Juniartha Semara Putra
Jakarta , 1994.
Bandung . Disajikan pada Lokakarya II tentang Penelitian Pengobatan
KONSEP SEHAT,
SAKIT DAN PENYAKIT DALAM KONTEKS SOSIAL
BUDAYA
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan
sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian
yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit
merupakan hal yang tidak bisa ditolak
meskipun kadang- kadang bisa dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak
terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi,
antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah
mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang
berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa:
Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Definisi sakit: seseorang
dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan
kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari)
seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan
kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit
MASALAH SEHAT DAN SAKIT
Masalah kesehatan
merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah
lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya,
perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut
sebagai psycho socio somatic health well being, merupakan resultante
dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku,
Antara yang pertama
dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang
dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program
kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya
(dominan) terhadap tinggi rendahnya
derajat kesehatan masyarakat. Tingkah
laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka
ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan
reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut
etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik,
yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan
terhadap sistem tubuh manusia. Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi
klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan model keseimbangan (equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan
yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors,
ayurveda dosha, yin dan yang. Departemen Kesehatan RI telah
mencanangkan kebijakan baru berdasarkan paradigma sehat
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan
kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah
kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis
dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan
pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan
hanya Cermin
Dunia Kedokteran No. 149, 2005 49 penyembuhan penduduk yang sakit. Pada intinya paradigma sehat
memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan
promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga
agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada
prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan
kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan pengertian
tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio cultural
Dalam bahasa Inggris
dikenal kata disease dan illness sedangkan dalam bahasa
Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat dari segi sosio
kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease
dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik dan
psikofisiologik pada seorang individu, dengan illness dimaksud reaksi
personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang
nyaman
Para dokter mendiagnosis
dan mengobati disease, sedangkan pasien mengalami illness yang
dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai
kelainan organik maupun fungsional tubuh. Tulisan ini merupakan tinjauan
pustaka yang membahas pengetahuan sehat-sakit pada aspek sosial budaya dan
perilaku manusia; serta khusus pada interaksi antara beberapa aspek ini yang
mempunyai pengaruh pada kesehatan dan penyakit. Dalam konteks kultural, apa
yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut sehat pula dalam
kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya faktor penilaian atau
faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai.
KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT BUDAYA MASYARAKAT
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan
kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam
kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek.
WHO melihat sehat dari berbagai aspek
Definisi WHO (1981): Health is a state
of complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence
of disease or infirmity. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu
keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang.
Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi
kesehatan dipandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada
aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama
tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh
budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang
tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup
manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam
penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat
tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik.
Penyebab bersifat Naturalistik
yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan),
kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan
panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang
dianut pengobat tradisional (Battra)
sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta
gejala yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang
berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan
yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat
Sedangkan konsep Personalistik
menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh
intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh,
leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
Menelusuri nilai budaya,
misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal
oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya
istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong
(kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara
endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut
Hasil penelitian
kualitatif dan kuantitatif atas nilai - nilai budaya di Kabupaten Soppeng,
dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis
menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat
karena menurut salah seorang tokoh budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang
tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di dalamnya. Disebutkan bahwa
bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid,
mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide
yang bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang
menuruti proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta
sebagai penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari
ibu-bapak merupakan awal derita akibat leprophobia. Rasa rendah diri
penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa tercemar bila
salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa
melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam
dirasakan sebagai beban trauma psikosomatik yang sangat berat
Orang tua, keluarga sangat
menolak anaknya didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan
Kesehatan Di Propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990), hasil
diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit
jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur,
rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah
tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin,
pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi
kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit
dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan
gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi
bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak.
Seorang pengobat
tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai
pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah
sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak
kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya
tiduran atau istirahat saja. Pada penyakit batin tidak ada tanda-tanda di
badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. Pada orang
yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur
normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau
sakit-sakit badan Cermin Dunia Kedokteran
No. 149, 2005.50 Sudarti (1987) menggambarkan secara
deskriptif persepsi masyarakat beberapa
daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa
sakit adalah keadaan individu mengalami
serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit
ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan.
Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu
makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya
masyarakat enggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas,
dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam
makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan
lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang
termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat,
kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang
ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian
upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab
sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan
anak sebagai berikut :
a. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena
hujan, salah makan, atau masuk angin. Pengobatannya adalah dengan cara mengompres
dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau beli obat influensa. Di Indramayu
dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi, supaya panasnya turun.
Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena gejalanya badan panas.
b. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang
terlalu banyak, makan makanan pedas, makan udang, ikan, anak meningkat
kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional
misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada anaknya
(Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan Gula Garam (LGG),
Oralit, pil Ciba dan lain-lain.
Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya
proporsi campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa
sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu
gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu
pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah
tempat tidur yang ditutupi jaring.
d. Sakit tampek (campak)
Penyebabnya adalah karena anak terkena
panas dalam, anak dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di Indramayu
ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak, meminumkan madu
dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaan dapat
mengisap penyakit.
KEJADIAN PENYAKIT
Penyakit merupakan suatu
fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku
dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di
zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan
kebudayaannya.
Ditinjau dari segi
biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan
dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku
dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh
kelainan biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat
disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan.
Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari
lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau
kebudayaan
Konsep kejadian penyakit
menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini
ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan
lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan
berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara
manusia dan lingkungan alam-nya, tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah
laku penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik
(Foster, Anderson, 1978)
Penyakit dapat dipandang
sebagai suatu unsur dalam lingkungan manusia, seperti tampak pada ciri
sel-sabit (sickle-cell) di kalangan penduduk Afrika Barat, suatu
perubahan evo-lusi yang adaptif, yang memberikan imunitas relatif terhadap malaria. Ciri
sel sabit sama sekali bukan ancaman, bahkan merupakan karakteristik yang
diinginkan karena memberikan proteksi yang tinggi terhadap gigitan nyamuk
Anopheles.
Bagi masyarakat Dani di
Papua, penyakit dapat merupakan simbol sosial positif, yang diberi nilai-nilai
tertentu. Etiologi penyakit dapat dijelaskan melalui sihir, tetapi juga sebagai
akibat dosa. Simbol sosial juga dapat merupakan sumber penyakit. Dalam
peradaban modern, keterkaitan antara simbol-simbol sosial dan risiko kesehatan
sering tampak jelas, misalnya remaja merokok. Suatu kajian hubungan antara
psikiatri dan antropologi dalam konteks
perubahan sosial ditulis oleh Rudi Salan (1994 Cermin Dunia Kedokteran
No. 149, 2005 51) berdasarkan pengalaman sendiri sebagai psikiater; salah satu kasusnya
sebagai berikut: Seorang perempuan yang
sudah cukup umur reumatiknya diobati hanya dengan vitamin dan minyak ikan saja
dan percaya penyakitnya akan sembuh.
Menurut pasien penyakitnya
disebabkan karena "darah kotor" oleh karena itu satu-satunya jalan
penyembuhan adalah dengan makan makanan yang bersih , yaitu `mutih' (ditambah
vitamin seperlunya agar tidak kekurangan vitamin) sampai darahnya menjadi
bersih kembali. Bagi seorang dokter pendapat itu tidak masuk akal, tetapi
begitulah kenyataan yang ada dalam masyarakat.
PERILAKU SEHAT DAN PERILAKU SAKIT
Penelitian-penelitian dan
teori-teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku sehat (
health behavior ), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan
antara illness dan disease, model penjelasan penyakit (explanatory
model ), peran dan karir seorang yang sakit (sick role),
interaksi dokter- perawat, dokter-pasien, perawat-pasien, penyakit dilihat dari
sudut pasien, membuka mata para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern
tidak lagi dapat dianggap kebenaran absolut dalam proses penyembuhan
Perilaku sakit diartikan
sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit
agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran
melalui olah raga dan makanan bergizi
Perilaku sehat
diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis
belum tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan
penyakit maka perilaku sakit dan perilaku sehat pun subyektif sifatnya.
Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas
kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kreteria medis yang obyektif
berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosis kondisi fisik individu.
PERSEPSI MASYARAKAT
Persepsi masyarakat
mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung
dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi
kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih
ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang
penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua
(Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah
rawa-rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan
lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib
yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran
dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan
diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan
muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa
hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum
dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan
sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit
diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun.
Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara
busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu
penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari.
Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani
digunakan sebagai obat malaria.
PENUTUP
Cara dan gaya hidup
manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan seluruh peradaban
manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara fisiologis dan
biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya.
Manusia mempunyai daya
adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta
penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan/ perubahan penyakit yang sudah ada.
Kajian mengenai konsekuensi kesehatan
perlu memperhatikan konteks budaya dan sosial masyarakat .
KEPUSTAKAAN
1. Kliemen, 1978
2. Biro Pusat Statistik. Profil Statistik Wanita,
Ibu dan Anak di Indonesia.
3.
Blum HL. Planning for Health; Development Application of Social
Change
Theory. , New York :
Human Science Press, 1972. p.3.
4. Paradigma Sehat, Pola Hidup Sehat, dan
Kaidah Sehat. Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan
RI, 1998.
5. Capra, 1982
6. Arie Walukow. Dari Pendidikan Kesehatan
ke Promosi Kesehatan.
Interaksi 2004; VI (XVII):4
7. Profil Pengobat Tradisional di
Indonesia. Dir. Bina Peran Serta Masy.,
DirJen. Pembinaan Kes.Mas.. Departemen
Kesehatan RI. 1997. hal. 4
8. Ngatimin, HM.Rusli. Dari Nilai Budaya
Bugis di Sulawesi Selatan.
Apakah kusta ditakuti atau dibenci?. Lembaga
Pengabdian Masyarakat
Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang .
1992.
9.
Nizar
Zainal Abidin. Laporan Penelitian Pengobatan Tradisional Daerah
Tradisional. Ciawi, 22-24 Februari 1993.
10. Sudarti, 1987
11. Loedin AA. Dalam:Lumenta B.Penyakit,
Citra Alam dan Budaya.
Tinjauan Fenomena Sosial. Cet.pertama
Penerbit Kanisius, 1989. hal.7-8.
12. Priyanti Pakan, MF.Hatta Swasono. Antropologi Kesehatan.
Jakarta:
Percetakan Universitas Indonesia, 1986.
13. Rudi Salan. Interface Psikiatri
Antropologi. Suatu kajian hubungan antara
psikiatri dan antropologi dalam konteks
perubahan sosial. Disampaikan
dalam Seminar Perilaku dan Penyakit dalam
Konteks Perubahan Sosial.
Kerjasama Program Antropologi Kesehatan
Jurusan Antropologi Fisip UI
dengan
Ford Foundation , Jakarta 24 Agustus 1994. hal 13.
14.
Solita Sarwono. Sosiologi Kesehatan:
beberapa konsep beserta
aplikasinya. Gajah Mada University Press. Cet. pertama, 1993.
hal. 31-
36.
15.
WHO. The Otta wa Charter for Health Promotion,1986.
Cermin
Dunia Kedokteran No. 149, 2005
52
(diakses pada, Kamis tanggal 1 November 2007 ) pk. 14.45 WIB
No comments:
Post a Comment