Juniartha Semara Putra
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning
Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
STANDAR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya
deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang
tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor
dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
B. PATOFISIOLOGI
Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan
tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada
mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan
pada jaringan.
Pada cedera primer dapat
terjadi :
Gegar
kepala ringan
Memar
otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah
di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah /
cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh
darah ini tidak dapat menutup sendiri
karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2
hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan
tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil
ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi,
Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara
duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara
duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya
adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral
berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri;
kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga
subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah
dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik
subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan
cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai
berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan
darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah,
dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan
telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau
keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek
neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat
terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau
perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4. Pemeriksaan Penujang
·
CT-Scan (dengan atau
tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
·
MRI : Digunakan sama
seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
·
Cerebral Angiography:
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
·
Serial EEG: Dapat
melihat perkembangan gelombang yang patologis
·
X-Ray: Mendeteksi
perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
·
BAER: Mengoreksi
batas fungsi corteks dan otak kecil
·
PET: Mendeteksi
perubahan aktivitas metabolisme otak
·
CSF, Lumbal Punksi
:Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
·
ABGs: Mendeteksi
keberadaan ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
·
Kadar Elektrolit :
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial
·
Screen Toxicologi:
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
·
Bedrest total
·
Pemberian obat-obatan
·
Observasi tanda-tanda
vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke
fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis,
rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu
orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi
dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat
dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang
biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi
pada pusat napas di otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan
penumpukan sputum.
3.
Gangguan perfusi
jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4.
Keterbatasan
aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan
immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Tidak efektifnya pola
napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak
|
Tujuan :
Mempertahankan pola napas
yang efektif
Kriteria ;
|
Tindakan keperawatan
|
2. Tidak
efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum
|
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas
dan mencegah aspirasi
Kriteria :
|
Tindakan keperawatan
|
3. Gangguan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan udema otak
|
Tujuan :
Mempertahankan dan
memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik
Kriteria :
|
Tindakan keperawatan
|
4. Keterbatasan fisik
berhubungan dengan penurunan kesadaran
|
Tujuan ;
Kebutuhan pasien dapat
terpenuhi secara sdekuat
Kriteria :
Kebersihan terjaga
|
Tindakan keperawatan
|
5. Resiko tinggi gangguan
intregitas kulit berhubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi
perifer
|
Tujuan:
Gangguan integritas kulit
tidak terjadi
|
Tindakan Keperawatan:
|
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Long;
BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis . Cv. Mosby Company.
Asikin
Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu
Napas, Jakarta .
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada
University Press
No comments:
Post a Comment