Juniartha Semara Putra
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)
A. Pengertian
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar
periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak
kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 1994 : 193).
Askep BPH
B. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum
diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.
Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar
periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :
Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa
berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini
disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat
berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.
Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona
transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi
veromontatum di zona periurethral.
Askep BPH
C. Anatomi Fisiologi
Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan
kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari
kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih
dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar
: 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan
membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri
dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat
berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan
vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.
Askep BPH
D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi
secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi
pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan
resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi
dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal
dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai
balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan
sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor
sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan
apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi
yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi
urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Askep BPH
E. Tanda dan Gejala
* Hilangnya
kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)
* Kesulitan dalam
mengosongkan kandung kemih.
* Rasa nyeri saat
memulai miksi/
* Adanya urine
yang bercampur darah (hematuri).
F. Komplikasi
* Aterosclerosis
* Infark jantung
* Impoten
* Haemoragik post
operasi
* Fistula
* Striktur pasca
operasi & inconentia urine
G. Pemeriksaan Diagnosis
1. Laboratorium
Meliputi ureum
(BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis
Intravena
pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos
abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS =
Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
3. Prostatektomi
Retro Pubis
Pembuatan insisi
pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan
jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula
prostat.
4. Prostatektomi
Parineal
Yaitu pembedahan
dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.
H. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
* Pembesaran
hormon estrogen & progesteron
* Massase
prostat, anjurkan sering masturbasi
* Anjurkan
tidak minum banyak pada waktu yang pendek
* Cegah
minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
* Pemasangan
kateter.
2. Operatif
Indikasi :
terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
* TUR (Trans
Uretral Resection)
* STP
(Suprobic Transersal Prostatectomy)
* Retropubic
Extravesical Prostatectomy)
*
Prostatectomy Perineal
Askep BPH
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat
Hipertropi (BPH)
A. Pengkajian
1. Data subyektif :
* Pasien
mengeluh sakit pada luka insisi.
* Pasien
mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
* Pasien
selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
* Pasien
mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif :
* Terdapat
luka insisi
* Takikardi
* Gelisah
* Tekanan
darah meningkat
* Ekspresi w
ajah ketakutan
* Terpasang
kateter
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan
dengan spasme otot spincter
2. Kurang
pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
3. Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
C. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan
1. :
Gangguan rasa
nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah
dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
* Secara
verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
* Pasien
dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
* Kaji
nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
* Monitor
dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
* Observasi
tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan
darah dan denyut nadi)
* Beri
ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
* Anjurkan pasien untuk menghindari
stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
* Atur
posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
* Lakukan
perawatan aseptik terapeutik
* Laporkan
pada dokter jika nyeri meningkat.
2. Diagnosa
Keperawatan 2. :
Kurang
pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien dapat
menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
* Klien akan
melakukan perubahan perilaku.
* Klien
berpartisipasi dalam program pengobatan.
* Klien akan
mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.
Intervensi :
* Beri
penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
* Beri
penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai
pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
* Pemasukan
cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
* Anjurkan untuk berobat lanjutan pada
dokter.
* Kosongkan
kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.
3. Diagnosa
Keperawatan 3. :
Gangguan pola
tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur
dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
* Klien
mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
* Klien
mengungkapan sudah bisa tidur.
* Klien
mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
* Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
* Ciptakan
suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.Beri
kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
* Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).
Daftar Pustaka
Doenges, M.E.,
Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Long, B.C.,
1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu
Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran
Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S.
(1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Soeparman.
(1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
http://download-my-ebook.blogspot.com
No comments:
Post a Comment