Juniartha Semara PutraCRURIS
KARYA
TULIS ILMIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH : FRAKTUR CRURIS
A. Konsep
Dasar Fraktur
1.
Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.(Lukman dan Ningsih,
Nurna, 2009 ; 25)
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doenges. 2000 ; 761)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, dkk. 2000 ;
346).
Fraktur kruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang
tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus),
diafisis atau persendian pergelangan kaki. (Muttaqin. 2008 ; 232)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun
simpulkan, Fraktur adalah patah tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan
yang keras yang
tulang.
2.
Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas
fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. (Muttaqin. 2008)
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang, hal tersebut akan menyebabkan fraktur pada daerah
tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat comminuted
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan
b. Trauma tak langsung
Apabila trauma di hantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh.
c. Fraktur yang terjadi
ketika tekanan atau tahanan yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya
tahan tulang.
d. Keadaan kelaianan
patologik adalah trauma yang terjadi seperti kondisi defisiensi vitamin D,
Osteoporosis.
e. Arah,
kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
f. Usia
penderita.
g. Kelenturan tulang
dan jenis tulang.
Ada 2 faktor yang
mempengaruhi fraktur :
a. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.
b. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorsi energi
trauma, kelenturan, kekuatan dan densitas tulang.
Fraktur biasanya disebabkan
oleh adanya trauma abduksi tibia terhadap femur saat kaki terfiksasi pada
dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil dan juga dapat terjadi karena pukulan langsung, kekuatan yang
berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan bahkan kontraksi otot yang berlebihan.
3.
Pathways
Terlampir.
4.
Klasifikasi Fraktur
Menurut Reeves. (2001)
a. Berdasarkan
parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan status kelurusan.
1) Fraktur tertutup,
adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tiempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2) Fraktur terbuka,
adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dngan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat
berbentuk from within (dari dalam).
3) Fraktur komplit,
adalah fraktur yang luas dan melintang. Biasanya dengan perpindahan posisi
tulang.
4) Fraktur tak
komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang retak.
b. Tipe fraktur yang
berat.
1) Greenstick, fraktur
yang tidak sempurna dan biasanya sering terjadi pada anak-anak.
2) Transversal,
fraktur luas yang melintang dari tulang.
3) Oblik, fraktur yang
memiliki arah miring.
4) Spiral, fraktur
luas yang mengelilingi tulang.
5) Comuminuted,
fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.
6) Depresi, fraktur
ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang tengkorak dimana kekerasan
langsung mendorong bagian tulang masuk kedalam.
7) Kompresi, fraktur
dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8) Patologik, terjadi
jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan
tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun
dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.
9) Avulsi, disebabkan
oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon
tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga
terjadi pada tungkai dan tumit.
5. Proses
penyembuhan tulang
Ketika tulang
mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut,
namun secara alamiah tulang akan mengalami tegenerasi sendiri. Tahapan
penyembuhan tulang terdiri atas 5, yaitu : (Lukman dan Ningsih, Nurna.
2009 ; 8)
a. Tahap
inflamasi
Tahap inflamasi
berlangsung beberapa hari dan akan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri. Saat tulang mengalami cedera, terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cedera dan pembentukan hematoma di tempat tulang yang patah. Ujung fragmen
tulang mengalami devitilisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera
kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Pada saat itu terjadi inflamasi, pembengkakan dan
nyeri.
b. Tahap proliferasi
sel
Kira-kira lima
hari hematoma akan mengalami organisasi, terbentuknya benang-benang fibrin
dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi
fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoklas akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang, tetapi gerakan berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan petensial elektronegatif.
c. Tahap
pembentukan kalus
Hari ke 10 hingga
sebelum minggu ke-7. Aktivitas osteoblas-osteoclas muncul, hingga terbentuk
kalus.
d. Tahap penulangan
kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus
mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui
proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.
e. Tahap menjadi
tulang dewasa (Remodeling)
Tahap akhir
perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi
tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
6.
Faktor penyembuhan
fraktur
Faktor-faktor yang
menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut : (Muttaqin. 2008 ;
75)
a. Usia
penderita.
Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari
pad orang dewasa. Hal ini di sebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endoesteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat
aktif. Apabila usia bertambah proses tersebut semakinberkurang.
b. Lokasi dan
konfigurasi fraktur.
Lokasi fraktur memang
berperan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat penyembuhannya dari
pad fraktur diafisis. Di samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
tranversal lebih lambat penyembuhannya di bandingkan dengan fraktur oblik
karena kontak yang lebih banyak.
c. Pergeseran awal
fraktur.
Pada fraktur yang
periosteumnya tidak bergeser penyembuhannya dua kali lebih cepat di bandingkan
dengan fraktur yang bergeser.
d. Vaskularisasi pada
kedua fragmen.
Apabila fragmen
mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah
satu sisi fraktur mempunyai vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami
kematian.
e. Reduksi serta
imobilisasi.
Reposisi fraktur akan
memberikan kemungkinan
untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang
sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan
mengganggu penyembuhan fraktur.
f. Waktu imobilisasi.
Bila imobilisasi
tidak di lakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan
akan terjadi non-union sangat besar.
g. Faktor adanya infeksi
dan keganasan local
h. Cairan synovial.
Cairan synovial yang
terdapat di persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
7.
Manifestasi klinis
Gejala umum
menurut Lukman dan Ningsih, Nurna (2009) :
a. Nyeri
b. Hilangnya fungsi
c. Deformitas
d. Pemendekan ekstremitas
e. Krepitus
f. Pembengkakan lokal
g. Perubahan warna
8.
Komplikasi fraktur
Menurut Muttaqin. (2008;76)
a. Komplikasi
awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri
karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis
pada bagian distal.
2) Sindrom kompartemen
Merupakan
komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau
perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrome
Komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-se lemak yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai
dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan
tubuh akan rusak bila ada trauma pada dan jaringan. Pada trauma ortopedi,
infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bagan lain daam
pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
5) Syok
Syok terjadi
karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
menyebabkan oksigenasi menurun.
b. Komplikasi lanjut
Menurut Muttaqin (2008)
1) Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada
saanya, tetapi terdapat deformitas yang berbentukk angulasi pemendekan atau
union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula.
2) Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena
suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah waktu 3- bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan
untuk anggota gerak bawah).
3) Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan
dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi
palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi.
9.
Pemeriksaan
diagnostik
a. Pemeriksaan
Rontgen, menentukan lokasi./.luasnya fraktur dan jenis fraktur
b. CT Scan tulang,
digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
c. Hitung darah
lengkap, hematokrit dan leukosit mungkin meningkat atau menurun dan.
d. Kreatinin, trauma
otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
(Lukman dan
Ningsih, Nurna. 2009 ; 37)
10.
Penatalaksanaan
a. Prinsip
penanganan fraktur (Muttaqin.
2008;81)
1) Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik
yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan
sesudah pengobatan.
2) Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis
dikemudian hari.
Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur
intra-artikulas diperlukan reduksi anatomis, sedapat mungkin mengembalikan
fungsi normal, dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta
perubahan oseoartritis dikemudian hari.
3) Retensi (imobilisasi fraktur)
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi.
4) Rehabilitasi
Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin. Program rehabilitasi dilakukan dengan
mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada fungsinya agar aktivitas dapat
dilakukan kembali.
b. Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu
1) Penatalaksanaan konservatif
a) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak
atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada
fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan Gips atau dengan macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan
imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2) Penatalaksanaan pembedahan
Penatalasanaan ini
sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada keputusan bahwa klien
diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam asuhan
keperawatan tersebut.
a) Reduksi tertutup
dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire.
b) Reduksi terbuka dan
fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang yaitu
(1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka dengan
Fiksasi Internal.
ORIF akan
mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan paku,
sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang
pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat
fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
(2) Open Reduction and
External Fixation (OREF) atau Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Eksternal
Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat
menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau
fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.
No comments:
Post a Comment