Juniartha Semara Putra
ANATOMI
DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
I. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
Anatomi saluran pernapasan terdiri atas
saluran pernapasan atas (rongga hidung, sinus paranasal, dan faring), saluran
pernapasan bagian bawah (faring, trachea, bronchus, dan alveoli), sirkulasi
pulmonal (ventrikel kanan, arteri pulmonal, arteriola pulmonal, kapiler
pulmonal, venula pulmonal, vena pulmonal, dan atrium kiri), paru-paru
(paru-paru kanan 3 lobus dan paru-paru kiri 2 lobus), rongga perut, dan
otot-otot pernapasan.
A. Saluran Pernapasan Atas
1. Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi dengan epitelium silinder dan sel
spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir sehingga permukaan
nares basah dan berlendir. Selaput lendir ini kaya akan pembuluh darah, yang
bersambung dengan lapisan farinx dan dengan semua sinus yang mempunyai lubang
masuk dalam rongga hidung.
Hidung menghubungkan lubang-lubang
sinus udara para nasalis yang masuk kedalam
rongga hidung dan lubang naso-lakrimal yang menyalurkan air mata (bawah rongga nasalis). Fungsi hidung antara lain:
a.
Menghangatkan udara. Udara dihangatkan oleh
permukaan konka dan septum nasalis setelah melewati faring dengan suhu kurang
lebih 36˚C.
b.
Melembabkan udara. Sejumlah besar udara
dilembabkan sebelum melewati hidung dan bila mencapai faring kelembaban kurang
lebih 75%.
c.
Menyaring udara yang masuk. Udara yang
disaring oleh bulu-bulu hidung jauh lebih banyak dan partikel diatas rongga
disaring oleh rambut vestibular, lapisan mukosilier dan lisozim.
2.
Sinus Paranasal
Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mucus, membantu
pengaliran air mata melalui saluran nasolakrimalis, dan membantu dalam menjaga
permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembap. Sinus paranasal juga termasuk
dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung. Wilayah pembau tersebut
terdiri atas permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum
nasal, dan bagian superior konka hidung. Reseptor di dalam epitel pembau ini
akan merasakan sensasi bau.
3.
Faring
Faring
merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring
merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut (Scanlon, 2007).
Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu
(Rumahorbo, 2000) :
a.
Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian
utama dari faring. Disamping sebagai saluran udara, nasofaring juga mempunyai
peran sebagai penangkal infeksi dan penunjang fungsi telinga.
b. Orofaring
Orofaring merupakan bagian
tengah dari faring yang terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai
saluran udara serta saluran makanan.
c. Laringofaring
Laringofaring merupakan
bagian terakhir dari faring. Seperti orofaring, bagian ini berperan sebagai
saluran udara dan saluran makanan.
B. Saluran
Pernapasan Bawah
1. Laring
Laring
(pangkal tenggorokan) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan
udara, bagian pertama dari saluran pernapasan bagian bawah. Laring terletak di
antara faring dan trachea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada
di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring
disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan otot rangka pada
tulang hiouid di bagian atas dan trachea di bawahnya.
Kartilago
yang terbesar adalah kartilago tiroid, dan di depannya terdapat benjolan
subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata pada pria. Kartilago
tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu di bagian anterior
membentuk sebuah sudut seperti huruf V yang disebut tonjolan laringeal.
Kartilago
krikoid adalah kartilago berbentuk cincin yang terletak di bawah kartilago
tiroid (ini adalah satu-satunya kartilago yang berbentuk lingkaran lengkap).
Kartilago aritenoid adalah sepasang kartilago yang menjulang di belakang
krikoid, dan di atasnya terdapat kartilago kuneiform dan kurnikulata yang
sangat kecil. Di atas kartilago tiroid terdapat epiglottis yang berupa katup
dan berfungsi membantu menutup laring saat menelan makanan.
Laring
dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini berjumlah dua: bagian atas
adalah pita suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang disebut dengan
ventrikularis, bagian bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara
disebut dengan vokalis.
Laring
mempunyai peran utama yaitu sebagai saluran udara, sebagai pintu pengatur
perjalanan udara pernafasan dan makanan (switching mechanism) serta
sebagian organ penimbul suara. Peran sebagai pengatur perjalanan udara
pernafasan dan makanan dilakukan oleh epiglotis sedangkan peran sebagai organ
penimbul suara dilakukan oleh pita suara (korda vokalis).
2. Trakhea
Trakea merupakan lanjutan
dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti pipa atau kuku kuda (huruf C).
Panjang trakea kurang lebih 9 - 11 cm berdiameter 2,5 cm. Pada pinggir bawah
trakea vertebrae torakalis ke-4, trakea bercabang dua menjadi bronkhus kiri dan
bronhus kanan yang memisahkan trakea menjadi bronkhus kiri dan bronkhus kanan
disebut karina.
3.
Bronkus
Bronkhus (cabang
tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea yang terdapat dari vertebra
torakalis ke-IV dan ke-V. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkhus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai tiga cabang. Bronkhus
kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9 – 12
cincin yang mempunyai dua cabang.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping
ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit
lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis
sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai
akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan.
Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru.
4.
Alveoli
Alveolus yaitu tempat pertukaran
gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir
paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira
0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai
Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn. Di sini terjadi pertukaran oksigen
dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar
300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2
milimeter.
5.
Paru-paru
Paru-paru adalah salah satu
organ sistem pernapasan yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung
hawa, alveoli) Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan), berada didalam kantong yang dikelilingi oleh pleura
parietalis dan viseralis (Syaifuddin, 2006
Letak paru-paru di rongga
dada datarnya menghadap kerongga tengah dada atau kavum mediastinum. Pada
bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
dapat terdapat jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura
dibagi menjadi dua yaitu pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal ini terdapat rongga
(kavum) yang disebut kavum pleura. Kavum pleura ini (hampa udara) sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindakan gesekan antara
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006)
Paru-paru dibagi menjadi 2
bagian, yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri dari
3 lobus dan mempunyai 10 segmen, yaitu 3 buah segmen pada lobus superior, 2
buah segmen pada lobus medialis, dan 5 buah segmen pada lobus inferior.
Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus dan mempunyai 8 segmen, yaitu 4 buah segmen
pada lobus superior dan 4 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus
satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh
darah. Getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobus terdapat sebuah
bronkhiolus. Bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin,2006).
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150
juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.
Suplai Darah
Suplai Darah
1.
arteri
pulmonalis
2.
arteri
bronkialis
Innervasi
1.
Parasimpatis
melalui nervus vagus
2.
Simpatis
mellaui truncus simpaticus
Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber
suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah di atrium
kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup
semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir
melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri
pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang
masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis
bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap
kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus,
semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena.
Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.
II. FISIOLOGI
SISTEM PERNAPASAN
Luas permukaan paru-paru yang luas,
yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem sirkulasi, secara teoritis
mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda asing (debu) dan
bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian
bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme
pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks
menelan atau refleks muntah yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam
trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri
kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Selanjutnya, lapisan mukus yang
mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin
(terutama IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk
merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas
sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan
yang paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam
paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas
dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada
permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah
meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan
membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi
peradangan yang nyata.
Proses fisiologis respirasi di mana
oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida
dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium.
1. Stadium
pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar
paru-paru.
2. Stadium
ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
(a) difusi
gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara
darah sistemik dan selsel jaringan;
(b) distribusi
darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi udara dalam
alveolus-alveolus; dan
(c) reaksi
kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3. Respirasi
sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama
respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon
dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh
paru-paru.
Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai
berikut :
1.
interkostalis
eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga.
2.
sternokleidomastoid
yang mengangkat sternum (tulang dada).
3.
skalenus
yang mengangkat 2 iga teratas.
4.
interkostalis
internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
5.
otot
perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma
ke atas.
6.
otot
dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.
A. Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari
paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus
oleh kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dinding
toraks berfungsi sebagai hembusan. Seiama inspirasi, volume toraks bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot.
M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m.
scalenus dan m. intercostalis externus berperanan mengangkat iga. Toraks
membesar dalam tiga arah : anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan
volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg
(relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mm Hg bila paru-paru
mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau
tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan
atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfer rnenyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru
sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan
atmosfer.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toralks, menyebabkan volume toraks berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan iintrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer sekarang terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional paru-paru.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toralks, menyebabkan volume toraks berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan iintrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer sekarang terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional paru-paru.
B. Difusi
Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pernindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mm Hg (21 persen dari 760 mm Hg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan (150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan ventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV 02) dalam kapiler paru-paru besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (P A02 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan C02 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih C02 antara darah dan alveolus memang kecil sekali tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih besar.
Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pernindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mm Hg (21 persen dari 760 mm Hg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan (150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan ventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV 02) dalam kapiler paru-paru besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (P A02 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan C02 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih C02 antara darah dan alveolus memang kecil sekali tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih besar.
C. Hubungan
Ventilasi-Perfusi
Pemindahan
gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi
udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan
perkataan lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmoner harus sesuai. Pada
orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan
perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru. Sirkulasi pulmoner yang
bertekanan dan resistensi rendah mengakibatkan aliran darah di basis paru-paru
lebih besar daripada di bagian apeks paru-paru, disebabkan pengaruh gaya tarik
bumi. Tetapi ventilasinya cukup merata. Nilai rata-rata rasio antara ventilasi
terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,13. Angka ini didapatkan dari rasio rata-rata
laju ventilasi alveolar normal (4 liter/menit) dibagi dengan curah jantung
normal (5 liter/menit). keadaan normal dari ventilasi dan perfusi paru-paru
yang seimbang mendekati nilai 0,8.
Kebanyakan penyakit respirasi mengalami ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi. Akibatnya ventiIasi terbuang sia-sia (V/Q = tak terhingga). Unit respirasi abnormal yang ke dua merupakan shunt unit, di mana tak ada ventilasi, tetapi perfusi normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit diam, di mana tidak ada ventilasi dan perfusi. Tentu saja terdapat variasi-variasi di antara ke tiga kasus ekstrim tersebut, tergantung dari keseimbangan secara menyeluruh antara ventilasi dan perfusi paru-paru.
Kebanyakan penyakit respirasi mengalami ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi. Akibatnya ventiIasi terbuang sia-sia (V/Q = tak terhingga). Unit respirasi abnormal yang ke dua merupakan shunt unit, di mana tak ada ventilasi, tetapi perfusi normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit diam, di mana tidak ada ventilasi dan perfusi. Tentu saja terdapat variasi-variasi di antara ke tiga kasus ekstrim tersebut, tergantung dari keseimbangan secara menyeluruh antara ventilasi dan perfusi paru-paru.
D. Transpor
Oksigen Dalam Darah
Oksigen
dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan : secara fisik
larut dalam plasma atausecara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin (HbO2). Ikatan kimia oksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel.
Jumlah sungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlinear
dengan PaO2 (tekanan parsial oksigen dalam darah arteri), yang ditentukan oleh
jumlah oksigen yang secara fisik larut dalam plasma darah. Sebaliknya, jumlah
oksigen yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai hubungan langsung dengan
tekanan parsial oksigen dalam alveolus (PAO2). Kecuali itu juga tergantung dari
daya larut oksigen dalam plasma. Jumlah oksigen yang dalam keadaan normal larut
secara fisik sangat kecil karena daya larut oksigen dalam plasma yang rendah.
hanya sekitar satu persen dari jumlah oksigen total ang ditranspor ke
jaringan-jaringan ditranspor dengan cara ini. Cara transpor seperti ini tidak
mempertahankan hidup walaupun dalam keadaan istirahat sekalipun. Sebagian besar
oksigen diangkut oleh hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam
keadaan tertentu (misalnya : keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif di
mana terjadi insufisiensi hemoglobin maka oksigen yang cukup untuk
mempertahankan hidup dapat ditranspor dalam bentuk larutan fisik dengan
memberikan oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfir
(ruang oksigen hiperbarik).
Satu
gram hemoglobin dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah pada pria dewasa besarnya sekitair 15gr per
100 ml, maka 100 ml darah dapat mengangkut (15 x 1,34 = 20,1) 20,1 ml oksigen
kalau darah jenuh sekali (SaO2 = 100 persen). Tetapi darah yang sudah
teroksigenisasi dan meninggalkan kapiler paru-paru mendapatkan sedikit tambahan
darah vena yang merupakan darah campuran, dari sirkulasi bronkial. Proses
pengenceran ini yang menjadi penyebab sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru hanya jenuh 97 persen, dan 19,5 persen volume diangkut ke jaringan. Pada
tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke
dalam plasma.
Dari
plasma oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
jaringan-jaringan yang bersangkutan. Meskipun sekitar 75 persen dari hemoglobin
masih berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam
bentuk darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25 psersen oksigen
dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan. Hemoglobin yang
melepaskan oksigen pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi (Hb).
Hemoglobin tereduksi berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada darah
vena, seperti yang kita lihat pada vena superfisial, misainya : pada tangan.
Sedangkan oksihemoglobin (hemoglobin yang berikatan dengan oksigen) berwarna
merah terang dan menyebabkan warna kemerah-merahan pada darah arteri.
E. Transport
Karbon Dioksida Dalam Darah
Transport CO2 dari jaringan keparu-paru
melalui tiga cara sebagai berikut:
1. Secara
fisk larut dalam plasma (10 %)
2. Berikatan
dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (20%)
3. ditransport
sebagai bikarbonat plasma (70%)
Karbon dioksida
berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:
CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3-
CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3-
Reaksi ini
reversibel dan dikenal dengan nama persamaan dapa asam bikarbonat-asam
karbonik. Hiperventilasi adalah ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan
metabolisme berlebihan à alkalosis sebagai akibat eksresi CO2 berlebihan
keparu-paru. Hipoventilasi adalah ventilasi alveoli yang tak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme, sebagai akibat dari retensi CO2 oleh paru-paru.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment