Juniartha Semara Putra
A.
PENGERTIAN
Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas
daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti,
2001)
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala
karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain:
F.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Radioterapi merupakan pengobatan utama
2.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran
atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang
terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
Pemberian
ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan
kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi
kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi
yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I
Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
2.
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2001
LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARING
A.
PENGERTIAN
Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas
daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti,
2001)
B.
ETIOLOGI
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan
kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997).
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan,
kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan
timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab
karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien
nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty &
Nurbaiti, 2001).
C.
PATOFISIOLOGI
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat
menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai
adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein
tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai
petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan
LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50%
serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam
serum semua pasien karsinoma nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian
Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV
DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai
biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan
infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian
yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai
peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1
adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang
dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel
penderita karsinoma nasofaring. Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring
yaitu:
1.
Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas
nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ
2.
Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3.
Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari
nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah
bening pada salah satu sisi leher.
4.
Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah
bening di semua sisi leher
5.
Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang
sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang
berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein
Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal
yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein
laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring,
dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala
karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain:
1.
Gejala nasofaring
Gejala
nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
2.
Gangguan pada telinga
Merupakan
gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa
Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti
tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga
(otalgia)
3.
Gangguan mata dan syaraf
Karena
dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum
yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,
juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik. Karsinoma
yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran
melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh
saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
4.
Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu
dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang
akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui
keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
2.
Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk
mengetahui infeksi virus E-B.
3.
Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan
anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
4.
Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam
narkosis.
F.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Radioterapi merupakan pengobatan utama
2.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran
atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang
terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
Pemberian
ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan
kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi
kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi
yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Proses
keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis dan
sistematis, dinamis, dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan, dan pelaksanan
asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri
pasien yang bersifat bio-psiko-sosial-spiritual maupun masalah kesehatannya.
(Depkes R.I, 19942 :2).
Perawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses keperawatan
sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan secara terpadu
dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan,
tindakan keperawatan, dan evaluasi.
1.
PENGKAJIAN
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan,
pendidikan terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/
suami/ istri.
b. Alasan Dirawat
Pasien mengeluh ada benjolan di
sekitar kepala dan leher, pusing, bersin-bersin, batuk, suara
perlahan-lahan mulai hilang, dan berat badan terus menurun.
c. Riwayat Kesehatan
·
Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada pasien tentang :
a.
Lingkungan yang berpengaruh seperti
iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
b.
Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan
kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan (
daging dan ikan).
c.
Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut
keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.
·
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien sering mengalami
pembengkakan atau benjolan pada leher berupa tumor ganas yang terasa nyeri dan
sulit untuk digerakkan.
·
Riwayat Penyakit Keluarga
Perawat perlu mengkaji tentang faktor herediter atau
riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker
payudara.
d. Pengkajian Fungsional Gordon
a.
Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang
penyakit yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya pasien
yang datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, pasien
biasanya kurang mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan
cepat.
b.
Pola Nutrisi Metabolik
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan
pengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan,perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya
pasien akan mengalami penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan
proses pengobatan kanker.
c.
Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare,
perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya
pasien tidak mengalami gangguan eliminasi.
d.
Pola aktivitas latihan
Kaji bagaimana pasien menjalani aktivitas sehari-hari.
Biasanya pasien mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
e.
Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur pasien selama sehat dan sakit,
berapa lama pasien tidur dalam sehari? Biasanya pasien mengalami perubahan pada
pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas.
f.
Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran pasien, apakah pasien mengalami
gangguan penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji
bagaimana pasien dalam berkomunikasi. Biasanya pasien mengalami gangguan pada
indra penciuman.
g.
Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit
yang dideritanya. Apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien akan merasa
sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.
h.
Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum
dan selama dirawat di Rumah Sakit. Dan bagaimana hubungan social pasien dengan
masyarakat sekitarnya. Biasanya pasien lebih sering tidak mau berinteraksi
dengan orang lain.
i.
Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan. Apakah
ada perubahan kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami gangguan
pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
j.
Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan pasien saat ada masalah.
Apakah pasien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres. Biasanya
pasien akan sering bertanya tentang pengobatan.
k.
Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap pasien menghadapi
penyakitnya. Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan pasien.
Biasanya pasien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
e. Pemeriksaan Fisik
1)
Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan
leher.
2)
Pemeriksaan THT
·
Otoskopi : Liang telinga, membran
timpani.
·
Rinoskopia anterior
Pada tumor endofilik tak jelas
kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor
di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum
mole negatif.
·
Rinoskopia posterior
Pada tumor indofilik tak terlihat
masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi
meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa
kemerahan.
·
Faringoskopi dan laringoskopi
Kadang faring menyempit karena
penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
X – foto : tengkorak lateral, dasar
tengkorak, CT Scan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri kronis berhubungan
dengan pembengkakan jaringan
oleh karsinoma
nasofaring.
2.
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan.
3.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh radioterapi
4.
Harga diri rendah berhubungan dengan
perubahan pada citra diri.
3. RENCANA KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Nyeri
kronis
berhubungan dengan pembengkakan
jaringan oleh
karsinoma nasofaring.
|
Setelah dilakukan askep
selama ... x 24 jam tingkat kenyamanan pasien meningkat, dan
dibuktikan dengan level nyeri: pasien dapat melaporkan nyeri pada petugas,
frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan
psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control
nyeri dibuktikan dengan pasien melaporkan
gejala nyeri dan control nyeri.
|
Manajemen
nyeri :
ü Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
ü Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
ü Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien sebelumnya.
ü Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
ü Kurangi faktor presipitasi nyeri.
ü Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
ü Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
ü Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
ü Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
ü Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
ü Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
Administrasi
analgetik :.
ü Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
ü Cek riwayat alergi..
ü Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
ü Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
ü Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
ü Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
|
2
|
Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.
|
Setelah dilakukan askep
selama...×24 jam pasien menunjukan status nutrisi adekuat
dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi
adekuat, masukan nutrisi adekuat
|
Manajemen
Nutrisi
ü kaji pola makan pasien
ü Kaji adanya alergi makanan.
ü Kaji makanan yang disukai oleh pasien.
ü Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
kebutuhan pasien.
ü Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
ü Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
ü Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
pasien.
Monitor
Nutrisi
ü Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
ü Monitor respon pasien terhadap situasi yang mengharuskan pasien makan.
ü Monitor lingkungan selama makan.
ü Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu pasien
makan.
ü Monitor adanya mual muntah.
ü Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
ü Monitor intake nutrisi dan kalori.
|
3
|
Harga diri rendah
berhubungan dengan perubahan pada citra diri.
|
Setelah dilakukan askep
selama...×24 jam pasien menerima keadaan dirinya
Dengan criteria :
ü Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri
ü Menjaga postur yang terbuka
ü Menjaga kontak mata
ü Komunikasi terbuka
ü Menghormati orang lain
ü Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
ü Menerima kritik yang konstruktifMenggambarkan keberhasilan dalam
kelompok social
ü Menggambarkan kebanggaan terhadap diri
|
Peningkatan harga diri:
ü Monitor pernyataan pasien tentang harga diri
ü Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
ü Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain
ü Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
ü Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
ü Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
ü Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
ü Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
ü Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya
ü Jangan mengejek / mengolok – olok pasien
ü Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
ü Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai
peningkatan harga diri.
ü Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
ü Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
ü Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
ü Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
ü Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian
tujuan
18. Monitor tingkat harga diri
|
4
|
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh radioterapi
|
Setelah dilakukan askep
selama 3×24 jam diharapkan integritas
kulit pasien terjaga
Dengan criteria :
ü kulit pasien nampak bersih
|
ü Kaji kulit dengan sering untuk mengetahui efek samping kanker
ü Mandikan dengan menggunakan air hangat atau sabun
ü Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep
kecuali diijinkan oleh dokter
ü Hindari pakaian yang ketat pada daerah tersebut
|
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.
5. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
No comments:
Post a Comment