
” SUKU
BATAK ”
OLEH:
KONTINGEN
KARANGASEM :
1. Putri Diantari (P07120011012)
2. Ni Kadek Pratiwi Narayani (P07120011013)
3. I Pt Juniartha Semara Putra (P07120011014)
4. I Putu Arnawa (P07120011026)
5. Desak Nyoman Mita Dewi (P07120011042)
6. Komang Herdiani Sattvika (P07120011049)
7. I Ketut Adiastra (P07120011050)
8. Luh Putu Wijayanti (P07120011019)
9. Ni Made Linda Elmiati (P07120011071)
10. Ni Luh Sri Marliasti S. (P07120011083)
11. Komang Sri Lestari (P07120011102)
12. Ni Putu Desy Ratna S. (P07120011104)
POLTEKKES
KEMENKES DENPASAR
JURUSAN
KEPERAWATAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan
sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang
bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang
dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba,Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya
beragama Islam. Tetapi ada pula yang
menganut agama Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu
atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin
berkurang. Orang Batak adalah
penutur bahasa Austronesia namun tidak
diketahui kapan.
Mayoritas orang Batak sangat
suka makan ikan asin. Terutama yang tinggal di Bonapasogit, semboyannya adalah
: tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin sudah berjasa besar mengentaskan jutaan
orang Batak dari kemiskinan; mencetak sejumlah jenderal, menteri, pejabat
tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan
budaya pop, ikon masyarakat Batak modern adalah gulamo ataugambas (ikan
asin); terutama jenis kapala batu atau hase-hase. Namun
di balik jasa besarnya itu, ternyata ikan asin merupakan faktor kedua yang
membuat orang Batak rentan terhadap kanker hidung.
“Jika ikan
asin yang ada nitrosaminnya dikonsumsi anak di bawah umur 10, tahun yang
kekebalan tubuhnya masih lemah, akan memicu virus yang ada dalam tubuhnya
menjadi ganas,”Masa inkubasi virus ini memakan waktu 20 tahun, makanya banyak
penderita KNF baru diketahui setelah berumur 40-an.”
Nasofaring,
tumor yang tumbuh di sekitar muara tuba eustachius (saluran penghubung hidung
dan telinga) awalnya tidak menimbulkan gejala. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu, muncul berbagai gangguan seperti nyeri kepala karena sel
kanker menyebar ke leher dan kepala, pandangan mengabur atau jadi dua
(diplopia) karena saraf mata tertekan, mimisan karena dinding permukaan tumor
rapuh sehingga mudah iritasi dan berdarah.
Kemudian,
hidung serasa tersumbat karena sel kanker menyebar ke rongga hidung, telinga
terasa penuh, berdengung, dan terasa nyeri. Ini karena tumor menyumbat muara
tuba eustachius. Pembengkakan daerah sekitar leher karena kelenjar getah bening
membengkak. Muncul benjolan di bawah telinga akibat semakin besarnya tumor. Tumor
ganas nasofaring memang sering hadir diam-diam. Gejala baru muncul ketika
kanker sudah memasuki stadium lanjut. Stadium tiga atau empat kanker nasofaring
biasanya ditandai dengan benjolan di daerah leher. Pada saat keadaan seperti
ini, kanker ini akan semakin ganas dan susah untuk disembuhkan
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1
Konsep transculture
Bila ditinjau dari makna kata ,
transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti aluar
perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui.
Cultur berarti budaya . Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
- Kebudayaan , cara pemeliharaan ,
pembudidayaan.
- Kepercayaan , nilai –
nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan
pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang berkaitan
dengan kebudayaan.
- Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil
dan adat istiadat.
Kazier Barabara ( 1983
) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures
mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan
konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu
humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan
ilmu sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia
yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho –
social – spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada
tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah
satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang
bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan
perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang
berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat
dalam proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama
merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi
pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu
akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan ( cultural
nursing approach ).
2.2Budaya
v Unsur
Budaya
1.
Bahasa
Orang Batak juga mengenal sistem
gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu
disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan.
Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan
masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang
keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada
persetujuan pesertanya.
2.
Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem
gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut
Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok
orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan
masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang
keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada
persetujuan pesertanya.
3.
Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan
mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam
kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat
tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat
Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati),
piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang
(sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan
kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
4.
Oganisasi Sosial
a. Perkawinan
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari
serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong;
Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini
selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara
kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara
menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek
moyang .
b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di
daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu
Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang
disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga
tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil
tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan.
Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak
saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang
selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak
didasarkan pada empat prinsip yaitu :
Ø perbedaan tigkat umur,
Ø perbedaan pangkat dan jabatan,
Ø perbedaan sifat keaslian dan,
Ø status kawin.
5.
Mata Pencarian
Pada umumnya masyarakat batak
bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang
didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh
menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan.
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan
kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan
sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang.
Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan
pariwisata.
6.
Religi
Pada abad 19 agama islam masuk
daerah penyebaranya meliputi batak selatan. Agama kristen masuk sekitar tahun
1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun demikian banyak sekali
masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi
penduduk batak.
Orang batak mempunyai konsepsi
bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan
bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya
dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan
merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia
mahluk halus.
7.
Kesenian
Seni Tari yaitu
Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan).
Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak
adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan,
mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu
yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan
yang diwariskan nenek moyang.
8.
Hukum
Patik dohot uhum, aturan dan hukum. Nilai patik
dohot dan uhum merupakan nilai yang kuat di sosialisasikan oleh orang Batak.
Budaya menegakkan kebenaran, berkecimpung dalam dunia hukum merupakan dunia
orang Batak.
Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam permukaan kehidupan hukum di Indonesia yang mencatat nama orang Batak dalam daftar pendekar-pendekar hukum, baik sebagai Jaksa, Pembela maupun Hakim.
Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam permukaan kehidupan hukum di Indonesia yang mencatat nama orang Batak dalam daftar pendekar-pendekar hukum, baik sebagai Jaksa, Pembela maupun Hakim.
9.
Konflik
Dalam kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih
tinggi dibandingkan dengan yang ada pada Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami
dari perbedaan mentalitas kedua sub suku Batak ini. Sumber konflik terutama
ialah kehidupan kekerabatan dalam kehidupan Angkola-Mandailing. Sedang pada
orang Toba lebih luas lagi karena menyangkut perjuangan meraih hasil nilai
budaya lainnya. Antara lain Hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber
konflik yang abadi bagi orang Toba.
v Nilai
Budaya
1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan
masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu,
dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu
kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima
gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis
disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang
bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan
suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang
Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari
terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib
diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga
unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling
mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Ada salah satu budaya yang tidak
bisa lepas dari suku batak yaitu mengkonsumsi ikan asin. Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan
asin. Terutama yang tinggal di Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari
tanpa ikan asin. Ikan asin sudah berjasa besar mengentaskan jutaan orang Batak
dari kemiskinan; mencetak sejumlah jenderal, menteri, pejabat tinggi, pengusaha
besar, dan menghasilkan sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan budaya pop, ikon
masyarakat Batak modern adalah gulamo ataugambas (ikan
asin); terutama jenis kapala batu atau hase-hase.
2.3 Penyakit akibat budaya
Penyakit yang dapat ditimbulkan dari budaya suku batak yang
mengkonsumsi ikan asin adalah Kanker nasofaring ( KNF ). Hal ini disebabkan
karena, secara genetis orang Batak punya keunikan atau kelebihan dibanding
etnis lain. Orang Batak memiliki gen HLADRB 108, yang tidak dipunyai oleh orang
Jawa, Melayu, Minang dan suku-suku lain. Hanya orang-orang di Cina Selatan yang
punya kesamaan dengan orang Batak dalam perkara genetis ini. Dan lantaran
memiliki gen yang namanya sulit diucapkan itu, orang Batak sangat disukai oleh
Karsinoma Nasofaring. Nama yang terdengar eksotis dan biasa disingkat KNF ini
adalah, ternyata, “nama panggung” si kanker hidung.
Selain karena gen HLADRB 108, hal yang menyebabkan ikan asin
menjadi penyebab KNF adalah di dalam ikan asin terdapat kandungan yang dapat memicu virus dalam tubuh sehingga
kekebalan tubuh akan menurun. Berdasarkan
penelitian, kemungkinan adanya nitrosamin pada ikan asin karena dalam proses pengeringan
dijemur di bawah terik matahari. “Diduga, sinar ultraviolet dari matahari yang
membentuk nitrosamin pada ikan asin.
BAB III
KASUS DAN PEMECAHAN
“Jika ikan asin yang ada nitrosaminnya
dikonsumsi anak di bawah umur 10, tahun yang kekebalan tubuhnya masih lemah,
akan memicu virus yang ada dalam tubuhnya menjadi ganas,”Masa inkubasi virus
ini memakan waktu 20 tahun, makanya banyak penderita KNF baru diketahui setelah
berumur 40-an tahun.” KNF tidak memiliki gejala yang khas. Sering kali gejala
permulaan hanya berupa flu biasa yakni pilek, kemudian telinga berdenging, dan
sakit kepala namun sulit disembuhkan. Kadang diselingi sesekali ingus bercampur
darah. Tumor ganas nasofaring memang sering
hadir diam-diam. Gejala baru muncul ketika kanker sudah memasuki stadium lanjut
Dalam beberapa kasus yang dijumpai di rumah
sakit di Sumatera Utara, pasien pengidap penyakit KNF sering kali gejala
permulaan hanya berupa flu biasa yakni pilek, kemudian telinga berdenging, dan
sakit kepala namun sulit disembuhkan. Setelah beberapa tahun kadaan ini akan
semakin parah, sehingga orang batak akan datang kerumah sakit untuk mencari
pengobatan dalam kondisi stadium 3-4 yang sudah sulit sekali untuk disembuhkan.
Jika datang dalam stadium 3-4, biasanya peluang
bertahan hidup sudah sangat tipis. Paling-paling akan bertahan hidup 2-3 tahun
saja. Tapi, jika datang dalam kondisi stadium 1-2, angka harapan hidup bisa
lebih panjang. Hal itu terbukti, karena saat ini ada pasien KNF yang sudah 15
tahun masih bertahan hidup–sejak diberi radioterapi dan kemoterapi; dan masih
melakukan aktivitas. Oleh sebab itu masyarakat dianjurkan melakukan check
up secara teratur 6 bulan sekali, sehingga jika terdeteksi bisa
diobati secara dini.(Waspada Online)
“Jadi
secara umum sangat sulit untuk mendeteksi penyakit ini. Bahkan ketika pasien sudah mimisan
pun banyak dokter umum yang tidak tahu bahwa dia menghadapi kanker nasofaring. Alat deteksinya hanya ada pada dokter THT (Telinga,
Hidung, Tenggorokan) bernama naso endoskopi,” ungkapnya. Alat ini dimasukkan ke lubang
telinga. Biopsi atau pengambilan jaringan pun mutlak dilakukan untuk memastikan
tingkat keganasan dan jenis pengobatannya. Oleh karena itulah sosialiasi sangat perlu digalakkan. Supaya
masyarakat bisa mengetahui lebih awal penyakit yang mematikan ini, sehingga
paramedis dengan mudah dapat melakukan pengobatan/penyembuhan.
Kanker nasofaring sendiri hingga
saat ini belum ditemukan obatnya. Namun, penyembuhan atau pengobatan kanker
nasofaring dapat dilakukan dengan menjalani radioterapi dan kemoterapi. Dalam
menjalani pengobatan, penderita bisa membutuhkan waktu kurang lebih lima tahun.
Penyakit kanker mematikan yang berada di belakang tenggorokan dan seringkali
terlambat didiagnostik sehingga sulit untuk disembuhkan melalui metode
penyinaran dan kemoterapi itu lebih banyak dijumpai pada warga berusia 40-50
tahun. “Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menciptakan pola hidup dan
lingkungan yang sehat, mengurangi konsumsi makanan yang memakai pengawet, dan
menghindari polusi udara,” sarannya.
DAFTAR PUSTAKA
ANTROPOLOGI – Universitas Airlangga, Surabaya. 1992
Hidayah, Zuliyani.1997. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia.
Jakarta: LP3ES
Koentjaraningrat.1971. Manusia dan kebudayaan di Indonesia.
Jakarta: Djambatan
Melalatoa, M.
Junus.1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kebudayaan
No comments:
Post a Comment