Juniartha Semara Putra
OBAT
IMUNUDEPRESAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, beberapa obat
antikanker ataupun imunosupresan yang tersedia masih banyak menimbulkan efek
samping dibandingkan manfaat obat karena dibutuhkan dosis tinggi untuk jangka
pemberian yang cukup lama. Salah satu cara menurunkan efek samping tersebut
adalah dengan menginkorporasikan obat antikanker ataupun imunosupresan ke dalam
pembawa obat (drug carrier) yang telah banyak diteliti yaitu liposom
2-4. Liposom yang mempunyai gambaran mirip dengan sel yang bermembran dua lapis
fosfolipid, .merupakan suatu pembawa obat. Liposom umumnya dibuat dari lesitin
atau fosfatidilkolin dari kedelai (Soya bean Phosphatidylcholine/SPC)
atau dari kuning telur (Eggyolk Phosphatidylcholine/EPC) 5.
Selain fosfatidilkolin sebagai lipid utama, liposom dapat juga dibuat kombinasi
dengan lipid lain untuk meningkatkan stabilitas liposom, misalnya kolesterol
atau tetra eter lipid (TEL) 6-8. Tetra eter lipid merupakan lipid membran
bakteri Archaea yang akhir-akhir ini banyak diteliti sebagai lipid utama pada
formulasi liposom per oral, karena stabil pada pH 2. Bakteri Archaea yang sudah
banyak diekstrak untuk mendapatkan TEL adalah Thermoplasma acidophilum7
dan Sulfolobus acidocaldarius8. Pada penelitian ini digunakan TEL
dari Thermoplasma acidophilum. Liposom kombinasi EPC-TEL 2,5 terbukti
dapat mengikat obat lebih baik dibandingkan liposom EPC atau liposom jenis
lain9-10, namun belum pernah dilakukan uji stabilitas liposom EPC-TEL 2,5
terhadap pengaruh fisik (perbedaan suhu), pengaruh bahan kimia yaitu NaCl,
MgCl2 dan CaCl2 pada berbagai pH dan pengaruh metabolisme di hepar pada uji
stabilitas biologik. Apabila liposom EPC-TEL 2,5 cukup stabil pada uji
stabilitas fisik dan kimia, tidak stabil pada uji stabilitas biologik, maka
formulasi terbaru liposom tersebut dapat dimanfaatkan untuk menginkorporasikan
obat-obat, terutama obat yang hanya efektif pada dosis tinggi ataupun obat-obat
untuk jangka panjang, sehingga efek toksik obat dapat ditekan serendah mungkin.
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Imunosupresan adalah kelompok obat
yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan
transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan
neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai
antikanker. Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas
sistem imun dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut.
Titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi dari
cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah. Khususnya
IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang dapat
dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa
diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.
2.2
Deskripsi
Imunosupresan
adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah
penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis
rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan
sebagai antikanker.
ü Respon
imun
Pada mahkluk tingkat tinggi seperti
hewan vertebrata dan manusia, terdapat dua sistem pertahanan (imunitas), yaitu
imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive
imunity).
1. Imunitas
nonspesifik
Merupakan mekanisme pertahanan
terdepan yang meliputi komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa;
komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ; dan komponen
seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag melakukan
fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai mediator untuk
menarik sel-sel inflamasi lain di daerah infeksi. Selanjutnya benda asing akan
dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.
2. Imunitas
spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara
lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu;
kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap
self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap
antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari
dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer
melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan
sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.
ü Aktivitas
respon imun spesifik
Aktivitas sistem imun spesifik
memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel
ü Indikasi
imunosupresan
Imunosupresan digunakan untuk tiga
indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis
Rhesus pada neonatus.
1. transplantasi
organ
2. penyakit
autoimun
3. pencegahan
hemolisis Rhesus pada neonates
ü Prinsip
umum terapi imunosupresan
Prinsip
umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang optimal adalah
sebagai berikut:
1. Respon
imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon
imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC,
sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan
yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk
sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan akan jauh berkurang.
2. Obat
imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda. Dosis
yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan
dosis untuk antigen lain.
3. Penghambatan
respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan
terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru bisa dikenal
setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit di atasi.
ü Pilahan Obat Imunosupresan
Secara praktis,
di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu pemberiannya. Untuk
itu, respon imun dibagi dalam dua fase:
1. Fase pertama
adalah fase induksi, yang meliput
·
Fase pengolahan antigen oleh makrofag,
dan pengenalan antigen oleh limfosit imunokompeten
·
Fase proliferasi dan diferensiasi sel B
dan sel T
2.
Fase kedua adalah fase produksi, yaitu
fase sintesis aktif antibodi dan limfokin.
Berdasarkan
respon imun, imunosupresan dibagi menjadi tiga kelas:
·
Kelas I: harus diberikan sebelum fase
induksi yatu sebelum terjadi perangsangan oleh antigen. Kerjanya merusak
limfosit imunokompeten. Jika diberikan setelah terjadi perangsangan oleh
antigen, biasanya tidak diperoleh efek imunosupresif sehingga respon imun dapat
berlanjut terus.
·
Kelas II: harus diberikan dalam fase
induksi, biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan oleh antigen
berlangsung. Obat golongan ini bekerja mengambat proses diferensiasi dan
proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit.
·
Kelas III: memiliki sifat dari kelas I
dan II. Jadi golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan
sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh Antigen.
2.3 Obat
Imunosupresan
1. Azatioprin
Azatioprin
sudah digunakan selama 20 tahun untuk menekan penolakan cangkok organ ginjal
dan sudah merupakan prosedur yang diterima. Juga digunakan untuk pengobatan
artritis reumatoid berat yang refrakter.
Toksisitas
terhadap darah seperti leukopenia dan trombositopenia harus dimonitor dengan
baik sebagai petunjuk penentuan dosis azatioprin.
·
Mekanisme
kerja.
Azotioprin adalah
antimetabolit golongan purin yangMerupakan prekursor 6-merkaptopurin.
Azotioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-merkaptopurin(6-MP) yang merupakan
metabolit aktif dan bekerjaMenghambat sintesis de novo purin.
·
Interaksi
Penggunaan bersama allopurinol
menyebabkan hambatanXantin oksidase yang juga merupakan enzim pentingDalam
metabolisme 6-merkaptopurin,sehingga kombinasiIni meningkatkan toksisitas
azotioprin dan merkaptopurin.
·
Penggunaan
klinis
Azotioprin digunakan antara lain
untuk mencegahPenolakan transplantasi,lupus nefritis.GNA, AR,Penyakit Crohn,dan
sklerosis multipel.Obat ini kadang2
digunakan untuk ITP dan AIHA yangRefrakter terhadap steroid.Untuk
profilaksis digunakan dosis 3-10 mg/KgBB per hari1 atau 2 hari sebelum
transplantasi.Dosis pemeliharaan 1-3 mg/KgBB per hari.Obat ini tersedia dalam
bentuk tablet 50 mg dan iv100mg/vial
·
Efek
Samping
Menghambat proliferasi sel-sel yang
cepat tumbuh sepertiMukosa usus,dan sumsum tulang dengan akibatleukopeni dan
trombositopeni.Ruam kulit,mual.mutah dan diare.Dapat terjadi peningkatan enzim
transaminase,kolestasis. Efek samping lain dapat terjadi peningkatan
risikoInfeksi dan efek mutagenisitas dan karsinogenisitas
2. Metotreksat
(MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi
dengan siklosporin dalam mencegah penolakan cangkok sumsum tulang. MTX juga
berguna untuk penyakit autoimun dan peradangan tertentu. Saat ini disetujui
untuk digunakan dalam pengobatan artritis reumatoid yang aktif dan berat pada
orang dewasa dan pada psoriasis yang sudah refrakter terhadap obat lain.
·
Nama :
4-amino-4-deoxy–10-methylpteoryl-L-glutamic acid.
·
Struktur kimia : C20H22N8O5
·
Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna
kuning atau oranye, higroskopis. Praktis tidak larut dalam air, alkohol,
diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral, basa hidroksida dan karbonat.
·
Golongan/Kelas Terapi
Antineoplastik, Imunosupresan dan obat
utnuk terapi.
·
Nama dagang
Emthexate-Combiphar/Pharmachemie,Methotrexat-Ebewe,
Methotrexate-Kalbe.
·
Indikasi :
Pengobatan untuk
neoplasma trofoblatik, leukemia, psoriasis, reumatoid artritis, termasuk terapi
poliartikular juvenile reumatoid artritis (JDR); karsinoma payudara, karsinoma
leher dan karsinoma kepala,karsinoma paru, osteosarkoma, sarcoma jaringan
lunak, karsinoma saluran gastrointestinal, karsinoma esofagus, karsinoma
testes, karsinoma limfoma.
·
Dosis, cara pemberian dan lama pemberian :
Dosis 100 – 500 mg/m²
membutuhkan leucovorin rescue, > 500 mg/m² harus menggunakan leucovorin
rescue baik secara iv, im, maupun oral. Leucovorin 10 mg/m² setiap 6 jam untuk
6-8 dosis dimulai 24 jam setelah pemberian metotreksat. Pemberian leucovorin
dilanjutkan sampai kadar metotreksat dalam darah sebesar < 0.1 micromolar.
Jika kadar metotreksat setelah 48 jam > 1 mikromolar atau setelah 72 jam
> 0.2 micromolar,berikan leucovorin 100 mg/m² setiap 6 jam sampai kadar
metotreksat sebesar < 0.1 micromolar.
·
Farmakologi :
Onset kerja :
Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan lebih lama dari 12
minggu.
Absorpsi : Oral: cepat
: diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2); tidak lengkap setelah dosis
tinggi ; I.M.: Lengkap
Distribusi : Penetrasi
lambat sampai cairan fase 3 (misal pleural efusi, ascites), eksis lambat dari
kompartemen ini (lebih lambat dari plasma), melewati plasenta, jumlah sedikit
masuk kelenjar susu, konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di ginjal dan
hati.
Ikatan protein: 50%
Metabolisme:
<10%: Degradasi dengan flora intestinal pada DAMPA dengan karboksipeptida,
oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat di hati;
poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan metotreksat,
produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel.
T ½ eliminasi: Dosis
rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.
Ekskresi : Urin
(44%-100%); feses (jumlah kecil)
·
Stabilitas penyimpanan :
Tablet dan vial disimpan pada suhu
kamar (15-25°C), hindari cahaya matahari langsung.
·
Kontra Indikasi :
Hipersensitifitas dari
metotreksat dan komponan lain dari sediaan; kerusakan hebat ginjal dan
hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan psoriasis atau
reumatoid artritits,penyakit alkoholik hati,AIDS,darah
diskariasis,kehamilan,menyusui.
·
Efek samping :
Efek samping beragam
sesuai rute pemberian dan dosis.
1. Hematologi
dan/atau toksisitas gastrointestinal : sering terjadi pada penggunaan umum dari
dosis umum metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi ketika digunakan pada
dosis topikal untuk reumatoid artritis.
2.
SSP : (dengan pemberian intratekal atau terapi dosis
tinggi): Arachnoides: Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat,
rigidity nuchal, muntah dan demam, dapat alleviated dengan pengurangan dosis.
3.
Subakut toksisitas: 10% pasien diobat dengan 12-15
mg/m2 dari intratekal metotreksat bisa membuat ini dalam minggu kedua atau
ketiga dari terapi; konsis dari paralisis motor dari ekstremites,palsy nerve
kranial, seizure, atau koma.Hal ini juga terlihat pada pediatrik yang menerima
dosis tinggi IV metotreksat.
4.
Demyelinating enselopati: telihat dalam bulan atau
tahun setelah menerima metotreksat; biasanya diasosiasikan dengan iradiasi
kranial atau kemoterapi sistemik yang lain.
5.
Dermatologi: Kulit menjadi kemerahan.Endokrin dan
metabolik: Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau spermatogenesis.
6.
GI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual,
muntah, diare, anoreksia, perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis;
terlihat pada 3-7 hari setelah terapi, terhenti setelah 2 minggu)
7.
Hematologi: Leukopenia, trombositopenia.Ginjal: Gagal
ginjal, azotemia,nefropati.Pernafasan: Faringitis. 1%-10%
8.
Kardiovaskular: Vaskulitis.SSP, pusing, malaise,
enselopati, seizure, demam, chills.
9.
Myelosupresif : Terutama faktor batas-dosis (bersama
dengan mukositis) dari metotreksat, terjadi sekitar 5-7 hari setelah terapi,
dan harus dihentikan selama 2 minggu.
10. WBC
: Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21 hari
11. Hepatik
: Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik
metotreksat, evaliasi akut dari enzym liver adalah biasa terjadi setelah dosis
tinggi dan biasanya resolved dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal:
Arthalgia.Okular: Pandanga
12. Renal : Disfungsi ginjal. Manifestasi karena
abrupt rise pada serum kreatinin dan BUN dan penurunan output urin, biasa
terjadi pada dosis tinggi dan berhubungan dengan presipitasi dari obat.
13. Respirator
(Penumositis) : Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial pulmonari
infitrates; pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut; interstitial
pneumisitis pernah dilaporkan terjadi dengan insiden dari 1% pasien dengan RA
(dosis 7.5-15 mg/minggu) <1% (terbatas sampai penting untuk penyelamatan
hidup): Neurologi akut sindrom (pada dosis tinggi- simptom termasuk kebingungan,
hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis alveolitis; disfungsi
kognitif (pernah dilaporkan pada dosis rendah),penurunan resistensi
infeksi,eritema multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati (terutama
mengikuti irasiasi spinal atau pengulangan terapi dosis tinggi),disorder
limpoproliferatif, osteonekrosis dan nekrosis jaringan lunak (dengan
radioterapi), perikarditis, erosions plaque (Psoriasis), seizure (lebih sering
pada pasien dengan ALL),sindrom Stevens – Johnson, tromboembolisme.
·
Interaksi :
1.
Dengan Obat lain
Efek
meningkatkan/toksisitas: Pengobatan bersama dengan NSAID telah menghasilkan
supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik dan toksisitas pada saluran
gastrointestinal. NSAID tidak boleh digunakan selama menggunakan metotreksat
dosis sedang atau tinggi karena dapat meningkatkan level metotreksat dalam
darah (dapat menaikkan toksisitas):
NSAID digunakan selama
pengobatan dari reumatoid artritis tidak pernah amati, tapi kelanjutan dari
regimen terdahulu pernah diikuti pada beberapa keadaan, dengan peringatan
monitoring. Salisilat bisa meningkatkan level metotreksat, bagaimanapun
penggunaan salisilat untuk profilaksis dari kejadian kardiovaskular tidak
mendapat perhatian.
2.
Dengan Makanan
level metotreksat
bisa menurun jika bersama dengan makanan. Makanan dengan banyak susu dapat
menurunkan absorpsi metotreksat. Folat dapat menurunkan respons obat. Hindari
echinacea (mempunyai sifat sebagai imunostimulan).
·
Pengaruh :
1.
Kehamilan
Faktor resiko X
2.
Ibu menyusui
Metotreksat didistribusikan ke dalam
air susu, dikontraindikasikan untuk ibu menyusui.
·
Bentuk Sediaan : Tablet 2.5 ml, Vial 5 mg/2ml,
Vial 50 mg/2 ml, Ampul 5 mg/ml, Vial 50mg/5ml
3. Siklofosfamid
Secara umum siklofosfamid mengurangi
respon imun humoral dan meningkatkan respon imun selular. Selain pada bedah
cangkok, obat ini juga digunakan pada artritis reumatoid, sindrom nefrotik dan
granulomatosis Wegener.
4. Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai imunosupresan
adalah golongan glukokortikoid yaitu prednison dan prednisolon. Kortikosteroid (glukokortikoid)
digunakan sebagai obatTunggal atau dalam
kombinasi dengan imunosupresanLain untuk mencegah reaksi penolakan
transplantasi danUntuk mengatasi penyakit
aoutoimun.
·
Mekanisme
Kerja
Glukokortikoid dapat menurunkan
jumlah limfosit secaraCepat, terutama bila
diberikan dalam dosis besar.Studi terbaru menunjukkan bahwa
kortikosteroid menghambatProliferasi sel
limfosit T,imunitas seluler.
·
Penggunaan
Klinik
Kortikosteroid biasanya digunakan
bersama imunosupresanLain dalam mencegah penolakan transplantasi.Untuk ini
diperlukan dosis besar untuk beberapa hari.Kortikosteroid juga digunakan untuk
mengurangi reaksi Alergi yang bisa timbul pada pemberian antibodi
monoklonal Atau antibodi antilimfosit.juga digunakan untuk berbagai Penyakit autoimun
·
Toksisitas
Penggunaan
steroid dalam jangka panjang seringMenimbulkan
berbagai efek samping,seperti meningkatnyaRisiko
infeksi
5. Siklosporin
(Cyclosporin A)
Berasal dari jamur Tolypocladium
inflatum gams. Siklosporin punya efek imunosupresan karena mempunyai
kemampuan yang selektif dalam menghambat sel T. Siklosporin digunakan terutama
dalam kombinasi denga prednison untuk mempertahankan ginjal, hati dan cangkok
jantung pada transplantasi.
Siklospurin (sandimun).Sediaan
iv terdapat dalam bentuk larutan dalamEthanol-polyxyethylated
castor oil dengan kadar 50 mg/ml.Dan
sediaan oral berupa kapsul lunak 25-100 mg dan larutan100 mg/mlPemberian peroral kadar puncak tercapai setelah 1,3-4
jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi absorbsiSiklospurin kapsul
lunak.Waktu paruh kurang lebih 6 jam.Ekskresi
terutama melalui empedu dan feces,hanya 6%Yang
melalui urin
6. Rho (D)
imunoglobulin
Antibodi ini merupakan bentuk spesifik
dalam pengobatan imunologi untuk ibu denga Rho (D) negatif yang terpapar darah
Rho (D) positif pada perdarahan karenaabortus, amniosintesis, trauma abdomen
atau kelahiran biasa dari janin.
7.
Tacrolimus
(prograf)
Senyawa makrolida ini
diekstraksi dari jamur streptomyces tsukubaensis (1993). Khasiat dan mekanisme
immunosupressivenya sama dengan sikolosporin, tetapi ca lebih kuat 50x dalam
hal pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu untuk proliferasi sel –T. Juga
bersifat sangat lipofil dan sama efektifnya dengan siklosporin pada
transplantasi hati, jantung, paru-paru, dan ginjal. Terutama digunakan bersama
kortikosteroida. Lebih sering menimbulkan efek samping berupa toksisitas bagi
ginjal dan saraf.
Dosis : infuse i.v. 0,05-0,1 mg
/kg/hari, 6 jam setelah transplantasi selama 2-3 hari, lalu dilanjutkan oral
0,15-0,3 mg/kg/hari dalam 2 dosis.
8.
Mycofenolat-mofetil (CellCept)
Obat terbaru ini
(1996) adalah prodrug dengan khasiat menekan perbenyakan dari khusus limfosit
melalui inhibisi enzim dehidrogenasi yang diperlukan untuk sintese purin
(DNA/RNA). Ternyata sangat efektif untuk melawan penolakan akut setelah transplantasi
ginjal. Dibandingkan dengan obat-obat lainya , yaitu azatioprin dan siklosporin
( dan prednisone), persentase penolakan dikurangi sampai 50%. Lagi pula efek
sampingnya lebih sedikit. Mungkin berdaya pula untuk menghambat penolakan
menahun (jangka panjang) yang smpai kini merupakan maslah besar.
Resorpsinya dari usus
baik, dengan BA 90%. Dalam hati segera diubah menjadi asam mycofenolat aktif .
Ekskresinya berlangsung melaluiurin sebagai glukuronidanya (inaktif), sesudah
mengalami resirkulasi enterohepatis. Plasma – t1/2 mycofenolat adalah ca 16
jam.
Dosis
: dalam waktu 72 jam setelah transplantasi 2 dd 1ga.c dengan minyak air.
9.
Talidomida (synovir)
Derivat-piperidin ini
(1957) adalah obat tidur dengan efek teratogen sangat kuat (peristiwa softenon,
1962, lihat edisi empat), yang berdasarkan khasiat anti-angiogenesisnya. Juga
berdaya imunosupresif (anti-TNF). Dan antiradang. Setelah dilarang peredaranya
selama lebih dari 25 tahun, sejak awal tahun 1990-an talidomida mulai digunakan
lagi antara lain untuk menekan reaksi lepra dan meringankan gejala AIDS seperti
(aphtae) dimulut , kerongkongan, dan kemaluan, serta diare dan kehilangan bobot
serius. Di AS penggunaanya pada lepra disahkan kembali sejak akhir tahun 1997
dengan syarat- syarat ketat. Dewasa ini efektivitasnya sedang diselidiki secara
klinis untuk berbagai penyakit auto-imun.
10. Sulfalazin
(sulcolon)
Sulfalazin adalah
persenyawaan sulfapiridin dengan 5- ASA yang bersifat antiradang dengan jalan
blokade siklo-oksigenase serta lipoksigenase dan dengan demikian mencegah
sintesis prostaglandin dan leukotrien . Sulfalazin mempengaruhi fungsi
limfosit, mungkin lewat cytokine, juga berdaya antioksidans ( ‘ Menangkap’
radikal bebas O2). Zat ini digunakan khusus pada penyakit usus beradang kronis
(crohn, colitis) dan pada rema.
2.4
Contoh Penyakit
Salah satu penyakit yang dapat diobati dengan imunosupresan adalah Penyakit
Lupus.
a.Pengertian
Penyakit lupus
adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh
pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri,
seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke
dalam tubuh.
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan
organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. Kelainan ini
dikenal dengan autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit
seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika
sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan
kelumpuhan (lupus SLE).
SLE (Sistemics lupus
erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum
diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun
dalam tubuh.Pada penderita lupus, sistem imunitasnya tidak mampu membedakan
antara substansi asing dan sel-sel dan jaringan tubuh. Antibodi yang dihasilkan
justru melawan sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
b. Etiologi
Sehingga kini faktor
yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum
diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet,
dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.Penyakit Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini
menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar,
walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan
hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik
Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau
bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang
itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
c. Klasifikasi
Ada
3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1)
Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus
Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2)
Systemics Lupus,
penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit,
sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita
singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3)
Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu.
Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.Pengaruh
kehamilan terhadap SLE, Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat
selama kehamilan.
d. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi
akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun
yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang
biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka
bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti
kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau
obat-obatan.
Pada SLE,
peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi
tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
e. Manifestasi
Klinis
1.
Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis),
pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
2.
Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas
ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral
dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.
Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi
kardiak.
4.
Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5.
Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis
yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki,
tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan
dan berlanjut nekrosis.
6.
Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7.
Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat
sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi
depresi dan psikosis.
f. Pemeriksaan lupus :
Untuk menguji apakah
seseorang menderita lupus, maka dilakukan sebuah pengujian dengan menggunakan
tes darah bernama Anti Nuclear Antibody (ANA). Tes ini akan
mengidentifikasi autoantibodi (antibodi perusak) yang memakan sel-sel berguna
di dalam tubuh. Hasil positip tes ini belum bisa dikatakan seseorang menderita
lupus. Dibutuhkan data-data lain seperti gejala-gejala, catatan fisik pasien,
dan tes lengkap laboratorium hingga dipastikan si pasien apakah menderita
lupus.
g.
Gejala-gejala awal lupus :
1.
Rasa ngilu yang luar biasa di bagian
persendian
2.
Penderita mengalami kelelahan yang
ekstrim
3.
Muncul semacam bekas luka di sekujur
tubuh
4.
Pipi dan hidung penderita tampak
menyerupai kupu-kupu (butterfly effects)
5.
Mengalami anemia yang amat parah
6.
Saat bernapas, penderita mengalami
tekanan yang berat
7.
Timbul permasalahan di sekitar hidung
dan mulut
8.
Sensitif terhadap cahaya, sinar matahari
maupun kilatan foto
h. Perawatan bagi penderita
lupus :
Salah satu perawatan
yang dilakukan untuk penderita lupus adalah pengobatan medis. Ada beberapa
jenis obat yang bisa mengurangi gejala lupus, akan
tetapi, penggunaannya akan menimbulkan efek samping. Gejala dan efek samping
yang dialami oleh masing-masing pasien sangan variatif dan tak bisa diprediksi.
Jadi dibutuhkan pendampingan oleh petugas kesehatan dalam kasus ini.
i.
Obat-obatan yang diberikan bagi penderita lupus:
1. Steroid
2. Immunosuppressant
3. Antimalarial
(Plaquenil/Hydroxychloroquine)
4. Non-Steroidal
anti-inflammatories
j.
Lupus bisa dicegah dengan:
1.
Mengurangi kontak dengan sinar matahari
2.
Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan
diri dari stres
3.
Tidak merokok
4.
Berolahraga secara teratur
5.
Melakukan diet nutrisi
k.
Fakta-fakta tentang penyakit lupus
1.
Lupus adalah penyakit autoimunitas,
penyakit rheumatic.
2.
Pada penderita lupus, sistem imunitas
tubuh menyerang sel dan jaringan miliknya sendiri.
3.
Ada lima jenis penyakit lupus dan
masing-masing memiliki karakteristik yang khas dan membutuhkan penanganan yang
berbeda pula
4.
Sembilan puluh persen penderita lupus
adalah perempuan
5.
Di Amerika Serikat terdapat 11 kampus
yang mengkhususkan penanganan terhadap penyakit lupus
6.
Sampai dengan sekarang, sangatlah sulit
untuk mendiagnosis penyakit lupus
7.
Penanganan lupus sangat tergantung dari
gejala yang timbul
8.
Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia
menderita lupus
9.
Ras tertentu memiliki risiko terkena
lupus lebih besar dibandingkan ras lain; Afro-Amerika, Hispanik, Asia, dan
Penduduk asli Amerika.
10.
Mayoritas penderita lupus, setelah
diobati, akan tumbuh secara normal
11.
Penanganan lupus dilakukan oleh
rheumatologist.
KESIMPULAN
Imunosupresan
adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah
penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis
rhesus dan neonatus. Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu,
transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada
neonatus.
Prinsip umum
penggunaan imunosupresan untukmencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai
berikut:
1. Respon
imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon
imun sekunder.
2. Obat
imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda.
3. Penghambatan
respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan
terhadap antigen.
Beberapa contoh obat imunosupresan antara
lain Azatioprin , Metotreksat (MTX) , Siklofosfamid
, Kortikosteroid , Siklosporin
(Cyclosporin A) , Rho (D)
imunoglobulin, Tacrolimus
(prograf) , Mycofenolat-mofetil (CellCept) , Talidomida (synovir), Sulfalazin
(sulcolon) .
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/42049925/Obat-Imunosupresan
No comments:
Post a Comment