Juniartha Semara Putra
Askep Chefalgia
CHEFALGIA
A. PENGERTIAN
Chefalgia atau sakit kepala adalah salah
satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah
gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau
penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka
(sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).
B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru
dikeluarkan oleh Headache Classification
Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
1.
Migren (dengan atau
tanpa aura)
2.
Sakit kepal tegang
3.
Sakit kepala klaster
dan hemikrania paroksismal
4.
Berbagai sakit kepala
yang dikatkan dengan lesi struktural.
5.
Sakit kepala dikatkan
dengan trauma kepala.
6.
Sakit kepala
dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan subarakhnoid).
7.
Sakit kepala dihuungkan
dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis. Tumor otak)
8.
Sakit kepala
dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
9.
Sakit kepala
dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
10.
Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
(hipoglikemia).
11.
Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan
kepala, leher atau struktur sekitar
kepala ( mis. Glaukoma akut)
12.
Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
C. PATOFISIOLOGI
Sakit kepala timbul sebagai hasil
perangsangan terhadap bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka
terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot
okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan
periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan
intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan
meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis
otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan
itu dapat berupa:
Ø
Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
Ø
Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan
subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
Ø
Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang
intrakranial, penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
Ø
Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik
(seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi
alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan
hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri,
insufisiensi serebrovasculer akut).
Ø
Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi (
migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
Ø
Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan
kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Ø
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma,
iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis
dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman
servikalis.
Ø
Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi
psikoorganik pada keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala
sininim dari pusing kepala.
D. MANIFESTASI KLINIS
a.
Migren
Migren adalah gejala kompleks yang
mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat
yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini
dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi
pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga.
Tanda dan gejala adanya migren pada
serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi.
Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah
retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi,
yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu:
Ø
Fase aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat
memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk
mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan
penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit
lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan
vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran
darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan
responsivitas CO2.
Ø
Fase sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat
dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah.
Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
Ø
Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit
kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan
biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
b. Cluster Headache
Cluster Headache adalah beentuk sakit
kepal vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk
yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan
menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan
hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun
kekuatannya.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan
dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh
alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap
klorpromazin.
c. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan
kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala
karena tegang. Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada
dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban
berat yang menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat.
Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan
ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk
memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan
otot.
E. PENGKAJIAN
Data subyektif dan obyektif sangat
penting untuk menentukan tentang penyebab dan sifat dari sakit kepala.
v
Data Subyektif
a.
Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan
penyebabnya.
b.
Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.
c.
Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.
d.
Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat
nyeri, lama dan interval diantara sakit kepala.
e.
Awal serangan sakit kepala.
f.
Ada gejala prodomal atau tidak
g.
.Ada gejala yang menyertai.
h.
Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali
bila migren).
i.
Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.
j.
Ada alergi atau tidak.
v
Data Obyektif
a.
Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.
b.
Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.
c.
Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf
cranial.
d.
Suhu badan
e.
Drainase dari sinus.
Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa
butir penting perlu dipertimbangkan. Diantaranya ialah:
a.
Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit
kepala migrain atau gangguan organik.
b.
Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab psikologis atau
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
c.
Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang
lain.
d.
Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial
biasanya timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut membengunkan
pasien dari tidur.
e.
Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin
siang menjadi lebih buruk.
f.
Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.
g.
Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus
ada, sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.
h.
Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya
bertambah terus.
i.
Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala
bisa didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat, sodim nitrat,
tyramine demikian juga alkohol.
j.
Tidur terlalu lama, berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis
dalam limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi penyebab
sakit kepala.
k.
Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.
l.
Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.
F. DIAGNOSTIK
1.
CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan
aman untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
2.
MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan
medula spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh.
3.
Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk
pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat
pengambilan CSF.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf,
vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
2.
Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan
personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja,
ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman
berlebihan pada diri sendiri.
3.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
H. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf,
vasospasme, peningkatan tekana intrakranial.
Intervensi:
a.
Pastikan durasi/episode masalah , siapa yang telah
dikonsulkan, dan obat dan/atau terapi apa yang telah digunakan
b.
Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10
), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya,
faktor yang memperburuk atau meredakan.
c.
Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya
otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi atau trauma.
d.
Observasi adanya tanda-tanda nyeri nonverbal, seperi :
ekspresi wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis/meringis, menarik diri,
diaforesis, perubahan frekuensi jantung/pernafasan, tekanan darah.
e.
Kaji hubungan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang
f.
Evaluasi perilaku nyeri
g.
Catat adanya pengaruh nyeri misalnya: hilangnya perhatian pada
hidup, penurunan aktivitas, penurunan berat badan.
h.
Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi
dari pasien, seperti mengisolasi diri.
i.
Tentukan isu dari pihak kedua untuk pasien/orang terdekat,
seperti asuransi, pasangan/keluarga
j.
Diskusikan dinamika fisiologi dari ketegangan/ansietas dengan
pasien/orang terdekat
k.
Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri itu timbul.
l.
Tempatkan pada ruangan yang agak gelap sesuai dengan indikasi.
m.
Anjurkan untuk beristirahat didalam ruangan yang tenang.
n.
Berikan kompres dingin pada kepala.
o.
Berikan kompres panans lembab/kering pada kepala, leher,
lengan sesuai kebutuhan.
p.
Masase daerah kepala/leher/lengan jika pasien dapat
mentoleransi sentuhan.
q.
Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik, visualisasi,
biofeedback, hipnotik sendiri, dan reduksi stres dan teknik relaksasi yang
lain.
r.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif “Saya sembuh, saya sedang relaksasi, Saya
suka hidup ini”. Sarankan pasien untuk menyadari dialog eksternal-internal dan
katakan “berhenti” atau “tunda” jika muncul pikiran yang negatif.
s.
Observasi adanya mual/muntah. Berikan es, minuman yang
mengandung karbonat sesuai indikasi.
2.
Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan
personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja,
ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman
berlebihan pada diri sendiri.
Intervensi.
a.
Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil
keuntungan dari kegiatan yang daoat diajarkan.
b.
Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.
c.
Sarankan pasien untuk mengepresikan perasaannya dan diskusi
bagaimana sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini.
d.
Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
e.
Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penagnan, dan hasil yang diharapkan.
f.
Kolaborasi
Rujuk untuk melakukan konseling dan/atau
terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan sikap asertif sesuai indikasi.
3.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
b.d kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif.
Intervensi ;
a.
Diskusikan etiologi individual dari saki kepala bila
diketahui.
b.
Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor
predisposisi, seperti stress emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap
makanan/lingkungan tertentu.
c.
Diskusikan tentang obat-obatan dan efek sampingnya. Nilai
kembali kebutuhan untuk menurunkan/menghentikan pengobatan sesuai indikasi
d.
Instruksikan pasien/orang terdekat dalam melakukan program
kegiatan/latihan , makanan yang
dikonsumsi, dan tindakan yang menimbukan rasa nyaman, seprti masase dan
sebagainya.
e.
Diskusikan mengenai posisi/letak tubuh yang normal.
f.
Anjurkan pasien/orang terdekat untuk menyediakan waktu agar
dapat relaksasi dan bersenang-senang.
g.
Anjurkan untuk menggunakan aktivitas otak dengan benar,
mencintai dan tertawa/tersenyum.
h.
Sarankan pemakaian musik-musik yang menyenangkan.
i.
Anjurkan pasien untuk memperhatikan sakit kepala yang
dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
j.
Berikan informasi tertulis/semacam catatan petunjuk
k.
Identifikasi dan diskusikan timbulnya resiko bahaya yang tidak
nyata dan/atau terapi yang bukan terapi medis
DAFTAR PUSTAKA
1. Barbara C Long, 1996, Perawatan
Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran,
Bandung.
2. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
3. Marlyn E. Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untukPerencanaan &
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4.
Priguna
Sidharta, 1994, Neurogi Klinis dalam
Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.
5. Susan Martin Tucker, 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa dan Evaluasi,
Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.
6. Sylvia G. Price, 1997, Patofisologi, konsep klinik
proses – proses penyakit. EGC, Jakarta
No comments:
Post a Comment