WHO AM I?

I PUTU JUNIARTHA SEMARA PUTRA POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN

Saturday, October 13, 2012

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

Juniartha Semara Putra

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN

I.     ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
       Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan atas (rongga hidung, sinus paranasal, dan faring), saluran pernapasan bagian bawah (faring, trachea, bronchus, dan alveoli), sirkulasi pulmonal (ventrikel kanan, arteri pulmonal, arteriola pulmonal, kapiler pulmonal, venula pulmonal, vena pulmonal, dan atrium kiri), paru-paru (paru-paru kanan 3 lobus dan paru-paru kiri 2 lobus), rongga perut, dan otot-otot pernapasan.
A.  Saluran Pernapasan Atas
1.      Rongga Hidung
Rongga hidung dilapisi dengan epitelium silinder dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir sehingga permukaan nares basah dan berlendir. Selaput lendir ini kaya akan pembuluh darah, yang bersambung dengan lapisan farinx dan dengan semua sinus yang mempunyai lubang masuk dalam rongga hidung.
                        Hidung menghubungkan lubang-lubang sinus udara para nasalis yang masuk          kedalam rongga hidung dan lubang naso-lakrimal yang menyalurkan air mata (bawah           rongga nasalis). Fungsi hidung antara lain:
a.    Menghangatkan udara. Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum nasalis setelah melewati faring dengan suhu kurang lebih 36˚C.
b.    Melembabkan udara. Sejumlah besar udara dilembabkan sebelum melewati hidung dan bila mencapai faring kelembaban kurang lebih 75%.
c.    Menyaring udara yang masuk. Udara yang disaring oleh bulu-bulu hidung jauh lebih banyak dan partikel diatas rongga disaring oleh rambut vestibular, lapisan mukosilier dan lisozim.

2.      Sinus Paranasal
            Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mucus, membantu pengaliran air mata melalui saluran nasolakrimalis, dan membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembap. Sinus paranasal juga termasuk dalam wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung. Wilayah pembau tersebut terdiri atas permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum nasal, dan bagian superior konka hidung. Reseptor di dalam epitel pembau ini akan merasakan sensasi bau.

3.      Faring
             Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut (Scanlon, 2007).
Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Rumahorbo, 2000) :
a.    Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian utama dari faring. Disamping sebagai saluran udara, nasofaring juga mempunyai peran sebagai penangkal infeksi dan penunjang fungsi telinga.
b.     Orofaring
Orofaring merupakan bagian tengah dari faring yang terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai saluran udara serta saluran makanan.
c.    Laringofaring
Laringofaring merupakan bagian terakhir dari faring. Seperti orofaring, bagian ini berperan sebagai saluran udara dan saluran makanan.

B.  Saluran Pernapasan Bawah
1.      Laring
Laring (pangkal tenggorokan) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan udara, bagian pertama dari saluran pernapasan bagian bawah. Laring terletak di antara faring dan trachea. Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan otot rangka pada tulang hiouid di bagian atas dan trachea di bawahnya.
Kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid, dan di depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu di bagian anterior membentuk sebuah sudut seperti huruf V yang disebut tonjolan laringeal.
Kartilago krikoid adalah kartilago berbentuk cincin yang terletak di bawah kartilago tiroid (ini adalah satu-satunya kartilago yang berbentuk lingkaran lengkap). Kartilago aritenoid adalah sepasang kartilago yang menjulang di belakang krikoid, dan di atasnya terdapat kartilago kuneiform dan kurnikulata yang sangat kecil. Di atas kartilago tiroid terdapat epiglottis yang berupa katup dan berfungsi membantu menutup laring saat menelan makanan.
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini berjumlah dua: bagian atas adalah pita suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang disebut dengan ventrikularis, bagian bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara disebut dengan vokalis.
Laring mempunyai peran utama yaitu sebagai saluran udara, sebagai pintu pengatur perjalanan udara pernafasan dan makanan (switching mechanism) serta sebagian organ penimbul suara. Peran sebagai pengatur perjalanan udara pernafasan dan makanan dilakukan oleh epiglotis sedangkan peran sebagai organ penimbul suara dilakukan oleh pita suara (korda vokalis).

2.      Trakhea
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti pipa atau kuku kuda (huruf C). Panjang trakea kurang lebih 9 - 11 cm berdiameter 2,5 cm. Pada pinggir bawah trakea vertebrae torakalis ke-4, trakea bercabang dua menjadi bronkhus kiri dan bronhus kanan yang memisahkan trakea menjadi bronkhus kiri dan bronkhus kanan disebut karina.

3.      Bronkus
Bronkhus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea yang terdapat dari vertebra torakalis ke-IV dan ke-V. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkhus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai tiga cabang. Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9 – 12 cincin yang mempunyai dua cabang.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan  lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

4.      Alveoli
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.

5.      Paru-paru
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli) Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan), berada didalam kantong yang dikelilingi oleh pleura parietalis dan viseralis (Syaifuddin, 2006
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap kerongga tengah dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat  tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum dapat terdapat jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Kavum pleura ini (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindakan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas (Syaifuddin, 2006)
Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian, yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan mempunyai 10 segmen, yaitu 3 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 5 buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus dan mempunyai 8 segmen, yaitu 4 buah segmen pada lobus superior dan 4 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah. Getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobus terdapat sebuah bronkhiolus. Bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin,2006).
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Suplai Darah
1.      arteri pulmonalis
2.      arteri bronkialis
Innervasi
1.    Parasimpatis melalui nervus vagus
2.    Simpatis mellaui truncus simpaticus

Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.


II.  FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
            Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks menelan atau refleks muntah yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang nyata.
      Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium.
1.      Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru.
2.      Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
(a)    difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan selsel jaringan;
(b)   distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan
(c)  reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3.      Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :
1.      interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga.
2.      sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).
3.      skalenus yang mengangkat 2 iga teratas.
4.      interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
5.      otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas.
6.      otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.

A.  Ventilasi
            Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dinding toraks berfungsi sebagai hembusan. Seiama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m. scalenus dan m. intercostalis externus berperanan mengangkat iga. Toraks membesar dalam tiga arah : anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mm Hg bila paru-paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer rnenyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toralks, menyebabkan volume toraks berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan iintrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer sekarang terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional paru-paru.

B.       Difusi
     Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pernindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mm Hg (21 persen dari 760 mm Hg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan (150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan ventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV 02) dalam kapiler paru-paru besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (P A02 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan C02 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih C02 antara darah dan alveolus memang kecil sekali tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih besar.

C.       Hubungan Ventilasi-Perfusi
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan perkataan lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmoner harus sesuai. Pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru. Sirkulasi pulmoner yang bertekanan dan resistensi rendah mengakibatkan aliran darah di basis paru-paru lebih besar daripada di bagian apeks paru-paru, disebabkan pengaruh gaya tarik bumi. Tetapi ventilasinya cukup merata. Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,13. Angka ini didapatkan dari rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 liter/menit) dibagi dengan curah jantung normal (5 liter/menit). keadaan normal dari ventilasi dan perfusi paru-paru yang seimbang mendekati nilai 0,8.
Kebanyakan penyakit respirasi mengalami ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi. Akibatnya ventiIasi terbuang sia-sia (V/Q = tak terhingga). Unit respirasi abnormal yang ke dua merupakan shunt unit, di mana tak ada ventilasi, tetapi perfusi normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit diam, di mana tidak ada ventilasi dan perfusi. Tentu saja terdapat variasi-variasi di antara ke tiga kasus ekstrim tersebut, tergantung dari keseimbangan secara menyeluruh antara ventilasi dan perfusi paru-paru.

D.      Transpor Oksigen Dalam Darah
Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan : secara fisik larut dalam plasma atausecara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan kimia oksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel. Jumlah sungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlinear dengan PaO2 (tekanan parsial oksigen dalam darah arteri), yang ditentukan oleh jumlah oksigen yang secara fisik larut dalam plasma darah. Sebaliknya, jumlah oksigen yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai hubungan langsung dengan tekanan parsial oksigen dalam alveolus (PAO2). Kecuali itu juga tergantung dari daya larut oksigen dalam plasma. Jumlah oksigen yang dalam keadaan normal larut secara fisik sangat kecil karena daya larut oksigen dalam plasma yang rendah. hanya sekitar satu persen dari jumlah oksigen total ang ditranspor ke jaringan-jaringan ditranspor dengan cara ini. Cara transpor seperti ini tidak mempertahankan hidup walaupun dalam keadaan istirahat sekalipun. Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam keadaan tertentu (misalnya : keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif di mana terjadi insufisiensi hemoglobin maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat ditranspor dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfir (ruang oksigen hiperbarik).
Satu gram hemoglobin dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah pada pria dewasa besarnya sekitair 15gr per 100 ml, maka 100 ml darah dapat mengangkut (15 x 1,34 = 20,1) 20,1 ml oksigen kalau darah jenuh sekali (SaO2 = 100 persen). Tetapi darah yang sudah teroksigenisasi dan meninggalkan kapiler paru-paru mendapatkan sedikit tambahan darah vena yang merupakan darah campuran, dari sirkulasi bronkial. Proses pengenceran ini yang menjadi penyebab sehingga darah yang meninggalkan paru-paru hanya jenuh 97 persen, dan 19,5 persen volume diangkut ke jaringan. Pada tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma.
Dari plasma oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan-jaringan yang bersangkutan. Meskipun sekitar 75 persen dari hemoglobin masih berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25 psersen oksigen dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan. Hemoglobin yang melepaskan oksigen pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi (Hb). Hemoglobin tereduksi berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti yang kita lihat pada vena superfisial, misainya : pada tangan. Sedangkan oksihemoglobin (hemoglobin yang berikatan dengan oksigen) berwarna merah terang dan menyebabkan warna kemerah-merahan pada darah arteri.

E.       Transport Karbon Dioksida Dalam Darah
     Transport CO2 dari jaringan keparu-paru melalui tiga cara sebagai berikut:
1.      Secara fisk larut dalam plasma (10 %)
2.      Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (20%)
3.      ditransport sebagai bikarbonat plasma (70%)
Karbon dioksida berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:
CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3-
Reaksi ini reversibel dan dikenal dengan nama persamaan dapa asam bikarbonat-asam karbonik. Hiperventilasi adalah ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan metabolisme berlebihan à alkalosis sebagai akibat eksresi CO2 berlebihan keparu-paru. Hipoventilasi adalah ventilasi alveoli yang tak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme, sebagai akibat dari retensi CO2 oleh paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA























No comments: