Juniartha Semara Putra
6. SEGMEN ST
(ST SEGMENT)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
(CONGESTIVE HEART FAILURE)
PENGERTIAN
Kegagalan fungsi pompa jantung dalam mencukupi kebutuhan
darah (nutrient dan oksigen) secara adekuat sesuai dengan kebutuhan jaringan.
ETIOLOGI
1. Faktor externa (dari luar jantung) : hipertensi renal,
hyperthiroid, anemia kronis/ berat
2. Faktor interna (dari dalam. jantung)
a. Disfungsi katub ventrikuler septum defect (VSD), atrial
septum defect (ASD), stenosis/ insuffisiensi mitral.
b. Disritmia atrial fibrilasi,ventrikel fibrilasi, heart
block.
c. Kerusakan myocard iskhemik/ infark, cardiomyopathi,
myocarditis, ASHD (Athero Sclerosis Heart Disease).
d. Infeksi Subacut Bacterial Endocarditis.
MEKANISME KOMPENSASI
1. Dilatasi ventrikel
2. Hipertrofi ventrikel
3. Peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis sehingga
meningkatkan heart rate
GEJALA DAN TANDA
GAGAL JANTUNG KIRI
1. Volume dan Tekanan LV
& LA meningkat
2. Volume Vena Pulmonal meningkat
3. Oedema Paru /
4. Cardiac Output menurun sehingga perfusi jaringan menurun
5. Darah ke renal dan kelenjar menurun.
6. Volume darah ke paru menurun
MENYEBABKAN :
1. Lethargi & diaphoresis
2. Dyspnea/Orthopnea/PND
3. Palpitasi (berdebar-debar)
4. Cheyne-Stokes
5. Batuk (Haemoptoe)
6. Ronchi basah bagian basal paru.
7. Terdengar BJ 3 & BJ 4 /Gallops rithme.
8. Oliguria/anuria
GAGAL JANTUNG KANAN
1. Volume Vena sistemik meningkat
2. Volume dalam organ/sel meningkat
3. Hepar membesar
4. Lien membesar
5. Deppendent oedema
6. Harmon retensi air dan Na+ meningkat sehingga reabsorbsi
meningkat.
7. Volume Extra Cell Fluids meningkat.
8. Volume darah total meningkat
MENYEBABKAN :
1. Oedema tungkai/tumit
2. CVP meningkat
3. Pulsasi V. Jugularis
4. Bendungan V. Jugularis/JVP meningkat
5. Distensi abdomen, nausea dan anorexia
6. Acites
7. Berat badan meningkat
8. Hepatomegali (lunak & nyeri tekan)
9. Splenomegali
10. Insomnia.
PENGKAJIAN :
I. RIWAYAT KEPERAWATAN:
1. Keluhan :
Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat),
Palpitasi/berdebar-debar
PND/Orthopnea, Sesak nafas saat beraktivitas, Batuk (haemoptoe),
Tidur harus pakai bantal > 1 buah
Anorexia, Nause dan Vomiting
Lethargi (kelesuan)
Insomnia
Kaki bengkak dan BB bertambah, Jumlah urine menurun
Serangan timbul mendadak/sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark myokard
kronis, diabetus mellitus, bedah jantung, aritmia.
3. Aktifitas fisik : Aktif><>4. Riwayat diet intake
gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
5. Riwayat pengobatan : Toleransi obat, obat-obat penekan
fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per IV, alergi.
6. Pola eliminasi retensi cairan sekunder, nocturia.
7. Merokok: perokok, caraljumlah batang per han, jangka
waktu.
8. Posture, kegelisahan, kecemasan.
9. Faktor predisposisi/presipitasi Asthma, obesitas,
penyakit paru yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
II. STUDI DIAGNOSTIK
1. CBC : Anemia berat atau policythemia. WBC : Lekositosis
(pada MCI dan myocarditis) atau keadaan infeksi lain.
2. ABG: menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.
3. Fraksi lemak : peningkatan kadar cholesterol/triigliserid
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan.
4. Serum katekolamin guna mengesampingkan penyakit adrenal.
5. Sedimentasi : meningkat akibat adanya inflamasi akut.
6. Thyroid: menilai peningkatan aktivitas thyroid
7. Echocardiogram : menilai stenosis/incompetensi,
pembesaran ruang jantung, hipertrofi ventrikel.
8. Cardiac Scan : menilai underperfusion otot jantung, yang
menunjang penurunan kemampuan kontraksi.
9. Rontgen thorax: untuk menilai pembesaran jantung, oedema
paru.
10. Kateterisasi jantung : menhlai fraksi ejeksi ventrikel.
11. Electro Cardiographi : menilai hipertrofi
atrium/ventrikel, iskhemik, infark, isritmia.
12. Liver/Renal Function Test: menilai efek yang terjadi
akibat CHF.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Evaluasi status jantung:
BB, TB, Kelemahan, tolenransi aktivitas, warna kulit,
oedema, suhu, nadi perifer,PMI, tekanan darah, bunyi jantung, denyut bisferien,
gallops, murmur (cardiomyopathi)
2. Obstruktif (Idiopathic Hypertrophic Sub-Aortic
Stenosis/IHSS).
3. Muncul denyut vena jugularis, JVP> 5-2 cm 1-120,
pulsus alternans, displace lateral PMI yang menunjukkan decompensasi.
4. Evaluasi faktor stress: menilsi insomnia, peningkatan
vital sign, gugup atau rasa cemas/takut yang kronis.
5. Palpasi abdomen : Hepatomegali, splenomegali, acites.
6. Hepatojuguler reflux.
IV. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mengurangi kerja jantung dan meningkatkan kontraktilitas
otot jantung.
2. Membantu untuk menentukan penyebab utama.
3. Memberi informasi tentang penyakit, therapi, dan
kekambuhan.
4. Memberi perhatian dan support psikologis.
V. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DECOMPENSASI CORDIS dan OEDEMA
PULMONAL
Diagnosa 1 :
Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan
curah jantung, kongesti vena sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung.
Diagnosa 2 :
Potensial komplikasi : shock kardiogenik
Data penunjang :
S : Mengeluh pusing, sesak nafas, mual, berkeringat dingin,
nyeri dada.
O : Hipotensi, takhikardi, disritmia, diaphoresis, pulsus
alternans, kulit dingin & pucat, dyspnea/orthopnea/PND,BUN/Creatinin
meningkat, oliguri, distensi venajugularis/
JVP> 3 cm H20, ronchi, orthopnoe, disritmia, BJ Ill I IV gallops, BJ
I atau II melemah atau split, terdengar murmur/bising.
Tujuan/sasaran :
Perfusi jaringan, curah jantung kembali normal dan
tanda-tanda decompensasi cordis berkurang/hilang.
Kriteria/standar :
S : keluhan di atas (pada data penunjang) berkurang atau
hilang.
O :Tensi normal; denyut nadi kuat; frekuensi normal; kadar
BUN/Creatinin normal; JVP <>
Intervensi :
1. Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/high fowler).
2. Bed rest total dan mengurangi aktivitas yang merangsang
timbulnya respon valsava. Catat reaksi pasien terhadap aktivitas yang dilakukan.
3. Monitor vital sign dan apical pulse setiap jam (pada fase
akut), dan kemudian tiap 2-4 jam bila fase akut berlalu.
4. Monitor dan catat tanda-tanda disritmia, perubahan bunyi
jantung.
5. Monitor BUN/Creatinine sesuai program therapi.
6. Observasi perubahan sensori
7. Observasi tanda-tanda kecemasan dan upayakan memelihara
lingkungan yang nyaman. Upayakan waktu istirahat dan tidur adekuat.
8. Kolaborasi dengan team gizi untuk memberikan diet rendah
garam, rendah protein, dan rendah kalori (bila klien obesitas) serta cukup
selulose.
9. Berikan diet sedikit-sedikit tapi sering dan lakukan oral
care secara teratur.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif (bila fase akut
berlalu) dan tindakan lain untuk mencegah thromboemboli.
11. Kolaborasi dengan team medis untuk therapy/tindakan :
a. Glikosid jantung untuk meningkatkan kontraktilitas.
b. Bantuan oksigenasi (tingkatkan aliran/konsentrasinya)
setiap kali klien selesai melakukan aktivitas atau makan.
c. Cek EKG serial dan rontgen thorax (bila ada indikasi)
d. Inotropik.digitalis dan vasoaktive drug untuk menurunkan
preload dan afterload, menurunkan beban kerja jantung dan meningkatkan CO
e. Tranquilizer/sedative (bila perlu).
f. Anti emetik dan laxative untuk mencegah aktivitas
berlebihan yang menimbulkan respon valsava.
g. Kateterisasi jantung (Flow-Direct Catheter), bila ada
indikasi.
h. Pasang Pace-maker (bila ada disritmia maligna).
12. Monitor serum digitalis secara periodik, dan efek
samping obat-obatan serta tanda-tanda peningkatan ketegangan jantung.
13. Jangan memberikan digitalis bila didapatkan perubahan
denyut nadi/jantung, bunyi jantung atau perkembangan toxicitas digitalis dan
segera laporkan kepada team medis.
Diagnosa 3 :
Gangguan pertukaran gas
yang berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru berlebihan
volume cairan, sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil
Diagnosa 4 :
Resiko hipoksia berat
Data Penunjang :
S : sesak nafas, chest pain, batuk, lethargi, keletihan.
O :agitasi atau bingung, cyanosis, oedem tungkai, bunyi nafas
(wheezing /rales/ ronchi di basal paru), retraksi intercostae, pernafasan
cuping hidung, perubahan nilai ABG (acidosis metabolik/respiratorik),
tachipnea/orthopnea/PND, kulit kuning pucat.
Sasaran/tujuan :
Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat
untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
Kriteria/Standar :
S : keluhan sesak nafas, chest pain dan batuk hilang.
O :tanda cyanosis & oedema tungkai hilang; bunyi nafas
normal; tanda ¬tanda ke-sulitan bernafas hilang; ABG dalam batas normal.
Intervensi :
1. Observasi bunyi nafas,respiratory rate dan kedalaman
(pola nafas) tiap 1 – 4 jam.
2. Monitor tanda/gejala oedema pulmonal (sesak nafas saat
aktivitas ; PND/ orthopnea; batuk; tachypnea; sputum bau, jumlah, warna,
konsistensi; bunyi nafas ronchi di basal paru; peningkatan Pulmonary Artery
Wedge Pressure).
3. Posisi tidur klien semi fowler.
4. Bed rest total dan batasi aktivitas selama periode sesak
nafas, bantu merubah posisi (bila perlu).
5. Monitor tanda/gejaIa hypoxia (perubahan nilai gas darah;
tachycardia; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bingung, pusing,
chest pain, cyanosis di bibir dan membran mukosa).
6. Membatasi jumlah pengunjung.
7. Kolaborasi dengan team medis :
a. Pemberian oksigen melalui nasal canule 4 - 6 liter /menit
(kecuali bila klien mengalami hypoxia kronis) kemudian 2 liter/menit. Observasi
reaksi klien dan efek pemberian oksigen (nilai kadar ABG).
b. Therapi diuretic, suplement kalium, bronchodilator,
sodium nitroprusside.
c. Sodiun, bicarbonat (bila ada indikasi)
8. Monitor efek yang diharapkan, efek samping dan toxicitas
dan therapi yang diberikan. Cek kadar elektrolit.
9. Observasi intake dan output cairan (terutama per infus)
dan timbang BB (bila klien tidak sesak).
10. Batasi jumlah intake cairan per oral.
11. Kolaborasi dengan tim gizi untuk memberikan diit jantung
(I- IV, rendah garam¬rendah lemak).
12. Laporkan kepada team medis bila didapatkan tanda-tanda
toxicitas atau komplikasi yang lain.
Diagnosa 5 :
Resiko terhadap kelebihan volume cairan : edema yang
berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan
aliran darah ke ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus (peningkatan
produksi ADH )
Data Penunjang :
S : sesak nafas, batuk, kaki bengkak, berkeringat dingin.
O: Oedema extremitas,BB
meningkat,dyspnea/orthopnea/PND,Acites, Hepatomegali, splenomegali,
Cardiomegali (rontgent thorax ), EKG LVH, RVH, deviasi axis; pergeseran apex,
perubahan denyut nadi, peningkatan CVP/PWP/Blood Pressure, ronchi,
oliguri/anuria, JVP meningkat > 3 cm H20, pelebaran vena abdominal.
Tujuan/sasaran :
Mencegah/mengurangi/menghilangkan kelebihan volume cairan
dan meningkatkan perfusi jaringan.
Kriteria/standar :
S : Keluhan berkurang/hilang.
O :CVP, PWP, BP, denyut nadi/jantung, 66, lokasi PMI dalam batas
normal, oedem/ acites berkurang/hilang, pola nafas normal, ronchi hilang/suara
nafas normal, Hepar dan Lien normal.
Intervensi :
1. Monitor dan evaluasi CVP, PWP, denyut nadi/jantung,BP
secara ketat, tiap jam (pada fase akut) atau 2 -4 jam setelah fase akut
berlalu.
2. Monitor bunyi jantung, palpasi lokasi PMI dan lebar
denyut apex.
3. Observasi tanda-tanda respirasi cheyne stokes dan
disritmia. Segera laporkan tim medis, bila ada.
4. Observasi tanda-tanda oedema anasarka.
5. Timbang berat badan tiap hari (bila kondisi klien
memungkinkan).
6. Evaluasi pola respirasi (kecepatan, kedalaman) serta
bunyi nafas (catat bunyi nafas abnormal dan penurunan bunyi, akumulasi sputum)
, dyspnea, orthopnea/ PND, tachipnea, batuk, fatigue, dan haemoptoe.
7. Observasi pembesaran hepar dan lien, catat adanya nause,
vomiting, distensi, dan konstipasi.
8. Batasi intake cairan dan berikan diet rendah garam.
9. Batasi makanan yang menimbulkan gas dan minuman yang
mengandung karbonat.
10. Observasi urine output per jam atau per 24 jam.
11. Kolaborasi dengan team medis untuk therapi/tindakan:
a. Diuretik, catat urine output dan cek kadar elektrolit.
b. Bronchodilator/Aminophyline (jangan diberikan bila BP
klien rendah).
c. Oksigenasi dengan tekanan rendah.
d. Thoracocentesis, paracentesis, phlebotomi, rotating
tourniquet (bila perlu).
12. Observasi reaksi pemberian therapy
Diagnosa 6 :
Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri, sesak
nafas dan lingkungan rumah sakit yang asing bagi klien.
Data penunjang :
S : mengeluh sulit tidur/sering terbangun, pusing, chest
pain, sulit beradaptasi de-ngan lingkungan RS, sesak nafas.
O :mata klien sayu, wajah tampak layu, tampak Ielah
/gelisah/kesakitan, jumlah jam tidur klien berkurang, sering menguap/menggosok
mata, dyspnea/orthopnea /PND.
Tujuan/sasaran:
Memenuhi kebutuhan istirahat/ tidur klien secara adekuat
(kualitas maupun kualitas).
Kriteria/standar :
S : mengatakan mampu tidur dengan nyaman, keluhan-keluhan
hilang.
O : jumlah jam tidur normal, wajah klien segar, nyeri/sesak
nafas hilang.
Intervensi :
1. Mengidentifikasi pola normal tidur kiten sebelum MRS dan
perubahan yang terjadi setelah MRS.
2. Membantu klien dalam beradaptasi dengan Iingkungan RS.
3. Menilai adanya faktor yang menunjang terjadinya gangguan
pola tidur (sesak nafas, PND, sering kencing karena efek diuretik, nyeri, rasa
takut, cemas, merasa kesepian, kebisingan, lampu yang terlalu terang, tindakan
perawatan).
4. Memberikan tindakan untuk mengatasi faktor penyebab
(mengatur posisi tidur yang nyaman, terapi diuretik diberikan pada pagi hari,
memberikan obat anti nyeri sesuai program terapi, memberikan selimut,
meredupkan lampu ruangan, dll).
5. Memberikan tindakan perawatan sebelum waktu tidur yang
dapat menunjang istirahat/tidur klien (menggosok punggung, minum susu hangat,
gosok gigi, mengatur suhu ruangan, memberikan bantal yang nyaman, mengajak
klien berdoa, dll).
6. Merencanakan tindakan perawatan/medis yang tidak
mengganggu jam istirahat/tidur kilen.
7. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian obat yang
membantu tidur (tranquilizer) sesuai kebutuhan/indikasi. Kaji reaksi, efek
samping dan tanda-tanda toxicitas (bila ada, segera laporkan team medis).
Diagnosa 7 :
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit : ulkus dekubitus
yang berhubungan dengan imobilisasi/intoleransi aktivitas,oedema dan perubahan
perfusi jaringan.
Data penunjang:
S : mengeluh punggung terasa panas, banyak berkeringat,
tidak mampu melakukan aktivitas, takut bergerak.
O :Oedema, bed rest, kulit lembab, diaphoresis, mobilitas
pasif, vital sign abnormal, alas tidur lembab, kemerahan pads kulit
punggung/daerah tertekan lainnya.
Tuiuan/sasaran :
Mencegah kerusakan jaringan kulit (ulcus dekubitus).
Kriteria/standard :
S : keluhan berkurang/hilang
O : Oedema berkurang/hilang, kelembaban kulit normal mampu
melakukan aktivitas sesuai kemampuan, vital sign dalam batas normal, alas tidur
bersih dan kering, tidak terdapat tanda peradangan pada punggung atau daerah
tertekan.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda peradangan pada kulit punggung atau
daerah yang tertekan lainnya (eritema dan kepucatan).
2. Gunakan alas tidur yang lembut.
3. Lakukan perawatan kulit dan massage tiap habis mandi.
4. Ganti linen bila basah atau lembab dan kotor.
5. Ganti baju klien bila berkeringat banyak.
6. Bantu mobilisasi ringan sesuai kemampuan klien dan
upayakan dapat miring kiri / kanan setiap 2 jam sekali
7. Lakukan perawatan dini decubitus bila didapatkan tanda
kemerahan pada kulit yang tertekan.
8. Tetapkan jadwal pengosongan kandung kemih (mulai dengan
setiap 2 jam)
Diagnosa 8 :
Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan efek
terapi diuretic yang berlebihan
Data penunjang :
S : sering kencing (bila tidak menggunakan kateter urine).
O: Produksi urine per jam atau per 24 jam, vital sign,
intake cairan/24 jam, kadar elektrolit darah, vital sign, BB, dosis diuretik
yang diberikan & waktu pemberian.
Tujuan/sasaran :
Mencegah terjadinya deficit cairan dan efek diuretik
terkontrol
Kriteria/standar :
Vital sign, BB, produksi urine per jam/ per 24 jam, kadar
elektrolit dalam batas normal, intake cairan adekuat, dosis diuretik terkontrol
Intervensi :
1. Monitor efek pemberian diuretik dengan seksama.
2. Observasi vital sign dan kenali tanda-tanda dehidrasi.
3. Monitor k8dar elektrolit (potassium, sodium, chloride,
hydrogen, calcium, kalium).
4. Kolaborasi dengan team medis untuk memberikan suplemen
potassium/kalium.
5. Kolaborasi untuk mendapatkan diet yang cukup kalium
(pisang hijau).
6. Monitor intake cairan dan produksi urine per 24 jam.
7. Segera melaporkan kepada team medis bila didapatkan
tanda-tanda dehidrasi.
Diagnosa 9 :
Kecemasan atau takut yang berhubungan dengan keadaan fisik
yang tidak dapat diperkirakan/tidak diketahui, lingkungan yang tidak familiar,
dan ancaman kematian akibat proses penyakit
Data Penunjang :
S :klien mengatakan merasa tidak berdaya, takut mati,
gelisah, me¬nanyakan perkem-bangan penyakitnya.
O:emosi: cemas/sedih/marah/menolak diagnosa/menangis,
gelisah; fisiologis: peningkatan nadi, tensi, respirasi, kelemahan/keletihan
palpitasi, gemetar, perubahan tinggi suara, diaphoresis.
Tuiuan/sasaran :
Klien/keluarga mampu mengekspresikan rasa takut/cemasnya
secara positif sehingga mekanisme kopingnya menjadi efektif dan kecemasan/rasa
takut berkurang/hilang.
Kriteria/standar :
1. Klien dapat mengekspresikan takut/cemasnya secara wajar.
2. Klien merasa optimis bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
3. Klien mampu mendiskusikan pengaruh penyakitnya terhadap
perubahan pola hidup.
4. Tidak menunjukkan gejala/tarida perubahan kondisi fisik
akibat kecemasan.
Intervensi :
1. Memberikan penjelasan singkat tentang tujuan, hasil yang
diharapkan dan prosedur dilakukan serta akibat sampingnya.
2. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengenal
Iingkungannya dan team perawatan.
3. Berikan waktu secukupnya kepada klien untuk berbicara
dengan orang terdekat (keluarga/teman).
4. Observasi efek yang terjadi setelah klien mendapat
kunjungan dan orang terdekat dan batasi jam berkunjung agar klien dapat
beristirahat.
5. Memberikan support kepada klien untuk mengexpresikan
perasaannya, mendengarkan keluhan klien dan menjawab pertanyaan kijen secara
jujur dan penuh perhatian, datangkan rohaniawan (bila klien memerlukan).
6. Mendiskusikan kondisi klien dan perubahan pola hidup yang
harus dijalani klien setelah sembuh/pulang dan rumah sakit.
7. Mengajarkan dan memben support kepada klien untuk tidak
selalu tergantung pada orang lain (dapat merawat diri sendiri dan mampu
mengambil keputusan).
Diagnosa 10 :
Perubahan konsep diri (peran, harga diri) yang berhubungan
dengan perubahan kondisi fisik dan prognosa penyakit.
Data penunjang:
S :mengeluh dirinya sudah tidak berharga lagi, cemas
terhadap perubahan sikap teman/keluarga.
O :Pekerjaan, hobby, prognosa penyakit, perubahan pola
hidup, peran klien dalam keluarga, tampak sedih/cemas/khawatir.
Tujuan/sasaran :
Kijen menyadari dan menerima perubahan konsep dirinya/
adaptive.
Kriteria/standar :
1. Klien rnampu memperluas kasadaran/wawasan tentang peran,
harga diri dan kemampuannya.
2. Klien mampu introspeksi dan mengevaluasi peran, harga
diri dan kemampuannya. Klien mampu merencanakan dan melaksanakan perannya
sesuai dengan kemampuan dan realitas yang ada setelah sembuh dari sakit.
3. Klien mampu menerima perubahan sikap Iingkungannya (bila
ada) tanpa stres yang berarti.
4. Expresi wajah klien tampak tenang.
Intervensi :
1. Berikan support pada tingkah laku sedih klien secara
wajar.
2. Berikan privacy kepada klien dan keluarga atau teman
dekat klien agar klien mampu mengexpresikan perasaannya dan mencari alternatif
problem solving/ adaptasi.
3. Observasi tanda-tanda kecemasan/ketakutan/khawatir baik
verbal maupun non verbal dan berupaya selalu berada di dekat klien bila klien
membutuhkan.
4. Hindari konfrontasi dengan klien.
5. Upayakan untuk menerima perasaan denial/anger klien.
6. Cegah tingkah laku destruktif klien yang dapat
membahayakan dirinya.
7. Lakukan komunikasi therapeutik (membesarkan hati dan
harapan klien), libatkan keluarga atau orang terdekat.
8. Lakukan aktivitas bertahap sesuai dengan program terapi
dan kemampuan klien.
9. Melibatkan klien dalam pengambilan keputusan tentang
perawatan dirinya.
Artikel Keperawatan
ELEKTROKARDIOGRAM (EKG)
A. DEFINISI
Elektrodiogram adalah grafik yang merekam perubahan
potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu. Elektrodiografi adalah
ilmu yang mempelajari perubahan¬-perubahan potensial atau perubahan voltage
yang terdapat dalam jantung.
Dalam EKG perlu diketahui tentang sistem konduksi (listrik
jantung), yang terdiri dari
1. SA Node ( Sino-Atrial Node )
2. AV Node (Atrio-Ventricular Node)
3. Berkas His
4. Serabut Purkinye
SA Node
Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior
(VCS). Sel-sel dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur
mengeluarkan impuls (rangsangan listrik) dengan frekuensi 60 - 100 kali
permenit kemudian menjalar ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium
terangsang.
AV Node
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas
katup trikuspid. Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluar¬kan impuls dengan
frekuensi lebih rendah dan pada SA Node yaitu : 40 - 60 kali permenit. Oleh
karena AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node
yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls akan
dikeluarkan oleh AV Node.
Berkas HIS
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :
1. Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)
2. Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch )
Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan
lagi ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.
Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel
ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat
sehingga seluruh sel akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace
maker (impuls) yang secara otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 -
40 kali permenit.
B. TUJUAN EKG
1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung
2. Kelainan-kelainan otot jantung
3. Pengaruh/efek obat-obat jantung
4. Ganguan -gangguan elektrolit
5. Perikarditis
6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung
7. dan lain-lain
C. CARA PEMERIKSAAN
1. PERSIAPAN ALAT-ALAT EKG.
a. Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut
:
b. Satu kabel untuk listrik (power)
c. Satu kabel untuk bumi (ground)
d. Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan
diberi tanda dan warna.
e. Plat elektrode yaitu
f. 4 buah elektrode extremitas dan manset
g. 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
h. Jelly elektrode / kapas alkohol
i. Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
j. Kertas tissue
2. PERSIAPAN PASIEN
a. Pasieng diberitahu tentang tujuan perekaman EKG
b. Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam
keadaan tenang selama perekaman.
D. CARA MENEMPATKAN ELEKTRODE
Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di
sekitar pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan
pasien.
1. Elektrode extremitas atas dipasang pada pergelangan
tangan kanan dan kiri searah dengan telapak tangan.
2. Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan
kiri sebelah dalam.
3. Posisi pada pengelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan
kanan.
Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
Merah (RA / R)
lengan kanan
Kuning (LA/ L) lengan kiri
Hijau (LF / F ) tungkai kiri
Hitam (RF / N) tungkai kanan (sebagai ground)
Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead)
1. Sandapan bipolar (sandapan standar) dan ditandai dengan
angka romawi I, II, III.
2. Sandapan Unipolar Extremitas (Augmented axtremity lead)
yang ditandai dengan simbol aVR, aVL, aVF.
4. Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial),
ini ditandai dengan huruf V dan disertai angka di belakangnya yang menunjukkan
lokasi diatas prekordium, harus dipasang pada :
VI : sela iga ke 4
garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak
diantara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga
ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 ; garis aksilla
depan sejajar dengan V4
V6 ; garis aksila
tengah sejajar dengan V4
Sandapan tambahan
V7 : garis aksila
belakang sejajar dengan V4
V8 : garis skapula
belakang sejajar dengan V4
V9 : batas kin dan
kolumna vetebra sejajar dengan V4
V3R - V9R posisinya sama dengan V3 - V9, tetapi pada sebelah
kanan. Jadi pada umumnya pada sebuah EKG dibuat 12 sandapan (lead) yaitu
I II III aVR aVL aVF
VI V2 V3 V4
V5 V6
Sandapan yang lain dibuat bila perlu.
Lokasi permukaan otot jantung dapat dilihat pada EKG,
seperti :
1. Anterior : V2, V3,
V4
2. Septal : aVR, V1,
V2
3. Lateral : I, aVL,
V5, V6
4. Inferior : II, III, aVF
Aksis terletak antara : - 30 sampai + 110 (deviasi aksis
normal)
Lebih dari – 30 : LAD (deviasi aksis kiri)
Lebih dari dari + 110 : RAD (deviadi aksis kanan)
E. CARA MEREKAM EKG
1. Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.
2. Periksa kembali standarisasi EKG antara lain
a. Kalibrasi 1 mv (10 mm)
b. Kecepatan 25 mm/detik
Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol
run/start dan setelah kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan
2 -3 kali berturut-turut dan periksa apakah 10 mm
3. Dengan memindahkan lead selector kemudian dibuat
pencatatan EKG secara berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III,
aVR,aVL,aVF,VI, V2, V3, V4, V5, V6.
Setelah pencatatan, tutup kembali dengan kalibrasi seperti
semula sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan mesin EKG
4. Rapikan pasien dan alat-alat.
a. Catat di pinggir kiri atas kertas EKG
b. Nama pasien
c. Umur
d. Tanggal/Jam
e. Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri
bawah
5. Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa, perhatian
Perhatian !
1. Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG.
2. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.
3. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing -
masing 2 - 4 kompleks
4. Kalibrasi dapat dipakai
gambar terlalu besar, atau 2 mv bila gambar terlalu kecil.
5. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti ;
jam tangan, tremor, bergerak, batuk dan lain-lain.
6. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.
F. CARA MEMBACA EKG
Ukuran-Ukuran pada kertas EKG
Pada perekaman EKG standar telah ditetapkan yaitu :
1. Kecepatan rekaman 25 mm/detik (25 kotak kecil)
2. Kekuatan voltage 10 mm = 1 millivolt (10 kotak kecil)
Jadi ini berarti ukuran dikertas EKG adalah
1. Pada garis horisontal
• tiap satu kotak kecil = 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik
• tiap satu kotak sedang = 5 mm = 5/25 detik = 0,20 detik
• tiap satu kotak besar = 25 mm = 25125” = I ,00 detik
2. pada garis vertikal
• 1 kotak kecil = 1 mm =0.1 mv
• 1 kotak sedang = 5 mm = 0,5 mv
• 2 kotak sedang = 10 mm= I milivolt
G. NILAI-NILAI EKG NORMAL
1. Gelombang P yaitu depolarisasi atrium.
a. Nilai-normal ; lebar <>b. tinggi <0,25>c.
bentuk + ( ) di lead I, II, aVF, V2 -
V6
d. - ( ) di lead aVR
e. + atau - atau + bifasik ( ) di lead III, aVL, V1
2. Kompleks QRS yaitu depolarisasi dan ventrikel, diukur
dari permulaan gelombang QRS sampai akhir gelombang QRS Lebar 0,04 - 0,10 detik
a. Gelombang Q yaitu defleksi pertama yang ke bawah (-) lebar
0,03 detik, dalam <1/3>b. Gelombang R yaitu defleksi pertama yang keatas
(+)
• Tinggi ; tergantung lead.
• Pada lead I, II, aVF, V5 dan V6 gel. R lebih tinggi
(besar)
• Gel. r kecil di V1 dan semakin tinggi (besar) di V2 - V6.
c. Gelombang S yaitu defleksi pertama setelah gel. R yang ke
bawah (-).
Gel. S lebih besar pada VI - V3 dan semakin kecil di V4 -
V6.
3. Gelombang T yaitu repolarisasi dan ventrikel
a. (+) di lead I, II, aVF, V2 - V6.
b. (-) di lead aVR.
c. (±) / bifasik di lead III, aVL, V1 (dominan (+) /
positif)
4. Gelombang U ; biasanya terjadi setelah gel. T (asal
usulnya tidak diketahui) dan dalam keadaan normal tidak terlihat.
H. MEKANISME TERBENTUKNYA SUATU GELOMBANG
Ini ditentukan hasil catatan aktivitas elektris sel otot
jantung
Pada sel otot jantung ada arah penyebaran impuls (VEKTOR)
saat jantung berkontraksi yaitu depolarisasi dan repolarisasi yang ditandai
adanya depleksi pada EKG
I. HUBUNGAN VEKTOR PADA EKG NORMAL
Pada jantung yang sehat )normal) vector dominan adalah
mengarah ke bawah dan ke kiri,
J. 7 KRITERIA INTERPRETASI EKG
1. FREKWENSI (Heart Rate)
2. Irama (Rhythm)
3. Gel.P (P wave)
4. Jarak P – QRS (PR Interval)
5. Kompleks QRS, ada 3 yang dinilai :
a. Lama / lebar (duration)
b. Sumbu (Axis)
c. Bentuk (Comfiguration)
6. Segmen S – T (ST Segment)
7. Gel T (T Wave)
Dari seluruh kriteria tersebut, keluar suatu kesan : Normal / tidak
1. Frekwensi (Rate)
Frekwensi jantung ( HR ), normal ; 60- 100 x / menit
Cara menentukan jumlah frekwensi/kecepatan permenit
1. Untuk irama yang regular yaitu 1500 dibagi jumlah kotak
kecil antan R-R (jarak dan R1 ke R2) = HR / menit
2. Untuk irama irreguler yaitu direkam EKG dalam 6 detik,
hitung beberapa banyak kompleks QRS kemudian dikalikan 10 HR/ menit (jumlah R R
dalam 6 detik dikali 10 H R / menit)
CATATAN Setiap EKG irregular (ARITMIA), rekam lead II
panjang
2. Irama (Rhythm)
1. Bila teratur (reguler) dan gel. P selalu diikuti gel.
QRS-T yakni normal disebut Sinus Ritme (irama sinus).
2. Bila irama cepat lebih dan 100 kali/menit disebut sinus
tachikardi kurang dan 60 kali/menit disebut sinus bradikardi
3. Selain dan yang tersebut di atas adalah aritmia
3. GELOMIBANG P (P WAVE)
Diukur dan awal sampai akhir gel. P
Nilai normal ; lebar <0,11>tinggi
<0,25>Kepentingan:
1. menandakan adanya aktivitas atrium
2. menunjukkan arah aktivitas atrium
3. menunjukkan tanda-tanda pembesaran atrium.
4. P-R INTERVAL
Diukur dan awal gel.P sampai dengan awal gel.QRS Nilai
normal ; 0,12 - 0,20 detik
Kepentingan:
1. Interval PR >0,20 detik : AV Block
2. Interval PR <0,12>3. Interval PR berubah-ubah :
Wandering Pacemaker.
5. KOMPLEKS QRS
Pengukuran kompleks QRS ada 3 yang dinilai
1. Lebar/interval : diukur dan awal sampai dengan akhir
gel.QRS
Nilai normal : <0,10>Kepentingan : menandakan adanya
Bundle Branch Block:
lebar 0,10 - 0,12 = Incomplete B B B.
Lebar >0,12 detik = Complete B B B.
2. AXIS ( sumbu )
Nilai normal : - 300 sampai + 1100
Cara menentukan axis yaitu dengan melihat 2 lead yang berbeda ekstremitas lead, yang terbaik
adalah lead I & AVF
Kemudian :
tentukan jumlah aljabar dari amplitudo QRS di lead I dan aVF
tentukan di kwadrant mana vektor QRS berada
Kepentingan
300 sampai - 900 adalah L A D (Left Axis Deviation)
+ 1100 sampai 1800 adalab R A D (Right Axis Deviation)
3. Komfigurasi (bentuk)
Nilai normal :
Positif di lead I, II, aVF, V5, V6 ; Negatif di lead aVR,
V1, V2
Bifasik di lead III, aVL, V3, V4, ( + / - )
Kepentingan
mengetahui :
Q patologis
RAD/LAD
RVH/LVH
Diukur dari akhir gel.QRS (J Point) sampai awal gel. T
Nilai normal isoelektris (- 0,5 mm sampai + 2,5 mm)
Kepentingan:
Mengetahui kelainan pada otot jantung (iskemia dan infark)
7. GELOMBANG T (T WAVE)
Ukurannya dari awal sampai dengan akhir gel. T
Nilai normal amplitudo (tinggi) :
<>Minimum 1 mm
Kepentingan:
1. menandakan adanya kelainan otot jantung (iskemia/infark)
2. menandakan adanya kelainan elektrolit.
Catatan:
1. Komfigurasi Gel. T Positif di lead I,II,aVF,V2-V6
2. Negatif di lead aVR
3. Bifasik di lead III, aVL, V1.
No comments:
Post a Comment