WHO AM I?

I PUTU JUNIARTHA SEMARA PUTRA POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN

Sunday, August 26, 2012

ASUHAN KEPERAWATAN TYPHUS ABDOMINALIS

Juniartha Semara Putra


ASUHAN KEPERAWATAN TYPHUS ABDOMINALIS


KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Typhus abdominalis merupakan infeksi akut yang terjadi pada usus halus.
Sinonim dari typhus abdominalis adalah demam typhoid, typhoid dan para
typhoid dan enteric fever.

2. Etiologi
Typhus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C.

3. Insiden
Di daerah endemic typhoid, insiden tertinggi pada anak-anak. Orang
dewasa sering mengalami infeksi yang sembuh sendiri dan dapat menjadi
kebal. Insiden 70 – 80 % pada usia 12 – 30 tahun, 10 –2- % pada usia 30 –
40 tahun, dan 5 – 10 % pada usia di atas 40 tahun, sedangkan insiden
jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang
jelas.
4. Gambaran Klinis
Masa tunas typhus abdominalis 10 –14 hari. Gejala-gejala yang timbul
bervariasi, dalam minggu pertama penyakit keluhan dan gejala serupa
dengan infeksi akut seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak pada
perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua gejala lebih jelas berupa
demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan
ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau psikis.
5. Patogenesis dan Patofisiologi
Penularan salmonella typhi terjadi melalui mulut oleh makanan yang
tercemar. Sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian masuk ke
usus halus mencapai jaringan limfoid lalu berkembang biak, kuman
kemudian masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikoloendotealial
hati, limpa dan organ-organ lain. Diduga proses ini terjadi proses
tunas, yang berakhir dengan pelepasan kuman ke peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia ke–2 kalinya. Kuman kemudian masuk ke organ tubuh
terutama limpa, usus dan kandung empedu. Semula demam diduga karena
gejala toksemia dari typhoid, yang disebabkan  indotoksemia tapi dari
penelitian ekspremental dapat disimpulkan indotoksemia bukan penyebab
utama demam dan gejala-gejala toksemia pada typhoid. Indotoksin
salmonella typhi berperan pada patogenesis typhoid karena membantu
terjadinya proses inflamasi local. Demam typhoid disesbkan karena
salmonella typhi dan indotoksin merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

6. Laboratorium
a. Leukosit : Leukopenia dan limfositosis relatif
b. Reaksi widal :
• Agglutinin O : rangsangan oleh antigen O (dari tubuh kuman)
• Agglutinin H : rangsangan oleh antigen H (dari tubuh flagel kuman)
• Agglutinin VI : rangsangan oleh antigen VI (dari tubuh simpai kuman)

7. Komplikasi
1) Komplikasi interstinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik


2) Komplikasi ekstra-interstinal
a. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (rejatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboplebitis.
b. Komplikasi darah: anemia haemolitik, trombositopenia dan sindrom uremia haemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar: hepatitis dan koleksitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerolonefritis, pyelonofretis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periosstitis, spondalitis dan arthritis.
g. Komplikasi syaraf: delerium, meningismus, meningitis.
h. Komplikasi psikiatrik : sindroma katatonia.

8. Penatalaksanaan
a. Perawatan
Dirawat di rumah sakit untuk diisolasi, observasi dan pengobatan
penderita tirah baring absolut 7 – 14 hari bebas kuman, untuk mencegah
komplikasi dan mobilisasi dilakukan secara bertahap, defekasi dan buang
air kecil perlu diperhatikan.

b. Diet
Untuk diet awal pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, nasi
lembik dan akhirnya nasi biasa sesuai kesembuhan penderita. Hal ini
untuk menghindari komplikasi.

c. Pengobatan
1) Kloramfenikol
Dosis 4 x 500 mg/hari sampai 7 hari bebas kuman. Demam dapat turun rata-rata setelah 5 hari.

2) Tiamfenikol
Dosis sama dengan kloramfenikol dan demam turun kurang lebih 5 – 6 hari.
3) Kotrimoksazol
Efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol, dosis dewasa 2 x 2
tab/hari sampai bebas kuman, demam turun kurang lebih 5 – 6 hari.

4) Ampicillin dan Amoxillin
Efektivitas lebih kecil dari kloramfenikol, dosis antara 75 – 150 mg/kg/BB, demam turun kurang lebih 7 – 9 hari.

d. Pencegahan
1) Usaha terhadap lingkungan hidup
• Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
• Pembuangan kotoran manusia yang higienis
• Pemberantasan lalat
• Pengentasan terhadap rumah-rumah makan dan penjual makanan

2) Usaha terhadap individu
• Imunisasi
• Menemukan dan mengawasi carrier typhoid
• Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

9. Prognosis
Prognosis tergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan
penderita, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepat
pengobatan.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. 
Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah  saat
makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan.  Klien dengan demam tifoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan
merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus
dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami
gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak
boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan  klien  tampak  lemah,  suhu  tubuh  meningkat    38 – 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.  Leukopenia dengan
jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal
ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. 
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. 
Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. 
Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan
endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). 
Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella
adalah antobodi O dan H.  Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau
lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang
progresif (lebih dari 4 kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu
kemudian menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.
b. Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan
masalah klien.  Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data
yang meliputi  data subyek dan dan data obyek.  Data subyek adalah data
yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data
obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan.  Data tersebut juga
bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standart
kriteria yang sudah ada.  Untuk perawat harus jeli dan memahami tentang
standart keperawatan sebagai  bahan perbandingan apakah keadaan
kesehatan klien sesuai tidak dengan standart yang sudah ada. (Lismidar,
1990)
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi
data yang diperoleh dari pengkajian data.  Demam menggambarkan tentang
masalah kesehatan yang nyata atau potensial dan pemecahannya membutuhkan
tindakan keperawatan sebagai masalah klien yang dapat ditanggulangi. 
(Lismidar, 1990)
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul
pada kasus demam tifoid dengan masalah peningkatan suhu tubuh adalah
sebagai berikut.
1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi kuman Salmonella typhi
2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
4) Kecemasan sehubungan dengan  kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.
2. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini meliputi penentuan prioritas diagnosa
keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil, merumuskan rencana
tindakan dan mengemukakan rasional dari rencana tindakan.  Setelah itu
dilakukan pendokumentasian diagnosa aktual atau potensial, kriteria
hasil dan rencana tindakan. ( Lismidar, 1990 : 34&44)
Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang  ditemukan pada klien
dengan demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
telah ada.  Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan
rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria
hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas,
maka perencanaan yang dibuat  sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan I
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi
1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
b) Klien bebas demam
3) Rencana tindakan
a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan)
d) Anjurkan memakai  baju tipis yang menyerap keringat.
e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik.
4) Rasional
a) Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan  klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b) Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c) Air merupakan pangatur suhu tubuh.  Setiap ada kenaikan suhu melebihi
normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap
ada kenaikan suhu tubuh.
d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
e) Observasi tanda-tanda vital  merupakan deteksi dini untuk mengetahui
komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman
Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan  sedangkan
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.

b. Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
1) Tujuan : kekurangan
2) Kriteria hasil :
a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.
b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas normal.

3) Rencana tindakan
a) Monitor intake atau output tiap 6 jam
b) Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus.
d) Hindarkan sebagian besar gula  alkohol, kafein.
e) Timbang berat badan secara efektif.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secara intravena.
4) Rasional :
a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan.
b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan urine.
d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
e) Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi sedang.
f) Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya.

c. Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat dan tidur) terpenuhi
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat/mampu mengekspresikan kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.
3) Rencana tindakan
a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan bersih dan nyaman.
b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi sebagian)
c) Mengkaji rutinitas  istirahat dan tidur  klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.
d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau kebisingan.
e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan tidur.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi (antipiretik).
4) Rasional :
a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi kenyamanan dalam masa istirahat klien.
b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien dalam istirahat dan tidur.
c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan istirahat yang dirasakan.
d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan cepat menambah beban atau penderitaannya.
e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu istirahat dan tidur klien.
f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi sehingga kebutuhan 
istirahat dan tidur klien terpenuhi atau gangguan yang selama ini
dialami akan berkurang.

d. Diagnosa keperawatan IV
Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya.
1) Tujuan : cemas berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang.
b) Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya
b) Kaji tingkat kecemasan klien
c) Dampingi klien terutama saat-saat cemas.
d) Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan keluarga yang menimbulkan  cemas.
4) Rasional :
a) Klien mengerti dan merespon dari penjelasan secara kooperatif.
b) Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif tindakan yang direncanakan.
c) Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan.
d) Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi  kecemasannya
e. Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah pemasangan infus.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b) Infeksi tidak terjadi.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
b) Mengganti atau merawat daerah pemasangan infus.
c) Lakukan pemasangan infus secara steril dan jangan lupa  mencuci tangan sebelum dan sesudah  pemasangan.
d) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau plebitis.
e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda infeksi di daerah pemasangan infus.
4) Rasional :
a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn melaporkan segera bila terasa sakit di daerah pemasangan infus.
b) Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan infus yang lama.
c) Dengan cara steril adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
d) Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih buruk lagi akibat infeksi.
e) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda infeksi dan keadaan umum klien.
f. Diagnosa keperawatan VI
Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan  : tidak terjadi gangguan intregitas kulit.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit (kemerahan, lecet).
b) Tidak terjadi luka lecet.
3) Rencana tindakan
a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin.
b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan  yang berlebihan.
4) Rasional :
a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi  penekanan yang berlebihan .
b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol.
c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi.
d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan turun
sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah  terjadinya infeksi.

3. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik.  Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.  Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu
klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan
kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas
yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik 
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus
melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling
sesuai dengan kebutuhan klien.  dan meprioritaskannya.  Semua tindakan
keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.



4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk melengkapi
proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil
dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor
kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan
pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan  pada akhir
proses keperawatan , tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan.  Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk
menentukan apakah realistik dapat dicapai dan efektif.


No comments: