Juniartha Semara Putra
SIROSIS HEPATIS
A.
PENGERTIAN
Sirosis hati adalah
penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis
sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
B.
ETIOLOGI
Ada 3 tipe sirosis atau
pembentukan parut dalam hati :
1.
Sirosis
portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2.
Sirosis
pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya
3.
Sirosis
bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang
terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris
dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.
Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi
oleh jaringan parut.
C.
TANDA
DAN GEJALA
Penyakit ini mencakup
gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi.
Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan
Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke
hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas,
maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien
dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare.
Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang
kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi
arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering
dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises
Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal
ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita
sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok
serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh
darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian
bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid
tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah
dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25%
pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif
dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut
lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan
Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan
tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental.
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati
dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
D.
PATOFISIOLOGI
Konsumsi minuman
beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling
tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan
asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan
alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati
dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang
dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya
termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih
banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec
merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan
kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan
itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui
jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang
masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari
bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan
gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis
biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat
panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan
Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E,
Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan
: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra
Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan
Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
No comments:
Post a Comment