Juniartha Semara Putra
ASUHAN
KEPERAWATAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
Pengertian
Diskus
Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam
satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus
pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth,
2002)
Hernia
Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga
langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
Patofisiologi
Protrusi
atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar
di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh,
kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat
cedera.
Pada
kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala
ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong
ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus
terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari
kolumna spinal.
Hernia
nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan
pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan
dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat
herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena
pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi,
maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah
terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun
seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan
perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri
punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
Pemeriksaan Diagnostik
1.
RO
Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
2.
M
R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk
penyakit spinal lumbal.
3.
CT
Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R
I
4.
Elektromiografi
(EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.
Penatalaksanaan
1.
Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada
radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a.
Disektomi
: Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b.
Laminektomi
: Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis,
memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi
dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c.
Laminotomi
: Pembagian lamina vertebra.
d.
Disektomi
dengan peleburan.
2.
Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan
kolor servikal, traksi, atau brace.
3.
Traksi
Traksi servikal yang disertai
dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
4.
Meredakan
Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik,
sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.
Pengkajian
1.
Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan
sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2.
Pemeriksaan
Fisik
Pengkajian terhadap masalah
pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia,
keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas.
Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk
mengkaji tonus otot dan kekakuannya.
3.
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1.
Nyeri
b.d Kompresi saraf, spasme otot
2.
Gangguan
mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
neuromuskulus
3.
Ansietas
b.d tidak efektifnya koping individual
4.
Kurang
pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan
pengobatan.
Intervensi
1.
Nyeri
b.d kompresi saraf, spasme otot
a.
Kaji
keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat.
Tetapkan skala 0 – 10
b.
Pertahankan
tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam
keadaan fleksi, posisi telentang
c.
Gunakan
logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
d.
Bantu
pemasangan brace / korset
e.
Batasi
aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
f.
Ajarkan
teknik relaksasi
g.
Kolaborasi
: analgetik, traksi, fisioterapi
2.
Gangguan
mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
neuromuskulus
a.
Berikan
/ bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
b.
Bantu
pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
c.
Berikan
perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan
posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d.
Catat
respon emosi / perilaku pada immobilisasi
e.
Demonstrasikan
penggunaan alat penolong seperti tongkat.
f.
Kolaborasi
: analgetik
3.
Ansietas
b.d tidak efektifnya koping individual
a.
Kaji
tingkat ansietas pasien
b.
Berikan
informasi yang akurat
c.
Berikan
kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis,
pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d.
Kaji
adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan
mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e.
Libatkan
keluarga
4.
Kurang
pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
a.
Jelaskan
kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
b.
Berikan
informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan
menggunakan sepatu penyokong
c.
Diskusikan
mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
d.
Anjurkan
untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar
dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
e.
Hindari
pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
f.
Berikan
informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk,
kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Smeltzer,
Suzane C, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2.
Doengoes,
ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3.
Tucker,Susan
Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4.
Long,
Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5.
Priguna
Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal
dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6.
Chusid,
IG, Neuroanatomi Korelatif dan
Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993.
No comments:
Post a Comment