Juniartha Semara Putra
PATOGENESIS DAN PATOFISOLOGI KELAINAN STRUKTUR DAN
FUNGSI SISTEM PERNAFASAN
1.
Emboli
Paru
Disebabkan oleh : trombosis pembuluh darah
Patofisiologi terjadi karena lepasnya trombos yang berasal
dari pembuluh darah vena dikaki, trombus berasal dari pembuluh darah arteri,
trombus arteri atau (lapisan intima), trombus vena terjadi karena perlambatan
peraliran darah dalam vena tanpa adanya hematum dinding pembuluh darah.
Sebab :
1. Melambatnya sistem aliran darah vena
2. Adanya kelainan pada dinding pembuluh darah vena
3. Adanya perubahan pada sistem pembukuan darah
Trombus vena berasal dari pecahan
trombus besar yang kemudian terbawa oleh aliran vena, yang berisi partikel2
seperti fibrin (terbanyak), sel darah merah dan trombosit. Pada emboli baru
terdapat 2 keadaan sebagai akibat obstruksi2 pembuluh darah yakni
terjadinya : Vasokonstriksi dan bronkokonstriksi sehingga sistem ferfusi dan ventilasi
jaringan paru terganggu.
Faktor – faktor predisposisi
terjadinya emboli paru :
1.
Imobilisasi berbaring lama pada pasca bedah
terjadi stasis setelah 48 jam sampai dengan 10 hari kemudian.
2.
Umur kebanyakan ditemkan antara usia 50 – 65
Tahun
3.
Penyakit jantung, Infark jantung
4.
Trauma : pada luka bakar
5.
Obesitas, neoplasma, kehamilan dan nifas,
anemia, obat – obatan
Gejala – gejalanya : sesak nafas,
nyeri dada, takikardia, demam, takipnea, ronki pada paru.
Pemeriksaan penunjang :
darah/AGD, D lengkap, kimia darah, thorax foto.
2.
Infark
Paru
Yang terlihat pada infark paru adalah gambaran emboli paru
yang disertai gejala utama berupa nyeri pleuritik, dan hemoptisis.
Patogenesis : infark paru sering
terjadi pada keadaan :
1.
Payah jantung : infark paru terjadi karena
menurunnya aliran darah pada sirkulasi bronkial.
2.
PPOM : penyakit paruh obstruksi menaun disini
terjadi perubahan atau hilangnya struktur arteri bronkialis.
3.
Renjatan yang lama : terjadi kegagalan aliran
darah bronkial karena menurunnya tekanan darah pada sistem arteri. Perdarahan
timbul setelah 12 jam terjadi emboli paru.
Gambaran klinis pada infark paru
-
Sesak nafas tiba – tiba, batuk – batuk dan
takipnea, hemopotisis (batuk darah dan pleuritis (radang pleura), demam, nyeri
lokasi didaerah iga dada, bahu bagian atas.
Pemeriksaan laboratorium :
-
Darah lengkap ditemukan : leukositosis, LED
(laju endap darah meningkat).
-
Sputum : ditemukan sel – sel eritrosit
3.
Hemothoraks
: yaitu keadaan dimana terdapat darah (eritrosit) dalam cairan rongga
pleura.
4.
Pneoumothoraks
adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura.
5.
Effusi
pleura : suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura, berupa darah, pus, mengancam jiwa.
Tanda dan gejala : dyspnoe, sakit
pleura, intercostal menonjol, pergerakan dada berkurang, rasa berat didada,
perkusi redup diatas EF, egofoni(egophony = suara bindeng, suara nafas
berkurang, vocal premitus dan tactil berkurang.
Pemeriksaan fisik : vocal
premitus menurun, tanda2 mediastinum terdorong, perkusi pekak, suara
nafas menghilang.
Pemeriksaan penunjang : thorak
foto, biopsi pleura, torakosintesis → aspirasi cairan pleura
Komplikasi : pneumothoraks
→ udara masuk → jarum, hemothoraks → trauma pembuluh darah intercostal emboli
udara → jarang.
Diagnostik
Cairan Pleura :
a. Warna
serous, xanthochrome (agak kekuning – kuningan)
Agak
kemerahan (trauma, infark paru, keganasan, kebocoran aneurisma aorta.
Empiema
kuning : kehijauan agak purulen. Abses karena amuba merah tengguli
Beda
1. N
Cairan
2. Protein
3. Meningkat
tek kapiler
Penyaki –
penyakit
4.
5. Berat
jenis
6. Bakteriologi
|
Transudat
Pleura
jumlah sedikit
Konsen
lebih rendah
Menurun
tekanan I.P
Gagal
jantung kiri
Pada
hidro torak
└
dsari 1.015
Pneumokok
|
Eksudat
Lebih
banyak
Protein
lebih tinggi
Menurun
P Kapiler
Penyakit
infeksi paru, neuplasma
Perdarahan
nyata
Lebih
dari 1.015
Pseudomonas
|
Pengobatan
E.F
1. Terinfeksi
– Keluarkan, intubasi selang iga
2. Irigasi
garam fisiologi (NaCl) + 500mg Tetracycline + 20 cc NaCl, kunci 6 jam – keluarkan
Penatalaksanaan Medik: bedrest,
torakotomi, medikasi anti biotika, penatalaksanaan cairan, tetracycline melalui
tube.
Pengkajian : Penyakit primer,
sintomatis, nafas pendek dan dangkal, sulit nafas, nafas bunyipada efusi, nyeri
dada lokal, peningkatan suhu, kelelahan, batuk.
Penyakit Paru – paru obsruktif menahun – (PPOK, PPOM)
Patofisiologi
:
PPOM
merupakan suatu kelompok penyakit paru
yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari dalam nafas di
dalam paru, atau penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara.
Termasuk
dalam kelompok ini adalah : brokitis kronik, empisema paru, asma kronik.
1.
Bronkitis kronik, ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan
sputum yang terbentuk berupa mukoid atau mukopurulen. Bronkiektasi dan TBC.
tidak termasuk dalam katagori ini.
2.
Emfisema paru-paru,
merupakan suatu perubahan anatomis parenchim paru yang ditandai dengan
pembesaran alveolus dan ductus alvcolaris serta destruksi dinding alveolar.
3.
Asma kronok, penyakit yang dicirikan oleh hypersensitivitas
cabang-cabang tracheo bronchinal terhadap pelbagai jenis rangsangan, dimana
terjadi penyempitan saluran-saluran nafas secara periodik dan reversibel akibat
bronkospasme .
Dapat juga
disebabkaon oleh penyakit lain:
1.
Bronkiektasis, ditandai dengan dilatasi kronik bronkus dan
bronkiolus ukuran sedang, berupa rongga yang bulat seperti kavitas. Penyakit ini timbul apabila dinding bronkus
melemah akibat peradangan . kronik yang mengenai mukosa serta lapisan otot,
sehingga bahan purulen terkumpul di rongga.
2.
Fibrosis kistik, suatu
penyakit yang bersumber pada factor genetik, ditemukan pada bangsa kulit putih.
Kelenjer eksokrim membentuk sekret abnormal yang lengket sehingga mengakibatkan
penyumbatan pada saluran pankreas, hati dan bronkiolus menyebabkan fibrosis
pada organ yang bersangkutan.
Factor
epidemiologik yang berpengaruh terhadap patogenesis.
1.
Merokok, dapat disebut sebagai factor penyebab terpenting terhadap
terjadinya bronkitis kronik, juga berhubungan dengan patogenesis emfeisema
paru.
2.
Polusi udara dan polusi lingkungan kerja.
3.
Alergi dan auto imunitas.
4.
Infeksi.
5.
Lain-lain : Umur, predisposisi genetik, defesiensi anti tripsin alpha 1, seks dan ras.
Patoloqi :
Tiga
mekanisme terjadinya obstruksi adalah :
1. Intra Luminer
Akibat infeksi dan iritasi yang menahun, lumen bronkus
sebagian tertutup oleh sekret yang berlebihan seperti pada bronkitis.
2.
Intra Mural
Terjadinya penebalan dinding bronkus akibat :
a.
Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada
asma.
b.
Hypertrofi dari
kelenjar-kelenjar mukus.
c.
Edema dan inflamasi (peradangan) sering terdapat pada bronkitis
dan asma.
3. Ekstramural : kelainan diluar
saluran nafas.
Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya traksi
radial dinding bronkus, ditambah dengan hyper inflasi jaringan paru
menye-babkan penyempitan saluran nafas seperti pada emfisema.
DIAGNOSIS :
Radirologik
Terdapat
kelainan pada foto toraks PA dan Lateral.
Pada
bronkitis kronik : Terdapat gambaran " Over Inflation ", bayangan
tubuler, corakan paru bertambah, defesiensi vaskuler.
Pada
emfisema terdapat kelainan : Defesiensi arterial dan corakan paru bertambah.
-
Defesiensi arterial ; ditandai dengan diaprgma rendah dan datar,
penciutan pembuluh-pembuluh darah
pulmonal, diameter antero posterior bertambah, ruang
retrosternal membesar dalam bulla.
-
Corakan paru bertambah, seperti gambaran bronkitis menahun.
Patofisiologi
gangguan Fisiologik pada P.P.O.M:
1.
Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
Misalnya : Hyporentilasi, Retensi C02, hyperkapnia.
2.
Gangguan penyebaran (distribusi) gas-gas dalam paru.
3.
Gangguan sirkulasi darah paru.
4.
Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli, mengakibatkan ketidak
seim-bangan ventilasi perfusi : hipoksemia.
Pemeriksaan
Faal Paru :
1.
Spirometri - untuk mengetahui
fungsi ventilasi terdiri dari kapasitas vital dan kapasitas nafas maksimal.
2.
Analisa gas darah arteri, untuk mengetahui keseimbangan asam basa.
3.
Scanning paru.
Komplikasi
dan Prognosis
1. Kegagalan respirasi, ditandai
dengan sesak nafas, asidosis respira-tori, retensi CO2, menurunnya saturasi
oksigen.
2. Kardiovaskuler : Corpulmonale
aritma jantung.
3. Hematologik : Polisitemia.
4. Ulkus- Peptikum.
P.P.O.M.
umumnya berjalan secara progresif untuk jangka waktu yang lama dimana pasien
tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Kematian disebabkan karena gagalnya
respirasi " Korpulmonale " sedang kematian mendadak karena aritmia
jantung.
PENATA
LAKSANAAN :
1.
Usaha Pencegahan :
Menghentikan merokok, menghindari kontak dengan infeksi
respirato-rik, hindari polusi udara atau lingkungan kerja, intake yang cukup
dan nutrisi yang baik.
2.
Pengobatan : Obat-obat bertujuan untuk memperbaiki fungsi paru,
terutama pada obstruksi jalan nafas, mengurangi keluhan-keluhan subjektif,
mempermudah pengeluaran sputum dalam dan tergantung dari penyakitnya : -
Bronkodilator, Antibiotika, Ekspektoran, antitusif dan mukolitik.
Pengobatan
inhalasi, sebagai pengobatan dengan gas oksigen dan uap air.
1.
Pemberian oksigen : pada hypoksia baik akut maupun kronik, dan ditandai
dengan dispnoe.
a. Pemberian jangka pendek : pada
peradangan akut atau serangan asma.
b. Pemberian jangka panjang, pada
pasien dengan hipoksia berat : misalnya
:
- Sesak nafas yang berat disertai kelelahan umum.
- Kegagalan jantung yang berulang.
- Polisistemjia berat.
- Gangguan fungsi mental, insomnia, gelisah dll.
Pemberian oksigen kontinyu harus dengan konsentrasi rendah
yaitu : 20 - 30 %.
2.
Humidifikasi dan nebulasi.
Dengan memberikan
obat-obat bronkodilatator, mukolitik, uap air perinhalasi untuk mengencerkan
lendir.
Dilakukan dengan alat
nebulasi atau IPPB.
Fisioterapi
dan Rehabilitasi dengan tujuan :
1.
Melatih pasien tehnik bernafas yang lebih baik.
2.
Melatih mengeluarkan lendir.
3.
Menyesuaikan kemampuan bernafas dengan kegiatan sehari-hari.
Penatalaksanaan
pada Komplikasi.
1.
Faktor penyebab terjadinya korpulmonale pada PPOM. terutama hipeftensi
pulmonal. Bila terjadi kegagalan jantung
bendungan dan gagal jantung primer dikelola dengan istirahat, diet rendah garam
diuretika dan digitalis.
2.
Kegagalan respirasi, terjadi bila paru tidak mampu mempertahankan
fungsinya dalam pertukaran gas, dapat dilihat dengan pemeriksaan
Analisa gas darah.
Penatalaksanaan pada kegagalan respirasi sebaiknya pasien
dimasukkan dalam perawatan intensif ( I C U ).
No comments:
Post a Comment