Juniartha Semara Putra
(
EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak
(Campellone, 2006). Sedangkan menurut dr. Darmo Sugondo membedakan antara
Electroencephalogram dan Electroencephalografi. Electroencephalografi adalah
prosedur pencatatan aktifitas listrik otak dengan alat pencatatan yang peka
sedangkan grafik yang dihasilkannya disebut Electroencephalogram.
Jadi
Aktivitas otak berupa gelombang listrik, yang dapat direkam melalui kulit
kepala disebut Elektro-Ensefalografi (EEG). Amplitudo dan frekuensi EEG
bervariasi, tergantung pada tempat perekaman dan aktivitas otak saat perekaman.
Saat subyek santai, mata tertutup, gambaran EEG nya menunjukkan aktivitas
sedang dengan gelombang sinkron 8-14 siklus/detik, disebut gelombang alfa.
Gelombang
alfa dapat direkam dengan baik pada area visual di daerah oksipital. Gelombang
alfa yang sinkron dan teratur akan hilang, kalau subyek membuka matanya yang
tertutup. Gelombang yang terjadi adalah gelombang beta (> 14 siklus/detik).
Gelombang beta direkam dengan baik di regio frontal, merupakan tanda bahwa
orang terjaga, waspada dan terjadi aktivitas mental. Meski gelombang EEG berasal
dari kortek, modulasinya dipengaruhi oleh formasio retikularis di
subkortek.Formasio retikularis terletak di substansi abu otak dari daerah
medulla sampai midbrain dan talamus.
Neuron
formasio retikularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio
retikularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu seperti dalam
keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio retikularis midbrain
mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta.
Jadi formasio retikularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular
Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di
forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga
mengirimkan serabut difus kesemua area di kortek serebri.ARAS mempunyai
proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di kortek, sebagai kebalikan
dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi
kortek secara khusus untuk tempat tertentu.
Eksitasi
ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik
dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke kortek, sinyal
sensorik dari serabut sensori aferen menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang
kolateral akson. Jika sistem aferen terangsang seluruhnya (suara keras, mandi
air dingin), proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.
EEG dilakukan untuk (Jan Nissl,
2006)
1.
Mendiagnosa dan mengklasifikasikan
Epilepsi
2.
Mendiagnosa dan lokalisasi tumor
otak, Infeksi otak, perdarahan otak, parkinson
3.
Mendiagnosa Lesi desak ruang lain
4.
Mendiagnosa Cedera kepala
5.
Periode keadaan pingsan atau
dementia.
6.
Narcolepsy.
7.
Memonitor aktivitas otak saat
seseorang sedang menerima anesthesia umum selama perawatan.
8.
Mengetahui kelainan metabolik dan
elektrolitB.
Fisiologi/PatofisiologiAktivitas
listrik merupakan salah satu karakteristik dari semua sel hidup, termasuk
sel-sel saraf.Walaupun demikian, tidak keseluruhan sel saraf yang berjumlah 2,6
x 109 itu dianggap menyebabkan gelombang-gelombang listrik di permukaan
sebagaimana terekam dengan EEG. Jadi yang dapat mengakibatkan
gelombang-gelombang EEG adalah sel-sel saraf di korteks, walaupun diketahui
juga bahwa struktur-struktur subkortikal, seperti talamus dan formatio
retikularis mempunyai pengaruh yang kuat terhadap gelombang-gelombang kortikal
itu. Dari ketiga jenis bentuk sel-sel kortikal (spindle, stellatum dan
piramidal), sel-sel piramidallah yang dianggap merupakan sumber potensial
listrik dari gelombang-gelombang permukaan. Dari berbagai penyelidikan
disimpulkan bahwa terdapat bukti kuat yang menyarankan bahwa
gelombang-gelombang permukaan itu merupakan penjumlahan (summation) daripada
potensial listrik pascasinaptik, baik yang bersifat inhibisi atau eksitasi,
yang berasal dari soma dan dendrit-dendrit besar sel piramidal.Potensial
listrik pascasinaptik itu timbul akibat aktifitas neurotransmiter yang
dilepaskan oleh ujung presinaptik, yang melepaskannya setelah menerima
tanda-tanda listrik dari hubungan-hubungannya.
Acetilkholin dianggap sebagai
transmiter eksitasi yang penting, dan GABA sebagai transmiter inhibisi yang
terpenting di otak.Ujung-ujung presinaptik menerima lepas muatan listrik dari
sel-sel di thalamus. Menurut penyelidikan bahwa inti-inti nonspesifik di
talamus merupakan the probable pacemaker dari pada potensial listrik sel-sel
pyramidal. Lepas muatan yang timbul pada soma dan dendrit-dendrit besar itu
kemudian melalui cairan dan jaringan tubuh sampai pada elektroda-elektroda EEG.
Dengan demikian jelaslah bahwa
rekaman yang dihasilkan oleh electrode kulit kepala merupakan contoh dari pada
aktivitas dekat permukaan, yang tentunya telah banyak mengalami pelemahan,
penyebaran, dan penyimpangan dalam perjalanannya yang melalui cairan jaringan,
jaringan otak, cairan serebrospinal, tulang tengkorak dan kulit kepala itu.
Gambaran EEG NormalGb. EEG dari atas
kebawah : alfa, beta, teta, delta (sumber : Louis, 2006)Salah satu penemuan
Hans Berger adalah bahwa kebanyakan EEG orang dewasa normal mempunyai irama
dominant dengan frekuensi 10 siklus per detik, yang di sebutnya sebagai irama
alfa. Pada umumnya kini yang dimaksud dengan iarama alfa adalah irama dengan
frekuensi antara 8-13 spd, yang paling jelas terlihat di daerah
parieto-oksipital, dengan voltase 10-150 mikrovolt, berbentuk sinusoid,
relative sinkron dan simetris antara kedua hemisfer.
Suatu
asimetri ringan dalam voltase adalah normal, mengingat adanya dominasi
hemisfer. Pada umumnya suatu perbedaan voltase 2 : 3 adalah dalam batas-batas
normal, asalkan voltase yang lebih tinggi terlihat pada hemisfer non dominant.
Yang lebih penting maknanya adalah bila terdapat perbedaan frekwensi antara
kedua hemisfer. Suatu perbedaan frekwensi yang konsisten dari 1 spd atau lebih
antara kedua hemisfer mungkin sekali diakibatkan suatu proses patologis di sisi
dengan frekwensi yang lebih rendah.Irama alfa terlihat pada rekaman individu
dalam keadaan sadar dan istirahat serta mata tertutup.
Pada
keadaan mata terbuka irama alfa akan menghilang, irama yang terlihat adalah
irama lamda yang paling jelas terlihat bila individu secara aktif memusatkan
pandangannya pada suatu yang menarik perhatiannya.Ditinjau dari irama alfanya
dapat dibedakan tiga golongan manusia, sekelompok kecil yang memperlihatkan
sedikit sekali atau tidak mempunyai irama alfa, sekelompok kecil lagi yang
tetap memperlihatkan irama alfa walaupun kedua mata dibuka, dan diantara kedua
ekstrem ini terletak sebagian besar manusia yang menunjukkan penghilangan irama
alfa ketika membuka mata. Berturut-berturut ketiga kelompok ini disebut sebagai
kelompok alfa M (minimal atau minus), alfa P (persisten), alfa R
(responsive).Suatu irama yang lebih cepat dari irama alfa ialah irama beta yang
mempunyai frekuensi di atas 14 spd, dapat ditemukan pada hamper semua orang
dewasa normal.
Biasanya
amplitudonya daopat mencapai 25 mikrovolt, tetapi pada keadaan tertentu bisa
lebih tinggi. Pada keadaan normal terlihat terutama di daerah frontal atau
presentral.Irama yang lebih lambat dari irama alfa adalah tidak jarang pula
ditemukan pada orang dewasa normal. Irama teta mempunyai frekuensi antara 4-7
spd. Suatu irama yang lebih pelan dari teta disebut irama delta adalah selalu
abnormal bila didapatkan pada rekaman bangun, tetapi merupakan komponen yang
normal pada rekaman tidur. Frekuensi irama delta ialah ½ - 3 spd.Berbagai
keadaan dapat mempengaruhi gambaran EEG. Perhatian cenderung untuk menghapuskan
irama alfa, merendahkan voltase secara umum dan mempercepat frekuensi. Termasuk
perhatian ini adalah usaha introspeksi dan kerja mental (misalnya berhitung).
Demikian pula setiap stimulus visual, auditorik dan olfaktorik akan merendahkan
amplitudo dan menimbulkan ketidak teraturan irama alfa. Penurunan kadar O2 dan
atau CO2 darah cenderung menimbulkan perlambatan, sebaliknya peninggian kadar
CO2 menimbulkan irama yang cepat.
Faktor
usia juga mempunyai pengaruh penting pula dalam EEG. Rekaman dewasa sebagaimana
digambarkan di atas pada umumnya dicapai pada usia 20-40 tahun. Rekaman
neonatus berusia di bawah satu bulan memperlihatkan amplitude yang rendah
dengan irama delta atau teta. Antara usia 1-12 bulan terlihat peninggian
voltase, walaupun irama masih tetap delta atau teta. Antara 1-5 tahun terlihat
amplitudo yang tinggi, irama teta yang meningkat dan mulai terlihat irama alfa,
sedangkan irama delta mengurang.
Antara
6-10 tahun amplitude menjadi sedang, irama alfa menjadi lebih banyak, teta
berkurang, delta berkurang sampai hilang. Antara 11-20 tahun voltase terlihat
sedang sampai tinggi, dominsi alfa mulai jelas, teta minimal, delta
kadang-kadang masih terlihat di daerah belakang. Di atas 40 tahun mulai lagi
terlihat gelombang lambat 4-7 spd di daerah temporal dan di atas 60 tahun
rekaman kembali melambat seperti rekaman anak-anak. Perubahan tahap-tahap tidur
berpengaruh besar pula terhadap rekaman EEG.
Dalam
keadaan mengantuk terlihat pengurangan voltase dan timbul sedikit perlambatan.
Pada keadaan tidur sangat ringan dapat terlihat adanya gelombang-gelombang
mirip paku bervoltase tinggi, bifasik dengan frekuensi 3-8 spd, simetris dan
terjelas di daerah parietal (parietal humps). Gambaran ini paling jelas pada
usia 3-9 tahun dan terus terlihat sampai usia 40 tahun. Pada keadaan tidur
ringan terdapat (sleep spndle) terdapat gelombang tajam berfrekuensi 12-14 spd
yang sifatnya simetris. Pada keadaan tidur sedang sampai dalam rekaman
didominir oleh gelombnag-gelombang lambat tak teratur dengan frekuensi ½ - 3
spd.Gambaran EEG AbnormalEEG sampai saat ini masih digolong-golongkan atas
dasar hubungan frekuensi-voltase, dengan frekwensi sebagai parameter utama.
Berbagai penyelidikan mengungkapkan bahwa tidak semua individu normal
memperlihatkan EEG yang normal dan sebaliknya tidak semua abnormalitas dalam
EEG berarti ada abnormalitas pada individu yang bersangkutan.
EEG
abnormal disebut spesifik bila gelombang yang timbul mempunyai gambaran yang
khas dan berkorelasi tinggi dengan kelainan klinik tertentu, disebut
nonspesifik (aspesifik) bila gelombangnya tidak khas dan dapat ditimbulkan oleh
banyak kelainan-kelainan neurologik atau sistemik.Di bawah ini akan dijelaskan
beberapa hasil pemeriksaan EEG yang penting dari kelainan-kelainan neurologik,
yaitu :1. EEG pada penyakit konvulsifEEG paling banyak digunakan untuk
mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsy. Paroksismal merupakan pemunculan
yang episodic dan mendadak suatu gelombang atau kelompok gelombang yang secara
kwantitatif dan kwalitatif berbeda dengan gambaran irama dasarnya. Tipe
aktivitas paroksismal yang timbul ketika serangan, sampai derajat tertentu
mempunyai korelasi dengan tipe klinis. Petit mal dalam serangan ditandai oleh
aktivitas spike and wave dengan frekuensi 3 spd, menyeluruh disemua saluran,
bersifat sinkron dan simetris dengan voltase yang tinggi yang dapat mencapai
1000 mikrovolt.
Grand
mal dalam serangan sangat sulit direkam karena terganggu oleh gerakan-gerakan
motorik individu; gambaran kejangnya adalah berupa aktivitas cepat yang
menyeluruh bervoltase tinggi berbentuk polyspike dengan frekuensi 8-12 spd,
diselingi gelombang-gelombang lambat dari 1,5-3 spd. Epilepsi psikomotor
ditandai oleh aktivitas spike didaerah temporal depan.Kebanyakan rekaman
penderita epilepsy merupakan rekaman di luar serangan (interictal), yang tidak
jarang tidak memperlihatkan abnormalitas, walaupun klinis jelas merupakan suatu
epilepsy. Karenanya usaha-usaha provokatif dipergunakan untuk merangsang
timbulnya aktivitas EEG abnormal yang tak terlihat secara spontan. Keadaan
tidur (alamiah maupun akibat induksi obat) mengaktifkan paroksismalitas yang
umum maupun fokal.
Dalam
keadaan tidak tidur hanya kira-kira sepertiga individu dengan diagnosa klinik
epilepsy memperlihatkan paroksismalitas spesifik, 15 % memperlihatkan EEG yang
normal dan sisanya memperlihatkan perlambatan atau percepatan yang spesifik.
Dalam keadaan tidur gambaran serangan dua kali lebih sering terlihat, terutama
untuk epilepsy psikomotor. Hiperventilasi paling efektif dalam mengaktifkan
gelombang-gelombang serangan petit mal; kadang-kadang hiperventilasi dapat
mengaktifkan abnormalitas yang bersifat fokal atau menimbulkan gambaran kejang
yang partial. Stimulasi fotik dapat menimbulkan paroksismalitas menyeluruh
berupa kompleks spike and wave yang disebut “photoparoxysmal response”.
Korelasi
gambaran rekaman diluar serangan adalah tertinggi untuk petit-mal (90%),
kemudian tipe psikomotor dan pada tipe grand-mal korelasinya adlah tidak begitu
tinggi. Jadi jelaslah tidak adanya gambaran epileptiform dalam rekaman tunggal
tidaklah menyingkirkan kemungkinan penyakit konvulsif.2. EEG pada tumor
intracranialPentingnya pemeriksaan EEG pada tumor otak ditegaskan oleh Walter,
yang menyebutkan irama lambat berfrekuensi kurang dari 4 spd (irama delta).
Irama delta ini umumnya terlihat fokal, karenanya dapat dipakai untuk menetukan
lokalisasi tumor.
Jaringan
otak sendiri tidak memberikan lepas muatan listrik, gelombang-gelombang lambat
yang dicatat oleh EEG berasal dari neuron-neuron disekitar tumor atau ditempat
lain yang fungsinya terganggu secara langsung atau tidak langsung. Tomor otak
tidak memberikan gambaran yang spesifik, kiranya rekaman serial adalah lebih
bernilai dari pada rekaman tunggal.Tomor infra tentorial memberikan gambaran
EEG yang berbeda dengan tomor supra tentorial. Gambaran karakteristik tumor
infra tentorial adalah berupa perlambatan sinusoidal yang ritmik berfrekuensi
2-3 spd atau 4-7 spd, dapat bersifat terus menerus ataupun paroksismal.
Berbeda
dengan tomor infra tentorial, tumor supra tentorial pada umumnya memberikan
gambaran yang bersifat fokal teta maupun delta, sehingga penentuan lokalisasi
lebih dimungkinkan. Kadang-kadang dapat pula ditemui gambar spike atau
gelombang tajam yang fokal.Suatu ketentuan yang banyak dianut tentang tumor
otak mengatakan bahwa suatu EEG yang normal menyingkirkan sebesar 97% tumor
kortikal dan sebesar 90% tumor otak pada umumnya.3. EEG pada lesi desak ruang
lainSecara EEG, abses otak memberikan gambaran yang sama dengan tumor : 90-95%
memperlihatkan aktivitas teta atau delta yang menyeluruh dengan focus frekuensi
terendah diatas daerah abses. Fokus perlambatan iniseringkali sangat rendah
sampai 0,3 spd dan bervoltase sangat tinggi sampai 500 mikrovolt.Subdural
hematom yang kronik 90% memperlihatkan EEG yang abnormal, sehingga penemuan EEG
yang normal menyingkirkan kemungkinan hematom secara cukup kuat.4.
EEG
pada rudapaksa kepalaEEG berkorelasi dengan hebat dan luasnya rudapaksa kepala.
Commotio cerebri EEG umunya normal. Memar otak akut meperlihatkan penurunan
voltase yang diffuse, diikuti pembentukan aktivitas delta bervoltase rendah
yang menyeluruh. Pada area kontusi aktivitas cepat ditekan dan seringkali
ditemui asimetri dalam amplitude irama alfa. Setelah fase akut aktivitas delta
relative akan terlokalisir di daerah kontusi. Setelah kira-kira 2 minggu
terlihat peninggian frekuensi dan penurunan voltase dari fokus delta tersebut.
Dapat dilihat pula fokus spike di daerah kontusi. Pada masa penyembuhan hiperventilasi
akan menimbulkan perlambatan umum sampai 30 hari setelah trauma.5. EEG pada
infeksi otakMeningitis akut memberikan abnormalitas perlambatan yang difus
berupa irama delta, baik pada bentuk purulent maupun serosa. Biasanya kelainan
EEG berkaitan erat dengan tingkat kesadaran individu. Uatu perlambatan fokal
yang timbul pada rekaman ulangan individu dengan meningitis mungkin sekali
menandakan pembentukan abses.Ensefalitis memberikan perlamabatn umum, biasanya
dengan frekuensi yang lebih rendah dari meningitis. Dapat pula terlihat fokus
perlambatan dan gelombang tajam.6. EEG pada kelainan metabolic dan
elektrolitHipoglikemia
No comments:
Post a Comment