender pada bagian tersebut.
5
6. Manifestasi Klinis
Sakit di
sekitar umbilicus dan epigastrium disertai anoreksia, nausea dan vomiting.
Beberapa jam kemudian diikuti oleh sakit perut di kanan bawah dengan diser atai
kenaikan suhu tubuh yang ringan.
Pada bayi dan anak – anak (balita) tidak
menunjukkan letak sakit tapi dirasakan menyentuh. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan
beralih kekwadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperbilat bila berjalan
atau batuk. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap, namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan
dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri
lepas dan spasme biasanya juga muncul.
Bila tanda rovsing positif akan semakin meyakinkan diagnose klinis
appendicitis.
7. Pemeriksaan fisik.
(Posisi klien berbaring)
Inspeksi :
a. Klien nampak kesakitan,
penampilan (expresi) yang tidak ceria.
b. Pergerakan sangat hati-hati
pada yang acut.
c. Bila berbaring kaki kanan
sedikit ditekuk.
d. Klien merasa sakit kalau
disuruh menekuk kaki kanan.
Palpasi :
a. Suhu badan hangat diukur
berkisar 37 – 38 C
b. Pemeriksaan pada perut akan
menunjukkan nyeri tekan pada perut kanan bawah.
c. Palpasi ringan abdomen dari
sisi kiri ke kanan memungkinkan pemeriksa vigiditas atau devans muskuler ringan.
d. Bila appendiks yang meradang
terletak didalam pelpis maka nyeri tekan dapat dideteksi dengan cara
rektaltose.
Perkusi :
Bila diketuk
pada kuadran kanan bawah klien akan menjerit, meringis karena sakit yang hebat.
6
8. Studi Diagnostik dan Hasil
a. Hitung sel daarah putih = meningkat 10.000
– 16.000 mm3 dengan pergeseran ke kiri (75% neutrofil).
b. X – ray perut = menunjukkan fecalith pada
kuadran kanan bawah atau daerah ileus untuk membedakan appendicitis dengan
ulser perforasi (udara bebas di bawah diafragma indikasi perforasi).
c. Urnalisis = tidak ada atau sedikit
leukositosis dan sel darah merah, digunakan untuk membedakan appendicitis dengan
penyakit saluran kemih.
9. Manajemen Medis
a. Sebelum
operasi :
1) Observasi.
Dalam 8 –
12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendicitis sering kali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilakukan. Pasien
diminta melakukan tirah baring dan di puasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya appendicitis ataupun bentuk perinitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rekal serta
pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic.
Foto
Abdomen dan thorax tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain, pada kebanyakan kasus didiagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri di
daerah kanan bawah 12 jam setelah timbulnya keluhan. Status puasa cairan dan elektrolit perlu, persiapan untuk pembedahan
(informed consent, pendidikan preoperasi).
b. Terapi obat = anibiotik seperti
metronidasole atau cofamandole biasanya dosis tunggal sebelum pembedahan,
dilanjutkan setelah pembedahan bila perforasi dengan kontaminasi peritoneal diberikan
setelah pembedahan.
2) Pembedahan = appendictomy.
3) Pasca
operasi. Observasi tanda-tanda vital
untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam shock, hiperternia, atau ganguan
pernapasan.
7
Pasien dikatakan baik bila 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan
operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml per jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml per jam dan setelahnya berikan makanan saring dan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan
untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit dan hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk diluar kamar.
Hari ketujuh angkat jahitan.
B. Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
1) Sebelum operasi. mengatakan
Nyeri
daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah mual, muntah, kembung Tidak nafsu makan, demam Tungkai kanan tidak dapat
diluruskan.
2) Sesudah operasi. mengatakan
- Nyeri daerah operasi
- Lemas
- Haus
- Mual, kembung
- Pusing.
b. Data
Obyektif.
1) Sebelum
operasi
-
Nyeri tekan
di titik Mc. Burney
-
Wajah mengkerut
-
Perilaku distraksi
-
Respon otomatis
-
Spasme otot
-
Takhikardi, takipnea
-
Pucat, gelisah
-
Bising usus berkurang atau tidak ada
-
Demam 38 - 38,5 ° C
8
2) Sesudah operasi
- Terdapat luka operasi di kuadran kanan
bawah abdomen
- Terpasang
infus
- Terdapat
drain/pipa lambung
- Bising
usus berkurang
- Selaput
mukosa mulut kering
2. Diagnosa Keperawatan
Sebelum Operasi
Ø Nyeri abdomen b.d distensi jaringan usus.
DS : Mengeluh nyeri di daerah pusar menjalar ke daerah kanan
bawah,menjadi lebih berat saat melakukan aktivitas
DO : Nyeri tekan di titik Mc Burney, wajah pasien meringis menunjukan
expresi nyeri,tungkai kanan tidak dapat diluruskan , pergerakan terbatas ,
abdomen ditahan agar tidak nyeri
Ø Hiperthermi
b. d respon inflamasi
DS : Mengeluh badan demam
DO : Peningkatan suhu tubuh 37 – 38,kulit teraba hangat
Ø Resiko
kekurangan volume cairan b.d mual,
muntah.
DS : Mengeluh mual dan muntah
DO : -
Ø Kecemasan berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.
DS : Pasien mengatakan cemas,dan menanyakan hal – hal yang belum
diketahui.
DO : Gelisah,sering bertanya tentang prosedur pembedahan.
3. Perencanaan Keperawatan
Sebelum Operasi
Ø Nyeri abdomen b.d distensi jaringan
usus.
Goal dan obyektif : Pasien
akan mempertahankan kenyamanan selama
9
perawatan dengan kriteria evaluasi dalam 1 – 2 jam intervensi
penghilangan nyeri, persepsi subjektif pasien tentang nyeri menurun, dibuktikan
dengan skala nyeri, indikator – indikator obyektif, seperti men\ringis, wajah
dan posisi tubuh relaks (tidak ada/menurun).
Intervensi Keperawatan
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi
nyeri. Gunakan skala nyeri dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri) – 10 (nyeri
paling buruk). Waspada tentang karakteristik ketidaknyamanan selama tahap –
tahap berikut dari appendicitis.
w Tahap Awal : Nyeri abdomen (baik
epigastrik atau umbilikal) mungkin tidak jelas atau menyebar, mual dan muntah :
demam : sensitifitas di atas area appendiks.
w Tahap Intermediet (akut) : Nyeri berpindah
dari epigastrium ke kuadran kanan bawah pada titik Mc. Burney dan meningkat
dengan berjalan atau batuk. Nyeri dapat disertai dengan sensasi konstipasi,
anoreksia, malaise, kadang – kadang diare, penurunan peristaltik usus juga terjadi.
w Appendicitis akut dengan perforasi :
peningkatan kekakuan abdomen.
R /.Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,kemajuan
penyembuhan.Perubahan pd karakteristik nyeri menunjukan terjadinhya abses atau
pertonitis memerlukan upaya evaluasi medis dan intervensi.
2. Berikan
tindakan kenyamanan.latihan relaksasi,napas dalam.
R /. Meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping pasien .
3.
Pertahankan
pasien puasa sebelum pembedahan
R/. Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan iritasi
gaster/muntah.
10
4. Bantu posisi pasien untuk kenyamanan
optimal.
R/.menemukan kenyamanan pada
posisi miring dengan lutut ditekuk, sedangkan yang lain merasa nyerinya hilang
apabila terlentang dengan bantal di bawah lutut.
5. Kompres es pada daerah yang sakit.
R/. Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung
saraf.
Ø Hiperthermi
b.d respon inflamasi.
Gold
an obyektif : Pasien akan mempertahankan suhu tubuh yang normal selama dalam
perawatan dengan criteria 1-2 jam intervensi di berikan dapat dilihat tanda
sebagai berikut;suhu tubuh dalam batas normal 36-37,bebas dari kedinginan.
1.
Pantau suhu tubuh pasien
R/
Suhu 38 menunjukan proses penyakit infeksi
2.Berikan
kompres hangat ,hindari penggunaan alcohol
R/
dapat membantu mengurangi demam,
3.kolaborasi
pemberian anti piretik
R/
di gunakan utk mengurangi demam dgn aksi sentralnya pada hipotalamus.
3.Kekurangan volume cairan b.d
mual, muntah.
Goal dan obyektif : Pasien
akan mempertahankan keseimbangan cairan yang normal selama perawatan dengan kriteria
evaluasi dalam 1 – 2 jam intervensi diberikan dapat dilihat tanda sebagai
berikut : bibir tiadak kering, mukosa membran lembab, turgor kulit baik, tidak
kering.
Intervensi Keperawatan :
1. Kontrol TTV terhadap peningkatan suhu,
peningkatan frekwensi nadi, hipotensi tiap 4 jam.
R/. Tanda yang membantu mengindentifikasi volume intravascular
11
2. Auskultasi
bising usus catat kelancaran flastus dan gerakan usus.
R/. Indikator kembalinya peristaltic,kesiapan untuk pemasukan peroral
3. Pasang
infus dan pipa lambung sesuai
dengan program medik.
R/. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.
4. Kontrol cairan keluar dan masuk bila urin
< 30/jam, laporkan dokter.
R/. Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan
kebutuhan pengantian .
5. Berikan
sejumlah kecil minuman dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
R/. Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan
Ø Kecemasan
b.d penurunan status kesehatan.
Goal dan obyektif : Pasien
akan meningkatkan pengetahuannya dengan kriteria evaluasi pasien mengungkapkan
pengetahuan tentang prosedur pembedahan termasuk persiapan preoperasi dan
sensasi dan perawatan
operasi dan mendemonstrasikan
latihan pascaoperasi dan menggunakan alat sebelum prosedur pembedahan atau pada
kedaruratan selama periode pascaoperasi segera.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pemahaman pasien tentang diagnosis, prosedur bedah, ritunitas
preoperasi dan program pascaoperasi. Evaluasi
tenatang hasrat pasien terhadap informasi tentang diagnosa dan prosedur.
R/.Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat
pilihan utk informasi .
2. Jelaskan tentang diagnosa dan prosedu
pembedahan sesuai kebutuhan.
R/ Informasi me3nurunkan cemas.
12
3. Jelaskan tentang peristiwa preoperasi :
w Dimana pasien akan berada sebelum, selama
dan segera setelah operasi.
w Obat – obatan preoperasi dan waktu
pembedahan.
w Penatalaksanaan nyeri, termasuk sensasi
yang akan dirasakan.
w Pemasangan kateter, selang dan ala
pemberian oksigen.
w Perubahan aktivitas posisi.
w Perlunya menghindari merokok selama
periode preoperasi.
w Jam kunjungan dan lokasi ruang tunggu.
R/ Mengetahui apa yg diharapkan dapat menurunkan kecemasan
4. Jelaskan aktivitas, latihan dan
kewaspadaan pascaoperasi. Izinkan pasien kembali mendemonstrasikan alat dan
latihan berikut dengan cepat :
§ Napas dalam dan latihan batuk. .
§ Gerakkan naik turun dari tempat tidur.
R/ Mencegah kelemahan dan perasaan sehat.
5. Sebelum pasiena pulang, anjurkan tentang
aktivitas yang akan dilakukan :
Meningkatkan aktivitas secara
bertahap, menghindari secara bertahap sesuai toleransi, menghindari mengangkat
beban (> 5Kg), menghindari mengemudi mobil (sering selama 4 – 6 minggu).
R/ Menghindari peningkatan tekanan intra abdomen yg tidak perlu.
6. Berikan waktu pada pasien untuk mengajukan
pertanyaan dan mengekspresikan perasaan :.
R/ Meningkatkan proses belajar dan mengambil keputusan dan menurunkan
kecemasan.
13
4. Evaluasi
1.
Nyeri pasien berkurang
2.suhu
tubuh dalam batas normal
3
Mempertahankan keseimbangan cairan
4.
Mengatakan tidak cemas lagi.
5. Pendidikan Pasien – Keluarga dan Rencana
Penulangan
Berikan psien dan orang terdekat informasi verbal dan tertulis
mengenai hal berikut :
1. Obat
- obatan termasuk nama obat,
tujuan, dosis, jadwal, kewaspadaan, interaksi obat – obatan dan makanan/obat
dan potensial efek samping.
2. Perawatan insisi, termasuk penggantian
balutan dan pembatasan mandi bila tepat.
3. Indikator
- indikator infeksi : demam,
menggigil, nyeri insisi, kemerahan, bengkak dan keluar drainase purulent.
4. Menghindari enema untuk beberapa minggu pasca operasi,
waspadakan pasien tentang perlunya memeriksa pada dokter sebelum melakukan
enema.
5. Kewaspadaan pascabedah : Menghinadari
mengangkat objek berat (> 4,5kg) selama 6 minggu pertama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Appendicitis merupakan penyakit yang bisa terjadi pada anak, orang dewasa dan
lanjut usia. Untuk mengatasi penyakit ini salah satu alternatif pemecahan
masalah adalah dengan tindakan
pembedahan atau appendectomy.
Masalah
yang timbul setelah pasien mengalami pembedahan mempengaruhi seluruh
sistem tubuh diantaranya sistem pernapasan, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan rasa nyaman serata masalah – masalah post operasi lainnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, tidak
hanya tergantung pada dokter, tetapi juga sangat tergantung pada pelayanan
perawat dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. (1991) Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Suharyati Samba, Volume
I, EGC, Jakarta
Dougthy, D. B. et al (1993) Gastrointestinal
Disorders, Mosby, Toronto
Doengoes, M. E. (2000), Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Perencanaan untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC, Jakarta.
Reeves, J. C. dkk (2001), Keperawatan Medikal Bedah,
Penerjemah Joko Setyono, Salemba Medika, Jakarta.
Mansjoer Arif dkk.( 2000) Kapita
Selekta Kedokteran,jilid 2 FKUI.
Carpenito Lynda Juall .(2000)
Diagnosa Keperawatan ,Edisi 6 EGC
16
No comments:
Post a Comment